Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Sebatang Pensil

2 Februari 2018   21:00 Diperbarui: 2 Februari 2018   21:05 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ternyata pensil punya sejarah sendiri. Sumber: fanpop.com

Ada yang menarik ketika melihat sebatang pensil inipun karena terinpirasi oleh penulis  Al Kimia, Paulo Coelho, yang begitu asik untuk dinikmati setiap tulisannya. Saya pun jadi ikut-ikutan menulis tentang pensil. Iya saya juga heran, mengapa tokoh penulis dunia yang bukunya sudah diterjemahkan berbagai macam bahasa, kok menulis sebuah cerpen dari kumpulan cerpennya: " Seperti Sungai yang Mengalir " tentang pensil. Kok pensil ya, kenapa bukan benda lain yang lebih besar.

Dan karena cerpen tentang pensil tersebut saya jadi ikut-ikutan memperhatikan pensil. Padahal pensil itu saya bisa pegang setiap hari dan sering saya gunakan untuk menulis catatan kecil di sebuah kertas ukuran 10 x 10 cm, dengan warna yang berbeda, agar menarik perhatian ketika lupa. Yang bisaa di tempel di meja kerja atau di samping komputer. Ini salah satu cara untuk mengingatkan hal penting, ketika begitu banyak yang dipikirkan.

Dengan menggunakan catatan kecil yang ditulis pakai pensil di kertas berwarna yang menyolok, menjadi terbantu. Oh bahwa hari ini ada kegiatan penting yang harus diikuti, jika tidak, bisa lupa dan mengecewakan diri sendiri atau orang lain, yang mengundang acara, dan saya hadir untuk menjadi pembicara. Jadi pensil yang kelihatannya sangat sederhana, bisa dijadikan sebuah pembelajaran yang sangat sederhana.

Andapun mungkin terkejut atau mungkin menganggap hal bisaa, apa sih istimewanya sebuah pensil? Apa yang mau dipelajari dari sebuah pensil, sehingga seorang tokoh menulis terkenal seperti Paulo Coelho, sempat-sempatnya menulis cerpen tentang pensil. Anda bisa bayangkan, tentang pensil kok ditulis? Apa hebatnya sebuah pensil? Coba mari kita lihat sama-sama, kita belajar dari sepotong pensil yang dikala SD dulu anak-anak sampai-sampai tetap menggunakan pensil yang hanya tingga seperempatnya saja, ya sekitar 4-5 cm saja, tapi ya nama juga anak-anak, entah orang tuanya tidak memperhatikan, anaknya punya pensil tinggal seperempat tapi tak dibelikan yang baru atau mungkin karena begitu susahnya, hingga untuk membeli sepotong pensil yang baru pun tak mampu terbeli.

Atau memang tempatnya jauh di ujung kampun di pulau terpencil sehingga ketika pensil mau habis pun susah membelinya yang baru, karena harus ke luar dari pulau tersebut dan mencari kota di pulau lain. Wah ternyata pensil punya riwayat sendiri. Pernahkah Anda melihat seorang tukang bangunan yang menggunakan pensil yang berwarna merah biru, hanya dua warna di batangnya atau warna merah semua dan diselipkan di sisi telinganya, jadi ketika sang tukang mengerjakan yang lain atau membelah kayu atau memasang batu, pensilnya dengan "santai" bertengger di daun telinga, baik di kiri atau di kanan.

Pensilpun punya cerita lain, dengan sepotong pensil anak-anak bisa berantem karenannya, pensil anak hilang, tapi mengakui pensil milik anak B, yang kebetulan warna dan motifnya sama. Ada yang menarik lagi, pensilpun bisa dibuat untuk lomba acara 17an. Pensil yang diikat dengan tali rapia dan dimasukan ke dalam botol dengan cara pensil tadi diikat di pinggang dan menggantung di belangkang, maaf, pantat. Dengan jalan berjongkok dari arah ke arah yang sudah ditentukan. Silahkan Anda tambahkan cerita tentang penggunaan pensil untuk berbagai kegiatan lainnya. Jadi pensilpun ternyata punya multi fungsi, bukan hanya untuk menulis, tapi untuk fungsi yang lainnya. Baik, kita kembali belajar dari pensil. Apa yang kita bisa pelajari dari pensil.

Ternyata pensil punya sejarah sendiri. Sumber: fanpop.com
Ternyata pensil punya sejarah sendiri. Sumber: fanpop.com
Pertama, dengan pensil kita ingat akan Tuhan. Loh apa hubungannya pensil dengan Tuhan. Akh... ini sih mengada-ada, mungkin begitu bagi yang berpeikiran pendek. Mari kita buktikan. Ternyata dengan adanya pensil kita semakin yakin akan kebesaran Tuhan, karena bila Tuhan tak ada, maka pensil pun tak ada, karena bahan dasar pensil adalah kayu dan gif. Sedangkan kayu dan gif adalah ciptaan Tuhan, manusia hanya mengolah dari mentah, menjadi bahan setengah jadi dan kemudian diproses menjadi bahan jadi, yaitu pensil.

Dengan melihat pensil atau menggunakan pensil kita bisa melihat ciptaan Tuhan dan karya Tuhan. Bayangkan jutaan batang pensil atau bahkan milyaran batang pensil di seluruh dunia, apa jadinya kalau bahan mentah pensil tak ada, atau kayu sebagai bahan dasarnya tak ada, lalu dari apa pensil akan dibuat? Nah jadi jangan sembarangan dengan pensil. Ternyata pensil punya sejarah panjang.

Kedua, dengan pensil kita menghargai yang namanya kayu. Karena dengan kayu itulah pensil dibuat sebagai bahan dasarnya. Siapa yang tidak menghargai kayu, sama saja tidak menghargai pensil yang digunakan saat kecil dulu. Atau jangan-jangan sampai sekarangpun orang dewasa masih banyak yang menggunakan pensil terutama buat para pelukis untuk skets lukisannya.

Para pelukis wajah di Moskow, masih menggunakan pensil untuk menggambar orang, tentu saja dengan membayar. Bayaran perlembar lukisan hitam putih dengan ukuran 50-70 cm seharga antara 500-1000 rubel. Kalau Anda berkunjung ke Moskow, di jalan  Stare Arbat atau Arbat Lama, di jantung kota Moskow, Anda bisa menjumpainya dan bisa membuktikannya.

Ketiga, dengan pensil kita makin rendah hati, mengapa ? Karena apa bila ingin sukses, Anda harus siap dipertajam dengan berbagai macam tantangan, ujian, cobaan bahkan hinaan, cemoohan, caci maki dan lain sebagainya. Loh hubungannya dengan pensil apa? Lihat saja bila pensil mau digunakan, diraut dulu, dipertajam dulu hingga lancip. Bila tumpul, diraut lagi, digerus lagi dipertajam kembali, begitulah seterusnya. Itulah hidup dan kehidupan, tidak ada sebuah kesuksesan tanpa adanya  "rautan " tadi atau tidak dipertajam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun