Mohon tunggu...
Moch Tivian Ifni
Moch Tivian Ifni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis and pebisnis

Saya suka menulis apapun itu. Sekarang mencoba untuk memulainya dari nol. Mohon bimbingnya para pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bintang Itu Dekat

26 Juni 2024   00:40 Diperbarui: 26 Juni 2024   01:09 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diriku, Keluargaku, Kotaku

"Kehancuran hati bukan salah cinta, hanya dirimu yang tak paham akan makna cinta"

Panggilanku Tekno, padahal itu bukan nama panggilan asliku yang keren abis, Ian dari nama lengkap Moch Viandra Rizal. Aku tak tahu kenapa orang menyematkan nama Tekno untuk memanggilku, mungkin saja karena perawakkanku yang tinggi, berkulit putih dengan kecerdasan mirip orang dari kaum teknokrat kali. Hingga panggilan itu ada untukku.

Ibuku merupakan guru biologi di SMAN 1 Lamongan. Guru yang menjadi idola semua murid kelas satu, Bu Tiwarsih namanya. Beliau di kenal baik dan menjadi wali kelas untuk kelas 10B. 

Moch tivian
Moch tivian
Tak hanya muridnya, aku pun juga mengidolakannya sebagai guru bukan karena aku anaknya. Tapi melainkan kesederhanaan berbalut kepedulian dalam dirinya yang membuatku kagum. Hingga pikiranku dan diriku mengerti tentang makna hidup.

"Sebaik-baik dan secerdas-cerdasnya manusia itu, yang bermanfaat bagi manusia lain" pesan Ibuku yang selalu jadi prinsipku.


Sebuah pesan dari beliau tanpa tersurat namun tersirat di diriku hingga sekarang. Ibuku Tiwarsih, seorang guru biologi yang sederhana dan melancolist, penyuka lagu berjudul "Karena Wanita Ingin Dimengerti" dari group musik Ada Band.

Sementara itu, ayahku bernama Moch Bilal, sebuah nama yang banyak orang kenal karena merupakan sebutan bagi orang yang mengumandangkan adzan. Beliau amat keras dalam mendidik anak-anaknya padahal bukan tentara, hanya wiraswasta penjual sepatu dan sandal.

Meski keras, namun kekagumanku tak luntur akan sosok beliau yang begitu gemati dalam menabung demi masa depan anaknya. Maklum, seorang pengusaha, tentu pinter mengelola keuangan. Bahkan ibuku yang jelas sudah hemat saja, pernah dibuat kaget saat tahu uang tabungan ayah yang sudah puluhan juta di ruang rahasianya.

Dalam keluarga ini, aku tak sendiri. Aku memiliki dua adek perempuan cantik, bernama Vika dan Vina. Keduanya lahir Agustus,  berzodiaknya leo, galak dan keras abis deh mirip singa. Namun kedua adekku itu begitu baik dan pengertian kepadaku. 

Adekku Vika selisih dua tahun denganku, dia lahir pas malam hari kemerdekaan Indonesia, di tanggal 16 agustus 1992. Menurut cerita ibu, Vika lahir mendadak saat ibu ikut malam syukuran kemerdekaan di kampung hingga membuat ayah terpaksa meminjam becak tetangga untuk pergi ke rumah sakit karena sudah mau keluar. Ya, bisa dibilang ayahku sebagai suami siaga (Siap, Antar dan Jaga)

Sedangkan adekku Vina lahir 4 Agustus 2000. Dia lahir sudah penuh persiapan sehingga tak membuat ayah kalang kabut. Akan tetapi saat Vina lahir ke dunia ini, membuat ibuku cemas, Gimana gak cemas, dia lahir dengan keadaan kepala belakang sebelah kanan ada benjolan lembek gitu.

"Gak apa-apa bu, nanti juga saat dewasa mengeras sendiri dan hilang. Ini karena ibu kebanyakan makan buah siwalan" kata dokter yang aku ingat dulu.

Perasaan ibu langsung lega, rasa cemas lenyap seketika setelah mendengar kata dokter itu. Lucunya, ketika ibu melihat telapak kaki adek Vina yang biru lebam, beliau kembali khawatir dengan mata yang berlinang air.

"Yah, telapak'e kenapa biru? Segera panggil perawat atau dokter lagi" rengek ibu kepada ayahku yang masih ku ingat.

Ayah yang mendengar itu, justru tertawa lebar dan seingatku sambil berkata.

"Hahaha, iki kan tinta bekas cap telapak kaki di buku bayi".

Aku yang sudah umur 10 tahun ikut tertawa kala itu. Suasana humanis penuh kenangan yang jelas aku rindukan sekarang ini sebab moment itu tak kan bisa terulang lagi. 

"Sesuatu yang paling mahal di dunia ini adalah waktu".

Sebuah pepatah  yang menurutku benar adanya karena sebanyak apapun uang yang kamu miliki, tak kan mampu membeli waktu indah yang sudah kamu lewatkan.

Aku dan keluargaku tinggal di rumah sederhana warisan kakek dari ayah di kota Lamongan. Kota kecil di jawa timur yang terkenal akan masakan khasnya, pecel lele dan soto. Tak hanya itu, kota kecil ini juga memiliki tim sepak bola kuat yang seluruh Indonesia kenal, Persela namanya.

Secara pribadi, aku bangga dilahirkan dan besar di sini. Sebuah Kota kecil pinggiran yang damai dengan warisan budaya yang terawat dan pembangunan pesat yang mengedepankan kearifan lokal daerahnya.

Namun waktu membuat sebuah moment dimana kebanggaanku atas kota ini kalah dengan tuntutan masa depan. Moment saat aku lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP), aku di suruh ibuku mengikuti seleksi masuk Sekolah Menengah Atas kedinasan yang berada di Kota Malang, SMK Telkom namanya.

Takdir Tuhan memang indah, entah sebab kebodohanku atau kecintaan akan kotaku yang membuat aku gagal lolos seleksi. Tapi yang jelas diriku merasa sudah mengerjakan soal ujian seleksi dengan baik. Bahkan berhasil membuat peserta lain lolos karena memberikan contekan jawaban. Terlihat aneh memang dan itu lah aku yang tak bisa melihat orang lain susah.

Untung saja, ketika pulang balik ke Lamongan, ibuku menyambut dengan senyum di terminal. Tak ada kemarahan, meski aku tahu hatinya sedikit kecewa atas kegagalan yang ku alami. 

"Berani mencoba itu baik, karena ibu tak butuh hasil. Tetap semangat ya Le!"

Kata ibuku yang berusaha memberikan semangat kepadaku, meski anaknya ini tak kecewa dan justru senang bisa kembali ke kota yang damai penuh cinta. 

"Terus aku masuk SMA mana bu?" tanyaku di perjalanan pulang ke rumah kala itu.

"SMAN 1 Lamongan aja biar ibu bisa awasi" jawab ibuku sembari fokus mengendarai motor bebeknya.

Akhirnya, SMAN 1 Lamongan, satu sekolah dengan guru idolaku yang juga ibuku. Sekolah dengan lahan luas, sejuk rindang pohon randu, bangunan unik kuno ala tahun 90an membuatku memulai kisah perjalanan hidup dan cinta.

Media informitf
Media informitf
Hidup yang ku rasa sulit dengan segala peristiwa tak terduga terjadi. Tapi juga bisa dibilang indah karena takdir Tuhan punya hikmah. Begitu juga cinta yang istimewah untuk seseorang yang tak tahu jika aku mencintainya. Hingga rahasia takdir membawaku padanya di kehidupan sekarang ini.

"Cinta akan menemukan jalan takdirnya sendiri".

Kata bijak yang tepat akan kisah hidup dan cintaku yang akan ku ceritakan kali ini. Sebuah kisah perjalanan hidup yang getir dan cinta unikku untuk seorang perempuan cantik nan cuek, ku sebut dia bintang.

Kenangan perjalanan hidup dan cinta yang selalu menghiasi hari-hariku hingga sekarang. Bahkan jika ku teringat itu, akan membawaku pada rasa sedih, menyesal, bahagia dan lucu.

"Kok ada ya takdir se getir ini, sekaligus selucu ini" pikirku ketika aku menulis ini.

Aku menulis ini sekarang lagi di warung kopi, menikmati secangkir kopi bersama bintangku yang dulu tak tahu jika aku begitu mencintainya. Dekat bukan?, itu lah cinta yang rahasia, yang penuh liku tapi bisa hadir untuk orang yang sangat dekat atau tetangga. Tak perlu tahu, meski sempat menjauh dan sekarang begitu dekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun