Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Arcandra Menjadi Sasaran “Tembak”?

15 Agustus 2016   09:26 Diperbarui: 15 Agustus 2016   20:22 3034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegaduhan apa lagi nih? Mengapa Indonesia tak pernah sepi dari kegaduhan ini? Memang mustahil, sebuah negara sebesar Indonesia akan hidup dalam keadaan, aman, tentram, anyem tanpa kegaduhan atau sepi dari kegaduhan dan hiruk pikuk politik. Namanya politik, seni merebut kekuasaan dan bila sudah diraih kekuasaan tersebut dipertahankan selama mungkin, sejauh undang-undang tidak melarangnya.

Reshuffle kabinet Kabinet Jokowi-JK( K2J) ke II sudah diluncurkan pada 27 Juli 2016 lalu, menteri-menteri baru berdatangan, “jatah” bergabungnya partai Golkar dan PAN mendukung pemerintahan K2J, masing-masing mendapat satu kursi, lumayan, bekas lawan politik pada masa kampanye 2014 lalu, kini beralih mendukung K2J. Ada yang digeser dan ada yang “dikepret” oleh presiden, hingga mental dari K2J. Seperti Luhut yang digeser dari Menkopolkam ke Menkomaritim, dan Rizal Ramli dan Anis Baswedan yang langsung out dari K2J, apa salah Ramli dan Anis? Hanya presiden dan Tuhan yang tahu.

Lalu muncul kegaduhan baru yang sengaja dihembuskan oleh-oleh oknum-oknum yang tak bertanggung jawab mengenai menteri ESDM yang baru, Archandra Tahar, yang mengganti Sudirman Said, diisukan punya kewarganegaraan ganda, dwikewarganegaraan. Oknum yang tak bertanggung jawab ini sengaja menghembuskan hal tersebut, untuk “menembak” langsung kepada Archandra Tahar tersebut atau jangan-jangan menteri ESDM ini sasaran antara, sedangkan sasaran utamanya adalah Presiden Jokowi.

Kok bisa? Ya bisa saja, apa yang tak bisa di Indonesia, negeri yang penuh dengan tokoh-tokoh politik yang “acak kadul”, walau banyak juga yang benar-benar berpolitik untuk kepentingan bangsa dan negara serta bertujuan untuk mensejahterakan rakyat, tidak percaya? Lihat saja hasil survey terbaru tentang kinerja lembaga-lembaga negara, dimana DPR termasuk lembaga tinggi negara yang paling rendah kepercayaan masyarakatnya, walau ini sudah di bantah oleh anggota DPR yang memang terkenal bersih dari PKS. “Kalau  DPR belum sempurna memang iya, tapi kalau tak dipercaya masyarakat, enggak lah, buktinya setiap kunjungan kerja rakyat menerima dan tidak didemo” begitu kira-kira bunyi bantahannya.

Kembali ke menteri ESDM yang baru, Archandra Tahar, yang mau tak mau menjadi kikuk karena rumor tersebut, karena mau tak mau harga dirinya sebagai warganegara Indonesia dipertanyakan orang, padahal kalau saja Archandra Tahar menolak permintaan Presiden Jokowi, seperti Risma yang menolak menjadi menteri, Archandra akan aman, tentram, nyaman, tinggal “berkipas-kipas” di negeri orang, AS, karena ilmu dan amalnya, sehingga punya berbagai hak paten tentang perminyakan yang membuatnya enjoy.

Namun karena keterpanggilan hati nuraninya untuk ikut membangun bangsa ini, Archandra mau menjadi menteri. Ingat kisah Habibie ketika di Jerman, saat tahun 70an dipanggil pulang untuk membangun Indonesia di bidang kedirgantaraan oleh Presiden Suharto waktu itu. Habibiepun kena terpaan isu kewarganegaraan ganda, bedanya ketika itu Habibie menjadi Presiden RI peralihan, dari Orba ke reformasi, karena sebelumnya hanya melanjutkan pemerintahan Suharto yang mundur pada tanggal 21 Mei 1998, namun sayang pertanggungjawabannya Hebibie di MPR saat itu ditolak, dengan demikian tak bisa maju lagi untuk menjadi capres pada pemilu berikutnya.

Kembali ke Archandra, “ Urang Awak” ini yang jelas-jelas mengaku “ berwajah Padang” menjadi “gerah” karena isu warganegara ganda ini. Apa pasal? Ya apa lagi kalau bukan adanya perebutan “emas hitam” alias minyak yang sudah menjadi rahasia umum bahwa Presiden Jokowi akan memberantas sampai keakar-akarnya para mapia migas, minyak dan gas, yang memang selama ini sukar diberantas.

Anda mungkin masih ingat ketika “ boming minyak” di Indonesia di era 70an, yang membuat “raja-raja” minyak di Pertamina bergelimang harta, yang boleh dibilang sampai “tujuh turunan”, dan saat itu bukan tak ada korupsi,  faktanya memang tak ada menteri yang didakwa korupsi, kebetulan juga belum ada KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi”. Lihat sekarang, mantan menteri ESDM di zaman SBY kesangkut KPK, yang kebetulan juga dari partai pemerintah saat itu, menterinya dari Partai Demokrat.

Nah kementerian ESDM memang boleh disebut kementerian “basah”, dalam arti penuh dengan sumber-sumber keuangan baik rupiah maupun dollar, karena menyangkut “emas hitam” tadi. Mengapa demikian? Ya mana ada sih negara yang tidak tergantung pada minyak sekarang ini. Coba saja lihat, harga minyak internasional, naik atau turun, akan mempengaruhi negara manapun. Lihat saja gejala ketika turunnya harga minyak perbarel yang mencapai titik terendah, sehingga perekonomian dunia ikut kacau balau, dan hebatnya lagi kekacauan atau krisis ekonomi tersebut menyentuh negara As dan di negara-negara Eropa, kalau negara berkembang  sih sudah jelas efeknya negatif.

Aneh juga memang buat Indonesia, harga minyak turun saja berakibat negative, apa lagi bila harga minyak dunia naik, negatifnya berlipat ganda, karena devisa Indonesia tersedot untuk mensubsidi harga minyak yang mahal tadi, ujung-ujungnya harga-harga di Indonesiapun akan meroket. Kok bisa? Karena Indonesia sekarang bukan lagi termasuk negara yang punya cadangan minyak, sehingga tak bisa mengekspor minyak seperti dua decade sebelumnya.

Dengan kondisi demikian Indonesia akhirnya terpaksa harus keluar dari keanggotaan OPEC, organisasi negara-negara pengekspor minyak, mengapa? Jangankan untuk mengekspor, produksi minyak untuk kebutuhan dalam negeri pun tak cukup, akhirnya Indonesia yang semula termasuk negara pengekspor minyak, sekarang menjadi negara pengimpor minyak, lucunya menteri yang mengurus minyak tetap menjadi rebutan partai politik. Ada apa ini? Mengapa bisa demikian? Inilah Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun