Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Kenapa Jadi Begini?

3 Februari 2024   14:12 Diperbarui: 3 Februari 2024   14:23 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa lagi Jokowi sebagai Presiden terang-terangan mengatakan "akan cawe-cawe pada Pilpres 2024", konon katanya sih demi bangsa dan negara, anda percaya? Saya tidak, kalau tak ada anaknya menjadi cawapresnya Prabowo pada Pilres 2024 ini, baru saya percaya, gimana dengan anda? Terus muncul lagi Jokowi dengan kata-kata bahwa }Presiden boeleh kampanye", sampai mengeluarkan pasal yang ditulis pada karton dan ditunjuan pada khalayak, yang tentu saja pasal menguntungkannya, pasal yang tak menguntungkan tidak dikatakan dan tidak ditunjukan ke public. Para pakar membantah, jagat perpolitkan di Indonesia dibuat gonjang-ganjing oleh Jokowi.

Makanya pertanyaan "Jokowi Kenapa jadi Begini?" jawabannya jadi kusut.  Harusnya di akhir jabatan Jokowi duduk manis menerima pensiunan sebagai presiden, dapat rumah, tanah, gaji yang tidak kecil. Coba apa lagi yang yang dicari? Kalau bukan untuk memenangkan anaknya pada pilpres 2024 ini. Bayangkan. Prabowo yang capres, kenapa Jokowi yang pontang panting memberikan Bansos? Sampai menteri sosialnya ga diajak untuk memberikan Bansos, padahal memang bagiannya kemensosial, atau karena beda haluan dengan PDIP, yang kebetulan menteri sosialya dari PDIP. Bingungkan?

Buku ontologi Jokowi terbitan tahun 2013 ketika masih menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dokumen Pribadi SZ.
Buku ontologi Jokowi terbitan tahun 2013 ketika masih menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dokumen Pribadi SZ.

Jokowi Yang sekarang sering disebut " pagi tempe, sore tahu" atau "ngesen ke kiri, beloknya ke kanan" Jokowi-Jokowi... Bacanya seperti gaya Prabowo, nyebut nama Anies pada debat Presiden. Kenapa jadi begini? Rakyat kebanyakan yang tadinya simpati, sekarang seperti antipati. Anaknya akan dipilih atau tidak, ya kita lihat nanti hasil Pilpres 2024. Yang jelas Jokowi sekarang, secara sikap dan kebijakan bukan Jokowi yang dulu, bukan Jokowi yang saya tulis di buku otology di atas. Namun sebagai Presiden RI, mau ga mau, ya tetap saya hormati, kita hormati. Tapi Jokowi sebagai bapaknya Gibran yang cawe-cawe untuk memenangkan anaknya pada pilpres 2024 ini, sorry ye... sorry ye...!

Namun uniknya, walaupun demokrasi di INonesia, banyak pakar bilang sudah rusak di bawah kepemimpinan Jokowi, tapi para tokoh yang sangat fokal, dan tanda tendeng aling-aling di podcat atau jadi tamu podcast orang lain, seperti Rocky Gerung, Eef Saifullah, Hari Azhar, Eggy Sujana, Abraham Samad, Hendri Satrio, Faisal Asegaf  dan lain-lain, mereka anteng-anteng aja tuh, ga ada yang ditangkapin polisi.

Bahkan Rocky Gerung dengan istilah " Dungunya " yang terkenal untuk Presiden Jokowi, tetap bersuara di mana saja, walau di kampus-kampus banyak rektor yang takut mengundang Rocky, jikapun ada, sampai di acara bisa langsung dibatalkan atau Rockynya dilarang masuk ke acara, padahal dia diundang. Tapi Jokowinya sendiri tenang-tenang aja, jadi salahnya Jokowi di mana ya? Pusingkan?

Oya, dengan mundurnya Mahfud MD dari jajaran Kabinetnya Jokowi, Jokowi ga kelihatan gimana gitu, dan setelah pemecatan dengan hormat pada Mahfud MD, Jokowi nunjuk PLT Menkopolhukam, Tito Karnavian, Mendagri, salah orang kepercayaan Jokowi, setelah tak jadi Kapolri, Tito langsung diangkat jadi Mendagri, ga sempat nganggur. Jokowi memang hebat, saking hebatnya ga mau turun dan melepas kekuasaannya, kekuasaannya tetap mau dilanggengkan. Usaha tiga priode, batal. Tambahan 2-3 tahun kekuasaannya juga ditolak orang banyak. Sesudah mentok di san sini, eh masih ada celah, anaknya dijadikan penerus kekuasaan, dengan memberikan kerpet merah buat Gibran Rakabuming Raka jadi cawapres Prabowo.

Herannya para Prof Dr dan sederet gelar dan jabatan di Koalisinya Prabowo, semuanya terdiam kaku. Tak ada yang menolak secara terang-terang Gibran jadi cawapresnya Prabowo. Padahal dalam segi pengalaman di Partai, kekuasaan dan jabatan, orang-orang Seperti Airlangga, Zulkfli Hasan, Yusril, Anis Matta dll jauh lebih pengalaman, ketimbang Gibran, mereka bertekuk lutut pada Gibran yang anaknya Jokowi. Anak kemaren sore, dan dijuluki nitezen " Asam Sulpat atau Samsul", ada juga yang nyebutnya " Blimbing sayur"

Dan Fahri Hamzah, "sang macan garang" saat belum bergabung pada koalisinya Probowo, sekarang jadi "macan sirkus" memuja muji Jokowi, dan menyerang habis-habisan Anies Baswedan. Bahkan dengan lantang Fahri Hamzah bilang "selesai pilpres, Anies dan Muhaimin masuk penjara", terlalu kau Fahri! Fahri Hamzah yang dulu, bukan yang sekarang, sama dengan yang didukungnya sekarang.

 Jokowi sekarang bukan Jokowi yang dulu dalam sepak terjangnya. Kanapa Jokowi jadi begini? Kita cari jawabannya pada rumput yang bergoyang, atau kita bergaya mencari jawaban seperti Gibran yang celengak celinguk mencari jawaban Mahfud MD pada debat Cawapres ke dua yang lalu. Akankah Jokowi berubah? Masih ada waktu dan kesempatan. Semoga Jokowi bisa kembali ke khitahnya, yang sederhana dan tidak haus kekuasaan. Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun