Di akhir tahun 2022 biasanya orang banyak menulis tentang evaluasi atau  semacam refleksi di tahun yang berjalan, untuk melihat apa yang sudah dan belum dikerjakan. Bisa juga mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan, namun hasilnya belum maksimal. Sehingga diakhir tahun banyak yang mengadakan rapat akhir tahun, di kantor-kantor pemerintah atau swasta, dengan harapan di tahun depana menjadi lebih bak lagi.
Namun saya tidak mengevaluasi kerja saya, itu urusan orang lain untuk menilainya. Kompaisana ini memang tempat ngeblog yang asik, entah kenapa Saya jatuh cinta pada kompasiana, dan ini sudah berlangsung 12 tahun. Hanya di sini, kompasiana, artikel saya ditulis, dan sudah lebih seribuan artikel, tepatnya 1283 artikel, dan ini artikel ke 1283. Â Yang paling berkesan dari semua itu , Saya dan teman-teman kompasioner melahirnkan 4 buku ontology. Ke empat buku tersebut adalah : 1. Jokowi ( Bukan) untuk Presiden; 2. Kami Tak Lupa Indonesia; 3. Ahok untuk Indonesia; 4. 150 Kompasioner menulis.
Yang menarik buku pertama, judulnya seperti ragu, ini Jokowi bisa jadi Presiden atau tidak? Karena ada kata bukan dalam kurung, 'Jokowi ( Bukan) untuk Presiden'. Buku keroyokan tersebut memang unik, ditulis sebelum Jokowi jadi Presden, jadi tanpa iming apa-apa, jadilah itu buku, dan hebatnya Jokowi jadi Presiden, terlepas ada yang pro dan kontra.
Mestinya para penulis" Jokowi (bukan) untuk Presiden" dapat hadiah tuh dari Jokowi, karena sudah ikut mempromosikan Jokowi menjadi Presiden waktu itu. Dan buku tersebut dibedah oleh ahli komunikasi, Prof. Effendi Ghazali, yang sering muncul pada diskusi ILC, Indonesia Lawyer Club. Ketika buku itu terbit, saya masih di Moskow. Alhamdulillah tiga tulisan saya: 1. Jokowi Sang Gubernur Fenomanal, halaman 149; 2. Dicari Capres Blusukan, halaman  243; 3. Jokwi, Gubernur Langkah, halaman 247; masuk pada buku tersebut, dan dapat honor, lumayan buat makan bakso segerobak.
Waktu itu memang Jokowi, yang sekarang menjadi Presiden di priode ke 2, sangat fenomenal, terlepas  kata orang pencitraan. Priode pertama 2014-2019, sedangan priode ke dua sedang berjalan, 2019-2024. Yang jadi fenomena lagi, Jokowi belum habis masa jabatannya, masih tahun 2024 mendatang, eh ada yang menggadang-gadang untuk priode berikutnya, 2024-2029, itu kalau tiga priode, paling tidak ditambah dua atau tiga tahun lagi. Aya-aya wae.
Kalau dipikir-pikir ya boleh-boleh saja, kalau tak melanggar kontitusi, tapi  konstitusi buatan manusia juga, yang bisa saja dirubah. Ini kalau pendapat yang pro pada Jokowi. Yang kontra pada Jokowi, ya tentu saja tak boleh, cukup hanya dua priode seperti yang sudah terjadi pada SBY, 2004-2009 dan 2009-2014.  Ya harus diberikan kesempatan buat muncul Presiden yang lain, jangan 4L, lu lagi,lu lagi.
Kalau ambil contoh yang pro Jokowi nambah lagi, ya seperti yang terjadi di Rusia, sudah beberapa tahun yang jadi Presiden tetap Vladirmir Putin, bahkan sampai 2036(? ) mendatang, luar biasa. Atau seperti Erdogan , Preiden Turkiye, yang sakarang tetap bertahan menjadi Presiden. Kalau di Cina sih normal saja, karena negara Komunis, yang Presidennya bisa saja seumur hidup.
Kita Kembali ke gagasan tiga priode atau ditambah masa jabatan Jokowi 2 atau 3 tahun. Repot memang jika orang sudah di puncak kekuasaan, ingin lagi dan lagi, kalau bukan Jokowinya, ya pendukungnya. Tentu para pendukung atau di lingkaran Jokowi punya kepentingan masing-masing, agar kedudukan atau jabatan mereka aman, jika Jokowi tetap menjadi Presiden.
Sementara Jokowi ketika ditanya wartawan, dengan gayanya seperti biasa, ga mikir, pokoknya kerja, kerja dan kerja. Sementara dipihak lain sudah muncul capres-capres yang siap maju. Yang paling anyar tentu Anies Baswedan, walau dianggap mencuri start Pemilu, padahal kampanye saja belum dimulai. Ada lagi capres yang muncul di berbagai survey, diantaranya Prabowo, yang terus saja mencalonkan diri, walau sudah KO beberapa kali, namun yang namanya pejuang, konon tak pernah menyerah sampai ke tujuan.
Juga ada Ganjar Pranowo, Sandiago Uno, Eric Tohir, Ridwan Kamil, Agus Yudhoyono dan banyak lagi. Nanti kita bahas empat nama terakhir plus dengan Anies Baswedan tentunya. Karena 5 tokoh muda yang sering muncul dan sudah punya prestasi di bidang masing-masing. Indonesia butuh Presiden muda kedepan, yang punya wawasan dan misi yang jauh ke depan, menuju Indonesia emas di tahun 2045.
Era Jokoowi akan sampai akhir di  2024, kecuali ada hal-hal yang tak terduga, jika normal ya akan berakhir 2024. Namun jangan lupa, politik di Indonesia sering kali di luar dugaan, kadang-kadand terjadi di menit-menit terakhir, last minute! Coba siapa yang menyangka wapres sekarang itu Maruf Amin? Tokoh MUI. Siapa menduga? Padahal yang terdengan santer saat itu adalah Mahfud MD cawapresnya Jokowi. itulah perpolitikan di Indonesia. Saling intif, saling mengawasi, saling membaca dan intrik-intrik bisa saja terjadi diakhir.
Yang kalau pakai gaya sepak bola, pada menit-menit terakhir, pada tambahan waktu, justru gool tercipta. Jadi politikus kita itu saling gocek, saling lempar umpan, saling adu strategi, dan diakhir muncul jagoan tak terduga, ya seperti "kuda hitam", yang tak terlihat tapi unggul! Akankah muncul kuda hitam pada Pilpres 2024 mendatang? Bisa iya, bisa tidak. Lagi-lagi para pemain ini juga punya alasan dan kepentingan masing-masing. Apa lagi kita tahu bahwa pemain di Pilpres masih jago-jago tua. Dari Megawati, Surya Paloh, JK, SBY, Amien Rais dan lain sebagainya. Dengam demikian masih akan terjadi " perang antara dinasti ".
Sekarang kan sudah muncul dinasti Jokowi, dengan lahirnya wali kota di Solo dan di Medan dari lingkaran Jokoiw. Tahun- tahun mendatang jika masih ada para tokoh senior di atas, Â Indonesaia akan tetap seperti sekarang. Kecuali tokoh-tokoh muda berani mendombrak dinasti politik yang ada. Misalnya Najwa Shihab, dengan acara Mata Njwanya, sudah siap maju di tingkat nasional, karena kalau hanya tingkat local, hanya main di tataran Provinsi, Kabupaten atau tingkat Kota.
Kalau tingkat Menteri kan hanya mengambil kebijakan, kalau mau riil memang di tingkat Provinsi, Kabupaten atau Kota, lagi-lagi itu skopnya local. Dan lihat betapa banyak Gubernur, Bupati atau Wali kota berhasil membangun wilayahnya, tapi itu local. Nah kalua tokoh muda berani dan ada yang mendukung ketingkat nasional, mengapa tidak? Ayo selagi masih muda, selagi pikiran masih pada segar, yang muda muncul ke depan, paling tidak menjadi Cawapres.
Kalau menjadi Cawapres kurang greget, karena hanya menjadi " ban serep" ya harus berani muncul untuk menjadi Capres  sekalian, Capres 2024-2029. Semoga. Indonesia butuh ke depan wajah-wajah muda, yang lagi-lagi masih energik, yang semanganya masih kuat. Walau kata orang, bila mejadi pimpinan pusat nasional tidak mesti muda. Lihat saja yang penah dilakukan Mahatir Muhammad di Malaysia atau Ronald Reagan dan Biden di Amerika Serikat, usia mereka tak muda lagi ketika mencalonkan diri jadi PM atau Presiden..
Ya oke-oke saja. Kalau yang muda belum berani tampai, yang senior mau tak mau harus maju lagi ke depan. Tokoh seperti  JK, Amien rais, Surya Paloh dan sebagainya bisa muncul di Pilpres 2024 mendatang, mengapa tidak? Yang belum jadi Preiden dari tokoh senior kan tiga orang ini. Kalau memang didukung rakyat, mengapa tidak? Yang muda oke, yang tua ga apa-apa, yang penting mampu mensejahterakan rakyat Indonesia. Demikian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H