Mohon tunggu...
Moch Tivian Ifni
Moch Tivian Ifni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writers and socio entrepreneur

Tingkatkan literasi untuk anak indonesia lebih cerdas karena indonesia minim literasi

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Balada Kehidupan Sang Pelangi

23 April 2023   01:27 Diperbarui: 23 April 2023   01:31 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Moch tivian by kuraki tatsuro

Malam semakin larut, terdengar suara bising keramaian bunyi hewan saling sahut, membuat Vian yang sedari tadi tiduran di kamar harus segera beristirahat agar besok ia bisa bangun tepat waktu dan mengikuti test dengan lancar.

Tetapi mata_nya tak kunjung terpejamkan dalam lamunan mengingat sosok Vida, wanita yang membuat hatinya jatuh cinta.

"Harus segera tidur ini, biar besok tidak terlambat mengikuti test", pikirnya dalam lamunan.

Vian mencoba memejamkan mata sampai akhirnya mimpi itu datang, yang menjadi akhir lamunan akan sosok Vida sang pujaan hati.

Ayam telah berkokok tanda bahwa pagi segera menjelang dan waktu suara kemenangan akan berkumandang, Vian bergegas bangun untuk menjalankan ibadah. Namun kali ini tak terdengar suara ayahnya yang biasa membangunkan dan mengingatkan untuk beribadah.

"Tumben!, ayah tidak membangunkanku" pikir Vian.

Vian pergi ke kamar ayahnya sembari mengetuk pintu kamar yang masih tertutup rapat, tanda bahwa ayahnya masih ada di kamar.

"Ayah, bangun sudah mau subuh ini" teriak Vian.

"Masuk, Nak" jawab Ayahnya dari dalam kamar.

"Ayah, kenapa? Kok kelihatan pucat" tanya Vian melihat wajah ayahnya pucat.

"Ini badan ayah sakit, dada ayah sesak dan tidak kuat buat berdiri" jawab ayahnya

"Ayah, sudah minum obat?" Tanya Vian sembari mencari obat yang biasa diminum ayahnya.

"Obat ayah habis sejak semalam" jawab ayahnya.

"Aku sholat subuh dulu. Habis itu aku belikan obat buat ayah" jawab Vian nampak bingung sembari melangkah keluar kamar untuk menjalankan ibadah sholat subuh.

Vian telah selesai sholat subuh, dilihatnya uang simpenan di lemari pakaian hanya tinggal seratus ribu, yang tidak cukup untuk ia membeli obat ayahnya dan makan pagi ini.

Vian kebingungan mencari kemana lagi uang tambahan untuk membeli obat yang biasanya habis seratus lima puluh ribu. Ia menghubungi teman-temannya melalui pesan singkat untuk meminjam uang namun tak satupun teman yang mau meminjamkan uangnya dengan berbagai alasan.

Wajahnya nampak bingung dan sedih karena tak ada jalan lagi gimana ia harus mencari pinjaman uang untuk membeli obat ayahnya, hanya kepasrahan melalui doa yang bisa ia lakukan sekarang ini.

Waktu sudah menunjukkan pukul enam lebih tiga puluh menit, Vian kembali ke kamar ayahnya untuk melihat kondisi ayahnya yang masih tidur di kamar.

"Ayah gimana keadaannya? Maaf, aku belum bisa beli obat karena uangku tidak cukup" Tanya Vian sembari memegang tangan ayahnya yang terasa panas.

"Iya, nak. Tidak apa-apa. Hari ini, kamu ada test kan?" Tanya ayahnya.

"Iya, yah. Jam delapan pagi ini" jawab Vian terlihat sedih dengan kondisi ayahnya.

"Ayah doakan lancar dan ke terima" jawab ayahnya.

Vian pun pamit pergi untuk mempersiapkan segala sesuatunya mengikuti test, mulai dari pakaian sampai peralatan tulis dan berkas lamaran yang ia bawa.

Semua telah siap dan waktu sudah menunjukkan pukul tujuh, Vian kembali ke kamar ayahnya untuk pamit pergi berangkat test. Namun dilihat kondisi ayahnya semakin memburuk dengan nafas yang amat sulit dan wajah begitu pucat.

"Ayah, ayo ke rumah sakit saja" pinta Vian kepada ayahnya dengan kondisi yang semakin memburuk.

"Tidak usah, nak. Ayah tidak apa-apa, kamu berangkat test saja" ucap ayahnya yang berpura-pura tetap sehat.

"Jangan gitu, rejeki sudah ada yang ngatur. Kesehatan ayah yang paling utama. Tunggu sebentar, aku tak minta tolong pak feri meminjam mobilnya untuk membawa ayah ke rumah sakit" ucap Vian.

Vian pun pergi ke rumah pak Feri untuk meminta tolong meminjam mobil dan mengantarkan ayahnya ke rumah sakit.

"Assalammualaikum, pak Feri" teriak Vian memanggil pak Feri.

"Waalaikumsalam" jawab Pak Feri dari dalam rumah sembari membuka pintu rumahnya.

Pak Feri adalah tetangga sebelah kanan rumah Vian yang mempunyai mobil sehat karena beliau bekerja di puskesmas desa.

"Ada apa, mas Vian?" Tanya pak Feri.

"Ayah saya sakit, Pak. Saya minta tolong di antarkan ke rumah sakit dengan ambulan bapak" Pinta Vian dengan gelagat yang tergesa-gesa.

"Innalillahi, oke mas. Tunggu di rumah, saya segera ke rumah kamu" ucap Pak Feri.

"Iya, Pak!" Sahut Vian yang langsung pergi kembali ke rumahnya.

Tak beberapa lama menunggu di rumah, Pak Feri datang membawa mobil. Vian yang melihat kedatangan Pak Feri langsung masuk ke rumah untuk menggendong ayahnya yang sudah tidak kuat berjalan menuju brankar yang di dorong Pak Feri ke dalam rumahnya.

Ayahnya sudah berada di brankar, siap untuk di dorong menuju ambulan di depan rumahnya. Mereka berdua pergi ke rumah sakit terdekat yaitu di klinik tempat Vida kerja, klinik Prima Husada.

Tunggu kelanjutannya. Comment

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun