Ahok jelas sudah punya jurus sendiri untuk menang dalam Pilkada 2017 mendatang, modal utamanya adalah kinerjanya yang bagus dan membersihkan Jakarta dari oknum-oknum yang menyengsarakan rakyat. sumber:harianterbit.com
Saya pernah menulis 5 cara mengalahkan Ahok, dan dengan tulisan tersebut ada yang entah mengapa ketakutan, apa salahnya orang berbeda pendapat mengenai Ahok, bukankah Ahok juga manusia, yang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Lucunya ada yang sampai menyerempet ke SARA, apa pula ini? Mungkin maunya Ahok itu dipuja puji, disanjung-sanjung agar menang kembali di Pilkada 2017. Ahok ya Ahok, terlepas dari kelebihannya yang tegas, berani, tanpa tedeng aling-aling, memecat pegawai yang kinerja membuat rakyat sengsara dan lain sebagainya.
Ternyata Ahok juga punya kekurangan, dan kekurangan tersebut kasat terlihat jelas di depan mata, apa itu, ini semua orang tahu, bukan rahasia lagi. Marah yang meledak-ledak, emosi yang tak terkendali, arogan, merasa diri paling hebat, sombong, marah tak kenal waktu dan tempat, bukan contoh yang baik dalam segi kemempinan, mengapa? Karena sebagus apapun kinerja seorang pemimpin , etika tetap menjadi acuan, titik tolak yang tak boleh diabaikan, oleh siapapun yang menjadi pemimpin, beda dengan pejabat.
Nah agar tulisan seimbang dangan sebelumnya, saya beri judul, 5 cara memenangkan Ahok di Pilkada 2017 atau 5 jurus Ahok dalam pilkada 2017, walau ini sulit, tak semudah membalik telapak tangan, tapi bila diusahakan, minimal kalau kalah Ahok tak menyesal, hal ini sesuai dengan perkataan Ahok di berbagai media, Ahok senang kalau banyak “balon”, bakal calon, gubernur di DKI Jakarta. Dengan alasan rakyat Jakarta mempunyai banyak pilihan, dan jika balon tersebut lebih baik darinya, Ahok lebih senang. Terlepas itu bahasa bersayap atau tidak, yang terlihat nyata sekarang adalah banyaknya balon dari kalangan yang bukan main-main.
Ada mantan ketua MPR, Hidayat Nur Wahid. Ada mantan menteri, Adyaksa Daud dan Yusril Mehendra, dan kemungkinan ada dua wali kota yang balon juga, Risma dan Ridwan Kamil, walau keduanya masih melihat-lihat dulu, toh Pilkada masih tahun depan. Jika Risma dan Ridwa tidak atau batal balon, tiga orang yang disebut sebelumnya bukan lawan Ahok yang ringan, karena ketiga calon tersebut punya partai-partai masing-masing.
Jadi gimana cara Ahok bisa menang? Mungkin teman Ahok sudah punya strategi sendiri, paling tidak mereka sudah melakukan gerak dengan mengumpulkan tandatangan, dan lihat itu, teman Ahok itu ternyata berjilbab, lihat di acara Kick Andy 5 Februari 2016, jadi jangan bawa-bawa SARA. Banyak yang tak seiman dengan Ahok tapi tetap mendukung Ahok. Jadi kalau ada yang menulis tentang Ahok yang kelihatannya mendukung, itu belum tentu yang seiman dengan Ahok, atau sebaliknya yang tak mendukung Ahok pasti yang tak seiman dengan Ahok. Percayalah pemilih di Jakarta sudah cerdas, jadi tak perlu dibawa-bawa isu SARA, itu malah tak produktif.
Pertama, Ahok minta dukungan partai atau bergabung ke partai. Ahok bisa menang kembali, paling aman bila didukung partai, apa lagi dukungannya dari partai-partai besar, seperti PDIP, PKB dan lain sebagainya. Kalau dari Gerindera, sudah jangan diharapkan, karena Gerindera sakit hati atas tingkah Ahok yang keluar dari Gerindra. Dengan dukungan partai besar, paling tidak suara Ahok akan bertambah, karena Ahok mau tak mau harus berjuang menambah pemilih atau pendukungnya tak kurang dari 2,5 juta pemilih, untuk mendapatkan 50%+1, dari jumlah pemilih yang kurang lebih 7 juta orang, sudah saya tulis sebelumnya.
Kedua, Ahok mengerem emosinya, walaupun menahan Ahok untuk tidak marah-marah ketika melihat sesuatu yang menurutnya tidak pas, sama susahnya untuk menyuruh anggota DPR untuk jujur. Namun paling tidak dengan menahan sedikit saja amarah tersebut, sehingga Ahok terkontrol emosinya, karena dengan dapat mengontrol emosinya, mulut Ahokpun akan terkontrol pula, alias menjadi lebih kalem, dan kata-kata yang tak pantas keluar dari seorang pemimpin tak akan terjadi. Mengapa mengerem emosi itu perlu dilakukan Ahok? Ya itu tadi, bagaimanapun Ahok harus mencari teman sebanyak-banyaknya, bukan mencari musuh sebanyak-banyaknya, minimal dalam pilkada 2017, jika Ahok mau menang.
Ketiga, Ahok tetap pada prinsipnya dan ketegarannya yang sudah dimilikinya sekarang. Ahok tetap dengan kinerjanya yang memang sudah bagus, kekurangan di sana sini, hanya tinggal memolesnya. Ahok tetap harus menjadi “Ikan Salmon” yang menantang arus, apapun resikonya. Kalau memang untuk perbaikan Jakarta, yakinlah akan banyak pendukungnya, asal jangan rasis. Bila rasis, kita lawan sampai mati, sesuai dengan prinsif Ahok juga.
Apa lagi bila Ahok berhasil menertibkan kali jodo, dan membongkarnya dengan mencari alternative para penghuninya, dengan rumah susun misalnya, atau memberikan pekerjaan yang halal, sehingga preman-preman tersebut menjadi insaf dan hal-hal yang negative bisa hilang dengan digussurnya kali jodo tersebut. Itu baru satu hal, banyak hal yang lainnya yang bisa dilakukan Ahok untuk perbaikan Jakarta, otomatis akan menaikan citra Ahok juga.
Keempat, Ahok mulai menata dirinya agar tak terlihat arogan, baik dalam tingkah laku, perbuatan atau omongannya. Kesan arogan Ahok agar dihilangkan, orang boleh pinter, tapi dengan mengatakan dirinya sendiri itu pinter sudah sombong, sudah arogan, Orang boleh mampu melakukan segala hal, tapi bila dengan telah berbuat sesuatu, lantas mengecilkan pihak lain, itupun kesombongan. Nah Ahok harus mau tak mau, rendah hati, biarlah orang menilai Ahok berubah, namun berubah untuk hal yang lebih baik. Wah kalau arogansi Ahok berkurang, ini akan menambah “nilai jual” Ahok pada pemilih di pilkada nanti.
Kelima, Ahok tetap harus bekerja dengan team, tidak sendirian, paling tidak mempunyai wakil yang seirama, kalau Jarot sekarang sudah dianggap pas, ya tinggal dipertahankan, Perkara menggaet PNS atau Non PNS, itu sudah tak relevan lagi dengan kondisi sekarang. PNS dan Non PNS tak mempengaruhi kualitas kerja seseorang. Tak mesti yang PNS itu berkualitas atau sebaliknya yang Non PNS tak berkualitas, hal tersebut bisa terjadi sebaliknya. Silahkan saja dicari orang-orang di sekeliling Ahok yang seirama, seiring dan sejalan, agar langkah Ahok menata pemerintahan di Jakarta menjadi lebih lancer dan lebih baik lagi.
Itulah lima jurus yang harus dilakukan Ahok untuk bisa menang dalam Pilkada 2017. Oya, jangan menganggap remeh lawan. Persiapan tetap penting dan pendukung juga tak kalah pentingnya. Dan hal tersebut akan didapat oleh Ahok, bila Ahok menjalankan lima langkah tersebut. Anda bisa saja menambahkan.
Namun bagi penulis sendiri, tak penting yang menjadi gubernur itu siapa, Ahok atau bukan, yang penting gubernur itu bisa mengatasi kemacetan yang kronis, menata banjir dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat Jakarta di golongan menengah ke bawah.
Diharapkan jabatan gubernur itu jangan dijadikan “batu loncatan” saja untuk menuju RI1, kalau itu dilakukan, paling tidak dipersiapkan wakilnya, dan uniknya orang seperti Ahoklah yang pas dijadikan wakilnya. Sehingga ketika gubernur menjadi RI1, orang yang seperti Ahok menggantikannya, sehingga program berkesinambungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H