Kedua, Buku Kami Tidak Lupa Indonesia. Ini juga sebuah buku unik. Isinya tentang Diaspora Indonesia yang menyebar disleuruh dunia. Dan saya salah diantara sekian juta orang Indonesia yang berada di luar negeri saat buku ini ditulis dan diterbitkan. Dengan cover buku  yang juga menggelitik. Burger, dengan lapisan tempe! Bukan seperti biasanya, roti. Jadi Burger dengan atas bawahnya tempe, dan isi tengahnya biasa, racikan daging, tomat dan keju. Luar biasa, sebuah perpaduan Timur dan Barat.
Pada buku ini tulisan saya mendapat kohormatan besar, dengan nama samaran : Viraysmaut, dibaca: Syarip ingat mati, bertengger di Bab Pertama dengan judul " Diaspora Indonesia Sebuah Potensi Besar" hal 2. Buku yang diterbitkan atas kerjasama Bentang Pustaka dengan Kompasiana, tidak menuliskan bab 1, Bab 2 dan seterusnya, langsung pada judul yang dicetak tebal untuk membedakan babnya masing-masing.
Buku diterbitkan Maret 2014. Yang kebetulan di bulan tersebut adalah bulan kelahiran saya, jadi semacam hadiah Ulang Tahun untuk diri saya sendiri, pas usia ke 51 tahun. Entah disengaja atau tidak oleh redaksi, saya tak tahu. Beda dengan buku pertama di atas, yang tidak mencantumkan bulan penerbitan, buku yang kedua ini, ditulis bulan terbitnya, Maret 2014.
Dalam buku ini saya menyumbang artikel dengan judul " Â Ahok Dibenci? Ini Tiga Alasannya " hal 145. Buku yang terdiri dari 5 Bab. Bab 1 -- " Siapa Ahok? " Bab 2- " Karakter" ; Bab 3 "Aksi dan Reaksi"; Bab 4 " Tantangan " Â dan Bab 5 " Gubernur Sebagai Batu Loncatan". Â Buku yang dicetak sama dengan buku Jokowi di atas. Penerbitnya Elex Media Komputindo.
Judul buku ini adalah sebuah harapan, harapan untuk Indonesia, Tapi akhirnya kandas di tengah jalan. Untuk menuju RI 1 Ahok kebentur kasus, yang sudah sama-sma kita ketahui. Ahok kebentur kata-katanya sendiri, yang berakibat dirinya masuk bui selama 2 tahun, tapi sekarang sudah bebas, dan sudah masuk lagi ke dalam birokrasi BUMN, menjadi salah satu komisaris!
Pada buku ini saya menyumbang tulisan atau artikel yang sepertinya sedikit sombong, kena virus kata-kata Bung Karno " Hai Pemuda, Mana Dadamu, Ini Dadaku? " Judulnya coba baca " Ini Karyaku, Mana Karyamu? " Ada di hal 92-93. Kalau minjam kata Rhoma Irama" terlalu !" Baru nulis buku keroyokan saja sudah ngasih judul demikian, gimana kalau sudah berhasil menulis buku sendiri dan buku tersebut menjadi Best Seller, mimpi kali. Ya tak apa-apa mimpi dulu. Bukankah mimpi tak dilarang!
Nah itulah empat buku ontologi yang berhasil ditulis, dicetak dan diterbitkan! Tiga buku di atas saya dapat honor, lumayan buat traktir makan bakso. Buku yang terakhir persebahan buat sesama kompasioner yang punya kebiasaan menulis di kompasiana. Semoga empat buku tersebut bukan yang terakhir, semoga muncul buku-buku lain, baik ditulis sendirian ataupun yang keroyokan seperti empat buku ontologi ini. Jadi jangan berhenti menulis, kecuali maut memanggil kita.Â
Ingat, buku adalah jendela dunia, dengan menulis dan membuat buku, berarti kita telah ikut membuka jendela dunia untuk generasi berikutnya. Sekecil apapun potensi yang kita miliki, jangan menyerah. Kalau yang Males saja bukunya bisa sampai Best Seller, lihat di atas, mengapa kita tidak bisa? Ayo terus berkarya, ini Karyaku, mana Karyamu? Siapa Takut?
Jakarta, 14 April 2021