Festival Indonesia 2017 ( FI 17)di Moskow telah menjadi semacam fenomena sendiri bagi warga Rusia, khususnya di Moskow. Â Mengapa? Karena dalam waktu tiga hari, 4-6 Agustus 2017 warga Moskow seperti air yang terus saja mengalir, dari mulai pukul 12.00 sampai dengan 21.00 waktu Moskow (14.00 -- 01.00 WIB). Ini benar-benar suatu acara yang menarik bagi warga Moskow khususnya dan umumnya warga Rusia.
Kalau acara tersebut tidak menarik? Buat apa mereka datang? Buat apa mereka bersusah payah dari berbagai tempat datang berkunjung, dan kunjungan mereka juga lebih dari batas waktu yang disediakan. Mengapa? Resmi acaranya pukul 12.00 WM, tapi mereka sudah datang sejak jam 10.00 WM, dan ketika akan ditutup pukul 21.00 WM merekapun kebanyakan masih tak beranjak dari tempat mereka.Â
Seakan kaki mereka lengket, terutama di pangung utama yang  dalam waktu tiga hari berturut-turut lagu dan tari Poco-Poco menggoyang dan suaranya membahana ke segala penjuru Hermtage Garden. Di samping lagu dan tarian daerah lainnya, yang tak kalah menariknya.
Kemarin sudah saya tulis tentang  makanan yang menjadi primadona acara FI 17 tersebut, Sate. Kini mari kita lihat yang lainnya. Oya,  sebelumnya perlu juga diketahui,  FI 17 yang dibuka oleh Menteri Perdagangan RI dan Duta Besar RI untuk Rusia dan Belarusia, Muhammad Wahid Supriyadi, yang secara bersamaan menabuh gendang dengan tokoh setempat, menandai dibukanya acara FI 17 tersebut pada Jumat, 4 Agustus 2017 sekitar pukul 15.00 WM, yang semula direncanakan pukul 12.00 WM, karena sholat Jum'at dulu, maka diundur.
Jangan lupa ini acara di Negara orang, bukan di Indonesia. Mengumpulkan orang yang nyaris 100.000 orang bukan perkara mudah. Kalau acara tersebut tidak menarik, mana mau mereka datang, bahkan  ketika hujan datang tiba-tiba, mereka sudah membawa payung! Jadi sudah total untuk datang ke acara FI 17, maka ketika hujan turun, mereka tidak pulang, tetap di tempat dan membuka payung atau jas hujan masing-masing. Pertunjukan jalan terus, penontonpun tak beranjak, kompak benar!
Hujan berhenti dan matahari bersinar kembali, tapi tak lama kemudian hujan turun lagi dan matahari hilang, tapi sebentar. Coba bayangkan, kalau tak punya niat berkunjung, ngapain di ruang terbuka, taman yang luasnya sekitar 6 ha tersebut, hujan ke hujanan, panas ke panasan. Kebetulan di Moskow memang sedang musim panas, tapi di bulan Agustus sudah mulai sering hujan. Jadi, walaupun iklim yang tidak menentu selama tiga hari tersebut, tak mengurangi pengunjung untuk datang.
Warga Rusia benar-benar disuguhi total kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam, membentang dari Aceh sampak Papua, pulau-pulau Indonesia terwakili semua, dengan dengan demikian kesenian, makanan, properti, pakaian, cendra mata dan lain sebagainya, diserbu warga Rusia. Padahal harga di Fi 17 ini diatas harga normal, bisa 2-3 kalai harga biasa. Namun tak mengurangi daya beli warga Moskow, faktanya, sebuh kelapa hijau dihargai 600 rubel, lihat tulisan kemarin, habis. Duren yang dihargai 1500 rubel  perbuah, padahal durennya kecil saja, juga sudah habis di hari pertama.
Belum lagi produk lainnya, benar-benar telah menguras kantong orang Rusia, jangan lupa bila belanja dengan orang Rusia kebanyakan tak ada tawar menawar, berapa pun harganya yang tertera atau dikatakan penjualnya, langsung dibeli. Dan bila membeli buah-buahan ya siap-siap nanggung resikonya, pahit atau asem, karena bila membeli buah-buah taka da  istilah di coba terlebih dahulu. Di Rusia memang serinkali konsumen dirugikan, masa beli buah tak boleh dicoba dulu? Jadi gimana pembeli tahu manis, asem, sepet atau bahkan pahit rasa buah tersebut? Ini Rusia Bung.