Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Inikah yang Menjadi ”Kuda Hitam” pada Pilkada DKI?

29 Agustus 2016   09:27 Diperbarui: 29 Agustus 2016   09:40 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: http://www.lensaindonesia.com/

15 Februari 2017 masih setengah tahun lagi, Pilkada DKI Jakarta itu sudah membuat ramai media, khususnya media social, biasa, yang muncul adalah pro dan kontra, ada yang setuju dan setuju dengan Ahok, ada yang oke dan mikir dengan Uno, ada yang bolak mikirnya pada Yusril, dan banyak yang berharap dan banyak juga yang tak setuju Risma ke Jakarta, ada pula yang mikirnya panjang sekali, hingga sampai saat ini, mau pilih “jagoannya” yang mana?

Ahok, Uno, Yusril atau Risma, Ini nama-nama yang beredar di pertengahan tahun menjelang PIlkada DKI Jakarta, lalu kemana yang lainnya, yang muncul setengah tahun sebelumnya. Ada Adyaksa, Roy Suryo, Nurwahid, Syafri dan lain-lain, kemana mereka sekarang? Mengapa belum bertarung, lalu mundur satu demi satu. Ini jelas hitung-hitungan politik di atas kertas, dan realistis menghadapi apa yan tejadi di lapangan.

Mikirnya dibuat mudah saja, kalau elektabiltas dan popularitas jauh dibawah standar, lalu buat apa-apa capek-capek maju atau ngotot untuk mencalonkan diri menjadi cagub DKI, bukankah ketika menjadi cagub bukan hanya akan keluar, tenaga, pikiran, perasaan, dan dana yang tidak kecil. Dan itu pertarungan yang bukan main-main. Hitung-hitungan kalah menang harus dicatat dengan teliti, bila tidak siap-siap “gigit jari”

Maka kalau diprediksi ke depan akan kalah atau “gigit jari”, maka buat apa diteruskan, bukankah akan sia-sia, sudah mengeluarkan semua yang ada, kemudian kalah, bukankah itu ibarat jatuh tertimpa tangga pula. Maka hitungan untuk mundur wajar saja, itu politik Bung! Dan ini bukan hanya menjadi bahan pemikiran para tokoh yang akan maju menjadi cagub, juga menjadi bahan analisa yang panjang buat partai politik.

Kok bisa? Loh mengapa tidak, partai politik pun tak mau sembarangan atau asal dukung, kalau hitung-hitungan di atas kertasnya akan kalah. Makanya partai politik dengan berbagai cara untuk menjaring para tokoh yang akan dimajukan menjadi cagub. Dan mungkin, ini kemungkinan aja, karena partai politik tak punya kader yang kuat, maka yang diajukan menjadi cagub, bukan anggota partainya sendiri. Ada apa ini, partai tapi tak punya kader sendiri yang mempuni untuk diajukan menjadi cagub.

Ini boleh dibilang krisis kader atau karena sudah terlalu banyaknya partai, sehingga partai dibuat bingung sendiri, ketika mencari kadernya untuk diajukan menjadi cagub di DKI, maka akhirnya mengkerucut menjadi beberapa nama di atas, walau baru-baru ini muncul lagi nama baru, mantan menteri di era Jokowi-JK, yaitu Rizal Ramli dan Anies Baswedan. Tapi ini masih wacana, belum terdengar gaungnya, paling-paling sukarelawan, yang masih tak jelas ujung pangkalnya.

Lalu siapa yang akan bertarung di 15 Februari 2017 nanti? Ya kita lihat saja pada batas limit akhir pencalonan cagub, pada September mendatang. Lagi-lagi ini terjadi karena diantara partai untuk bekerjasama masih cair, jadi masih belum final, partai apa mendukung siapa, dan partai mana mendukung tokoh apa, dan partai mana bersatu dengan apa? Masih saja terus tanda tanya. Namun siapakah lawan terberat Ahok?

Adakah “kuda hitam” yang akan muncul tiba-tiba, yang tidak disangka-sangka? Bila “kuda hitam” ini memang ada, dan tetap disimpan, dan hanya dikeluarkan pada waktunya yang tepat dengan kalkulalsi yang jitu, maka Pilkada DKI 2017 semakin menarik untuk disimak. Mengapa “kuda hitam” ini belum dimunculkan, baik oleh PDIP sebagai pemegang suara terbanyak di DPRD DKI, atau Demokrat sebagai partai penyimbang, yang bermain bandul politik kemana mereka suka.  Di sini seninya Pilkada DKI 2017, karena Pilkada DKI 2017 ini semacam “miniature” capres 2019 mendatang. Partai yang menang pada Pilkada 2017, bisa menjadi semacam amunisi yang semakin besar untuk juga bisa memenangkan capres 2019 mendatang.

Lalu siapakah yang akan menjadi “kuda hitam” pada pilkada DKI 2017? Ya namanya juga “kuda hitam”, kalau dikeluarkan sekarang atau jauh-jauh hari, bukan “kuda hitam” lagi namanya, tapi “ kuda putih” yang terang benderang, yang sudah dapat dibaca kekuatannya. Kalau “kuda hitam” memang disengaja disimpan agar tidak menjadi “sasaran tembak”, jauh sebelum pilkada berlangsung. Siapa tokoh tersebut? Silahkan menerka-nerka.

Jangan lupa juga dengan gaya Jokowi waktu Pilpres 2014 yang lalu, sebelumnya Jokowi bila ditanya wartawan tentang kesiapannya menjadi capres, Jokowi bilang” ga mikir-ga mikir, fokus ngurus Jakarta saja”, lalu apa yang terjadi? Semua sudah menyaksikannya, faktanya Jokowi sudah menjadi Presiden RI ke tujuh.

Hal tersebut bisa lain ceritanya, bila jauh-jauh hari Jokowi menyatakan siap menjadi capres 2014. Masih ingat dengan SBY di tahun 2004, ketika Megawati bertanya, “apakah SBY akan maju menjadi capres?” SBY “diam seribu bahasa” sampai menjelang limit, tiba-tiba SBY mendirikan Partai Demokrat. Dan hasilnya SBY dua kali menang Pilpres, 2004 dan 2009, mungkin kalau tak dilarang UUD 1945, SBY bisa maju lagi di Pilpres 2014 lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun