Mohon tunggu...
Moch Tivian Ifni
Moch Tivian Ifni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis and pebisnis

Saya suka menulis apapun itu. Sekarang mencoba untuk memulainya dari nol. Mohon bimbingnya para pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Rencana Pendakian Mistis Gunung Lawu

24 April 2023   21:14 Diperbarui: 24 April 2023   22:33 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doc, creat by tivian

Sore menyingsing, fajar akan segera tertidur lelap di perantauannya, rutinitas selesai dilakukan, hari ini merupakan hari terakhir saya ujian semester genap. Berharap hasil tanpa adanya SP (Semester Pendek), tanda merah perwujudan nilai yang buruk. Saya, putut dan bayu bergegas untuk balik dari kampus untuk bisa sekedar ngopi bareng di tempat nyaman biasa kita menghabiskan waktu, Joker Coffe namanya. Warkop murah dengan fasilitas lengkap bagi kami, penuh permainan tongkrongan seperti kartu remi, catur dan gaplek. Kami bisa ngopi dengan satu cangkir kopi sampai berjam-jam duduk menikmati permainan, gimana mau cepat habis, kalau minum kopinya setetes demi setetes karena tangan terbelenggu permainan, fokus pikiran pada langkah kemenangan. Hukuman bagi yang kalah pun mengerikan, jongkok sampai menjadi pemenang pertama. Tak jarang ada teman terjatuh, terguling, tak kuat menahan beban hidup, eits, beban tubuhnya. Pemilik joker coffe pun sampai kenal kami, saking seringnya kita kesana. Bahkan ada inisial bagi kami "Kumpulan Mode Hemat". Biasa lah mahasiswa yang gaya tapi modal cekak.

Kami bertiga sendiri bisa dibilang sahabat karib tidak dekat hanya saja merasa senasib dan seperjuangan, mahasiswa angkatan dua ribu sepuluh, Prodi Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya. Bahkan kami tinggal satu atap tapi beda rahim loh!, Bayarnya saja yang selalu barengan alias ngontrak.

Waktu itu, saya ke joker coffe dibonceng oleh putut naik motor scopy sedangkan bayu jalan sendiri memakai sepeda smash butut, yang suara knalpotnya mengelegar cempreng mirip suara tikus kejepit. Rute perjalanan ke joker coffe sebetulnya gak jauh kalau dari fakultas kami, jaraknya dua kilometer namun tentu kalian tahu jalan kampus besar berlabel negeri seperti apa?? Ruwet kayak model pelayanan publik di Negara kita. Makanya kami naik motor itu jalan muter jauh lewat gerbang depan, mutari bundaran air mancur utama terlebih dulu. Padahal realitasnya jalan kaki lewat gerbang samping hanya 3 atau 5 menit gitu sudah nyampek. Namanya juga mahasiswa, gengsi besar, gaya nomor satu, urusan duit nomer sekian. Modal nebeng atau minjam pun jadi.

Kami sampai di joker coffe tempat asik, penting murah. Aku turun dulu memesan buat kami bertiga. Sementara bayu dan putut lagi asik menata sepeda, persis juru parkir karena waktu itu full motor parkirannya.

Baca juga: Duka Sang Pelangi

"Mas Reo, biasane yo tiga cangkir" ucapku teriak dimeja kasir memesan kopi favourit.
"Biasane opo, Yan? Biasane beli satu, minum berjam-jam tah?, hahahaha" Tanya Mas Reo, tertawa kencang sekali.
"Kopi sing biasane, mas, gawe arek-arek modal hemat" sahutku penuh luapan suara ledakan bibir karena ramainya pengunjung hari ini.

Teriakakan, sudah hal lumrah dalam memesan minuman di joker coffe, bukan punya interpretasi menantang tapi lebih kepada banyolan sesama teman. 

Seusai pesan, saya cari tempat duduk untuk kami, berkeliling ke belakang, full, padat orang. Mencoba ke tengah ada dua sekat ruang kayak bekas kamar yang dibuat tempat lesehan, juga full orang nongkrong. Ke depan, ternyata ada tempat kosong, tepatnya dipojok samping kanan dekat lorong gorong-gorong, ada pompa air diletakkan di atas papan kayu. Tempatnya lesehan dengan tikar bekas banner yang sudah tidak dipakai, cukup untuk 6 orang duduk. Miris memang tapi ini lah realitasnya, menerima keadaan tidak enak meski dengan paksaan atas keinginan sendiri yang begitu berharap bisa nongkrong sebelum pulang ke kampung halaman besok.
Joker coffe sendiri, pemiliknya Mas Reo, orang mojokerto yang merantau usaha kopi di Malang. Bentuk joker coffe modelnya ya rumah karena memang rumah yang dikontrak. Namun sedikit ada perubahan mulai dari pintu, jendela dan beberapa sekat yang sudah dihilangkan demi keleluasan para pengunjunya. Ada sekat dua ruangan yang mirip kamar, tapi itu memang kamar yang aku lihat tadi dibiarkan tetap utuh. Bukan punya tujuan apa, tapi memang karena sekatnya beton jadi tidak bisa dirobohkan dengan sangat mudah.
Putut dan bayu sudah memarkirkan motor, betul lama sekali, persis juru parkir karena lokasi joker coffe sendiri berada dijalan utama yang ramai padat kendaran sehingga parkiran motor harus benar tertata rapi masuk ke halaman. Kalau tidak, bahaya dan panjang urusannya, bisa kena denda Pemerintah Kota Malang mengganggu ketertiban jalan raya. Dengan keadaan seperti itu, harusnya ada juru parkirnya tapi tidak ada. Kalau kata Mas Reo, tidak ada pegawai yang mau, semuanya sudah sibuk urusan pesanan. Jadi ya, dibiarkan pengunjung memarkirkan sendiri motornya. Kalau mobil, parkirnya jauh, nebeng ruko sebelah yang jaraknya ada deh 750 meter.

Kami bertiga duduk di tempat lesehan mewah beralaskan banner dengan bau minyak wangi kotoran yang tak jarang ke cium tepat masuk ke tenggorokkan. Sungguh terlalu mewah, bagai raja yang tak bermarwah.

"Dulinan ap iki, Rek?" Tanyaku menahan bau sedikit renyah di hidung.
"Gimana kalau gaplek, Yan?" Sahut bayu, nampak wajah mengkerut seperti mau muntah.
"Ndang, digas kan, dijipek kunu Le" sahut putut, antusias karena kemarin menang tanpa jongkok sama sekali bermain gaplek.
"Iyo, iyo din, udin" ucap bayu mengerutu, kemarin ia kalah.

Bayu pergi mengambil gaplek masuk ke dalam ruangan, menuju kotak mika seperti rak buku tempat biasanya segala permainan tongkrongan disimpan. Saat bayu masuk, ambil kartu gaplek, nampak di sebelah kiri pintu masuk utama masuk ruangan joker coffe ada tempat kosong yang baru saja ditinggal orangnya. Kami berdua, putut dan saya bergegas langsung menempatinya takut keburu orang lain datang untuk duduk. Kami sudah tidak kuat hidup di tempat raja yang kehilangan marwah. Mental kami, mental kaum prolentar, kaum kelas rendahan.

"Alhamdulillah, Yan. Oleh panggon yang enak. Tikar e yo gak soko banner" ucap Putut bersyukur sejadi-jadinya, sudah kayak dapat uang 1 triliyun.
"Yo, tut. Wis gak betah aku dadi raja kehilangan marwah, penuh bau cacian dan kotoran, hahahhaa" sahutku, bercanda ala anak mahasiswa pemerintahan.

Sebentar kami pindah memperbaiki nasib, bayu datang berbarengan dengan Brodin pegawai Mas Reo yang mengantarkan minuman favourit kami bertiga, kopi susu kental gresik'an.

"Iki kopimu telu!, ndang diminum jangan cuman ditetesin ke mulut, hahahaha" perintah Brodin, tertawa lebar nampak gigi seri depan yang sudah hilang keduanya.
"Din, brodin, guyumu loh, garai ketok tua'ne. Cah enom, untu loro ngarep wis erosi, wis tergerus, hahahaha" sahut Bayu menanggapi candaan Brodin.
"Tak doakne, kalah awakmu le. Jongkok sampai mari" ucap Brodin yang kalah candaan dengan bayu, mendoakannya kalah, jongkok sampai selesai permainan.

Brodin pergi kembali bekerja, kami bertiga memulai permainan, kartu dibagikan rata dengan jumlah 6 kartu masing-masing kami. Satu kartu dibuka dari sisa kartu yang ada untuk dijadikan gacoan utama jalannya permainan. Tentu tahu lah main gaplek seperti apa?, kalau tak terangkan ribet dan kata-katanya banyak, jadi langsung aja ke jalan ceritanya.
Permainan pertama aku menang, dengan hanya mati 2 angka, putut 6 angka sedangkan bayu 11 angka. Bayu kalah, harus jongkok. Brodin lewat mengantarkan minuman ke pengunjung lain yang juga ada di depan. Pandangan mata, tak kedip tertuju ke arah bayu, tertawa sinis seolah-olah tawanya miliki makna tuhan sedang baik, tuhan mengabulkan doaku. Bayu hanya terdiam meski tatapannya juga melihat Brodin tertawa sinis karena malunya. Ia terus mengocok kartu, sampai dimulai permainan kedua. Kali ini, kartu bayu habis tanpa mati sehingga ia berhak duduk, putut mati 2 angka sedangkan aku 3 angka. Tipis memang, tapi aku tetap kalah, harus jongkok seperti orang buang air besar dan mengocok kartunya. Tiga kali, empat kali, lima kali, dan enam kali, tiba-tiba Raguk dan Bella datang, saat aku masih tetap masih jongkok karena setiap permainan, kartuku belum habis masih ada matinya.
Mereka berdua, Raguk dan Bella ikut ngopi bersama kita, karena kami berlima memang teman yang diikat rasa senasib, seperjuangan dan sependeritaan sebagai mahasiswa. Kami sering pergi berlima, entah itu sekedar nongkrong di cafe kelas menengah atau liburan bersama. Bella dan Raguk juga telah selesai melakukan ujian terakhir semesterannya sehingga mereka menyusul kami di joker coffe. Bella masuk ke kepenatan akan bising obrolan untuk memesan minuman, sementara si Raguk ikut bermain gaplek bersama kita.

"Alhamdulillah. Permainan dengan peserta baru jadi aku bisa duduk" pikirku dalam hati, merasa lega, tak kuat jongkok menahan beban tubuh yang lama.
Permainan baru dimulai, bella sudah memesan, ia kembali duduk melihat kami bermain gaplek. Sedikit cerita asal usul tentang 4 sahabat saya yang tidak dekat karena hanya merasa senasib. Dimulai dari putut, putut ini dikenal sebutan big bos, dan bayu sering memanggilnya Udin Penyok karena wajahnya memang mirip artis Udin Penyok. Ia berasal dari Kota Madiun di desa D, saya kasih inisial karena gak mau menyebut daerah asli tempat kejadian mistis yang ku lihat dan rasakan. Kedua, Bayu, ia dikenal dengan panggilan Tole, dan cukup dipanggil Le. Ia berasal dari Kota Kediri, dia biasanya bawa rokok produk gagal pabrik karena ibunya kerja di perusahaan rokok terbesar berinisial GD. Tak ku sebut, takut ada iklan. Ketiga, Bella, ia ini perempuan sendiri, satu SMA sama putut, kuliah di malang karena suka putut, namun putut jarang merespon perasaannya. ia ambil jurusan sastra inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya, tubuhnya pendek sedikit berisi, isi daging tentunya dengan kulit agak kecoklatan. Ya, kayak sawo kematangan bukan sawo matang. Kelima, Raguk, nama aslinya Febryan Sandy Si Raja Guguk. Di panggil Raguk karena singkatan marganya. Ia orang batak asli tapi dibuang ke bekasi. Perawakkannya tinggi, gagah, manis dan mukanya, muka-muka orang batak yang punya karakter lugas. Ia sendiri yang beragama nasrani di antara kami berlima.  

Mau tahu kisah misterinya??
Comment yang banyak, nanti aku kan lanjutkan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun