Maaf, biasanya ketika di bulan Ramadhan saya ikut puasa menulis atau istirahat total untuk menulis dan nonton TV, focus untuk ibadah saja niatnya. Dan itu sudah beberapa tahun yang lalu saya jalani, sejak masih di rantau, di negaranya Putin, Rusia. Dan sekarang sudah di tanah air sejak 12 Juli 2020, tahun lalu, kebetulan bertepatan dengan Hari Koperasi, jadi mudah untuk mengingat pulang kampung untuk selamannya, setelah merantau tak kurang dari 29 tahun! Dan kebetulan juga, saat tiba di Moskow pas Ulang Tahun Istri, yang ini ga perlu saya tulis, cukup untuk saya.
Oke, lalu kenapa yang mestinya istirahat, kok nulis juga? Lagi-lagi kebetulan, ketika saya sedang membaca bukunya Fred Gartzon yang berjudul " The Lazy Way Of Succes ( Malas tapi Sukses ) Dengan sub judul yang menggelitik " Menggapai Apa Saja Tanpa Melakukan Apa-Apa". Benar-benar judul buku yang kelewatan, jelas-jelas ini diluar logika umum. Mana ada sih manusia yang sukses, berhasil dengan gemilang dengan hanya berleha-leha, sambil goyang kaki di kursi santai?
Anda mungkin ssependapat dengan saya, akh ini sih buku mengada-ngada. Saya juga dibuat penasaran membaca judulnya. Mari kita cetak tebal judul tersebut sekali lagi: " MALES TAPI SUKSES" Kalau hanya judulnya saja mungkin orang sudah males untuk membeli dan membacanya, mengapa? Yaitu tadi, masa dengan males-malesan orang bisa sukses? Masa sih dengan tidak bekerja orang bisa sukses? Tapi anehnya ini buku menjadi Internasional Best Seller!
Lebih gila  lagi dari mulai cover depan sampai hampir setiap halamannya ada gambar orang yang sedang berayun di ayunan yang diikatkan di batang pohon kelapa, yang biasanay di pantai. Bacaan yang ringan, penuh dengan gambar yang seakan mentertawakan orang orang yang sedang bekerja keras untuk mencapai sukses.
Dan bantahan yang menohok untuk para pekerja keras, juga untuk memperkuat argument tulisannya, Fred Gartzon berkata: KESUKSESAN BERBANDING TERBALIK DENGAN KERJA KERAS, (Itu dicetak tebal oleh penulisnya sendiri, bukan oleh saya ) Halaman 51. Penerbit Gemilang Cetakan ke empat 2019. Wah kalau diteruskan bisa jadi resensi tersendiri untuk buku tersebut, nanti aja resensinya.
Kita kembali ke " 4 Buku Ontologi yang Mengubah Indonesia". Memang tak terasa waktu itu berlalu. Buku Ontologi ini adalah tulisan Saya dengan teman-teman sesama Kompasioner. Ini dimulai, lagi-lagi gegara Jokowi. Efek Jokowi ternyata bukan hanya ketika Pilpres berlangsung, tapi sebelum dan sesudahnya. Nah sebelum Jokowi menjadi Presiden seperti sekarang, kompasioner telah menulis buku tentang Jokowi. Untuk lebih tertib membahasnya, kita mulai satu demi satu mengurai 4 buku ontologi tersebut.
Buku ini terdiri dari 6 bab. Bagian 1-Rekam Jejak. Bab 2- Hiruk Pikuk Pilkada, Bab 3- Pro Kontra, Bab 4-Gebrakan, Bab 5 -- Jokowi Presiden dan Bab 6- Tantangan. Ini benar-benar buku yang unik, ditulis sebelum Pilpres 2014, tepatnya tahun 2013 yang bertepatan dengan usia saya pas setengah abad, 50 tahun! Jadi terbitnya buku Jokowi ini, merupakan hadiah bagi saya, hadiah yang tak terduga. Alhamdulillah.
Dari judulnya memang seakan meragukan, benar ga sih Jokowi akan menjadi Presden? Lihat sekali lagi judul : Jokowi( Bukan ) Untuk Presiden, dengan sub judulnya : Kata Warga tentang DKI 1. Jokowi memang unik, akhinya pada 2014 Jokowi menang telak pada Pilpres! Jadilah mantan Wali Kota Solo dan saat itu baru dua tahun jadi Gubernur DKI Jakarta menjadi Presiden RI untuk Priode 2014-2019.
Jadi secara tidak langsung apa yang dibilang atau dituliskan oleh kompasioner menjadi kenyataan. Ya Jokowi akhirnya menjadi Presiden, dan dengan demikian Indonesia pun berubah, dan Anda bisa lihat secara fisik, betapa Indonesia berubah total.Lihat saja jalan tol membentang di mana-mana, dan infrastruktur lainnya berubah.
Dan kalau jadi, Ibu Kota negara pun akan pindah ke Kalimanatam Timur, luar biasa. Dan Jokowi terpilih lagi untuk Priode ke dua, 2019-2024, Indonesia benar-benar berubah, bahkan ada wacana Jokowi akan dicapreskan kembali untuk priode ketiga, 2024-2029, walau ini bertentangan UUD 45, kecuali kalau UUD 45 diamendementkan kembali. Kalau ini terjadi, benar-benar Indonesia akan berubah, berubah drastis.
Kedua, Buku Kami Tidak Lupa Indonesia. Ini juga sebuah buku unik. Isinya tentang Diaspora Indonesia yang menyebar disleuruh dunia. Dan saya salah diantara sekian juta orang Indonesia yang berada di luar negeri saat buku ini ditulis dan diterbitkan. Dengan cover buku  yang juga menggelitik. Burger, dengan lapisan tempe! Bukan seperti biasanya, roti. Jadi Burger dengan atas bawahnya tempe, dan isi tengahnya biasa, racikan daging, tomat dan keju. Luar biasa, sebuah perpaduan Timur dan Barat.
Pada buku ini tulisan saya mendapat kohormatan besar, dengan nama samaran : Viraysmaut, dibaca: Syarip ingat mati, bertengger di Bab Pertama dengan judul " Diaspora Indonesia Sebuah Potensi Besar" hal 2. Buku yang diterbitkan atas kerjasama Bentang Pustaka dengan Kompasiana, tidak menuliskan bab 1, Bab 2 dan seterusnya, langsung pada judul yang dicetak tebal untuk membedakan babnya masing-masing.
Buku diterbitkan Maret 2014. Yang kebetulan di bulan tersebut adalah bulan kelahiran saya, jadi semacam hadiah Ulang Tahun untuk diri saya sendiri, pas usia ke 51 tahun. Entah disengaja atau tidak oleh redaksi, saya tak tahu. Beda dengan buku pertama di atas, yang tidak mencantumkan bulan penerbitan, buku yang kedua ini, ditulis bulan terbitnya, Maret 2014.
Dalam buku ini saya menyumbang artikel dengan judul " Â Ahok Dibenci? Ini Tiga Alasannya " hal 145. Buku yang terdiri dari 5 Bab. Bab 1 -- " Siapa Ahok? " Bab 2- " Karakter" ; Bab 3 "Aksi dan Reaksi"; Bab 4 " Tantangan " Â dan Bab 5 " Gubernur Sebagai Batu Loncatan". Â Buku yang dicetak sama dengan buku Jokowi di atas. Penerbitnya Elex Media Komputindo.
Judul buku ini adalah sebuah harapan, harapan untuk Indonesia, Tapi akhirnya kandas di tengah jalan. Untuk menuju RI 1 Ahok kebentur kasus, yang sudah sama-sma kita ketahui. Ahok kebentur kata-katanya sendiri, yang berakibat dirinya masuk bui selama 2 tahun, tapi sekarang sudah bebas, dan sudah masuk lagi ke dalam birokrasi BUMN, menjadi salah satu komisaris!
Pada buku ini saya menyumbang tulisan atau artikel yang sepertinya sedikit sombong, kena virus kata-kata Bung Karno " Hai Pemuda, Mana Dadamu, Ini Dadaku? " Judulnya coba baca " Ini Karyaku, Mana Karyamu? " Ada di hal 92-93. Kalau minjam kata Rhoma Irama" terlalu !" Baru nulis buku keroyokan saja sudah ngasih judul demikian, gimana kalau sudah berhasil menulis buku sendiri dan buku tersebut menjadi Best Seller, mimpi kali. Ya tak apa-apa mimpi dulu. Bukankah mimpi tak dilarang!
Nah itulah empat buku ontologi yang berhasil ditulis, dicetak dan diterbitkan! Tiga buku di atas saya dapat honor, lumayan buat traktir makan bakso. Buku yang terakhir persebahan buat sesama kompasioner yang punya kebiasaan menulis di kompasiana. Semoga empat buku tersebut bukan yang terakhir, semoga muncul buku-buku lain, baik ditulis sendirian ataupun yang keroyokan seperti empat buku ontologi ini. Jadi jangan berhenti menulis, kecuali maut memanggil kita.Â
Ingat, buku adalah jendela dunia, dengan menulis dan membuat buku, berarti kita telah ikut membuka jendela dunia untuk generasi berikutnya. Sekecil apapun potensi yang kita miliki, jangan menyerah. Kalau yang Males saja bukunya bisa sampai Best Seller, lihat di atas, mengapa kita tidak bisa? Ayo terus berkarya, ini Karyaku, mana Karyamu? Siapa Takut?
Jakarta, 14 April 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H