Mohon tunggu...
Humaniora

Budaya Gotong Royong Mulai Terpinggirkan oleh Uang

1 November 2016   17:49 Diperbarui: 1 November 2016   18:13 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Gotong royong sebenarnya adalah bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia dan merupakan warisan budaya bangsa. Dahulu nilai dan perilaku gotong royong tidak bisa dipisahkan dari aktivitas kehidupan sehari-hari, karena dengan bergotong royong akan lebih menguntungkan daripada dikerjakan sendiri, dan sejatinya manusia tidak bisa hidup sendirian dan selalu membutuhkan bantuan dari orang lain.

Melakukan pekerjaan dengan cara bergotong royong dapat meringankan dan mempercepat penyelesaian pekerjaan. Dengan gotong royong rasa persatuan dan kebersamaan semakin erat antar masyarakat yang melakukan secara sukarela tanpa adanya jaminan berupa upah atau pembayaran dalam bentuk lainnya, mengakrabkan satu sama lain karena terjadi komunikasi sosial yang baik, dan menumbuhkan rasa toleran, bahkan dengan gotong royong dapat menghemat pengeluaran kegiatan.

Indonesia merdeka karena adanya semangat gotong royong, kebersamaan, dan bahu-membahu. Namun di era globalisasi saat ini semangat gotong royong masyarakat Indonesia mulai menurun. Masyarakat Indonesia saat ini mulai memikirkan dirinya sendiri tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya. Masyarakat di era modern saat  ini cenderung individualisme, padahal setiap manusia merupakan makhuk sosial yang selalu membutuhkan bantuan orang lain. Hal terbsebut tidak lain penyebabnya adalah pengaruh budaya dari Barat. Sebenarnya budaya Barat yang masuk ke Indonesia mempunyai sisi positif dan sisi negatif, dan harusnya masyarakat Indonesia memfilter terlebih dahulu budaya Barat tersebut agar Indonesia tidak kehilangan budayanya, contohnya dalam hal budaya gotong royong yang mulai memudar .

Di daerah perkotaan semangat gotong royong sudah sulit sekali ditemui. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan uang sebagai tolak ukur yang cukup untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat serta kesibukan kerja individu. Di daerah perkotaan bahkan dibeberapa desa, secara nyata uang menjadi perusak semangat gotong royong warga. Kehadiran dalam sebuah kebersamaan terkadang diwakili dengan uang. Tidak hadir ronda cukup bayar denda, tidak hadir dalam pertemuan cukup titip uang iuran, tidak ikut kerja bakti cukup memberi sumbangan. Jika hal ini terus menerus terjadi dan tidak ada kesadaran akan gotong royong, maka budaya gotong royong yang merupakan warisan budaya bangsa akan hilang karena semua telah dihargai dengan uang.

Semangat gotong royong bisa ditumbuhkan kembali dengan beberapa cara, diantaranya dengan menghidupkan kembali semangat kebersamaan dalam komunitas bersama yaitu organisasi. Organisasi tersebut tidak harus formal. Bisa dimulai dari kelompok suatu keluarga, karena keluarga juga bisa disebut dengan suatu organisasi, yaitu organisasi kecil dalam sebuah rumah. Keluarga merupakan pendidikan pertama bagi seorang anak, jadi dimulai dari keluarga untuk menanamkan rasa kebersamaan, saling tolong menolong, serta peduli terhadap lingkungan sekitarnya sedini mungkin. Sehingga ketika sang anak keluar dari rumah sikap tersebut terus terbawa dimanapun ia berada, karena telah ditanamkan oleh keluarganya sejak dini. Disisi lain, dalam menghadapi era modernisasi saat ini masyarakat juga harus bisa memfilter budaya Barat yang masuk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun