Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bila Ahok Menang 2017, Maka Ahok Capres 2019

28 Januari 2016   10:48 Diperbarui: 1 Februari 2016   12:26 2965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ahok seorang politikus, lompat dari satu partai ke partai lain, tujuannya tentu ke jabatan yang lebih tinggi, jadi Ahok yang  sekarang Gubernur akan mengejar kedudukan yang lebih tinggi lagi. 

Waduh… Ahok kok dikeroyok, rupa banyak sekali yang mau jadi Gubernur DKI Jakarta. Loh katanya menjadi pemimpin susah, repot, banyak masalah, tanggung jawabnya besar dan siap-siap jika melencengkan anggaran akan berhadapan dengan KPK, komisi pemberantasan korupsi. Sudah banyak Gubernur yang ditangkap KPK, dan sudah banyak pejabat yang ditahan KPK. Rupanya memang mengasikkan menjadi pejabat itu, buktinya banyak yang mau menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Ya sudah Ahok tinggal tepuk tangan saja, diam sambil menghitung pendapatannya yang sekian milyar pertahun. Mengapa? Karena kursi Gubernur DKI akan kembali didudukinya. Loh kok bisa? Lihat saja pesaingnya sekian banyak, ada Hidayat, Tantowi, Adyaksa, Lulung, dan  lain sebagainya. Saya pernah menulis dengan judul : “Ahok jangan dikeroyok, cukup hadirkan Ridwan Kamil.” Kalau benar-benar calon bakal Gubernur DKI Jakarta sekian banyak, yang untung bukan siapa-siapa, tapi Ahok. Ahok dikeroyok akan menang, karena suara lawan terbelah. Sedangkan suara teman Ahok menyatu, full.

Siapapun orangnya, kecuali Ridwan Kamil dan Bu Risma, Ahok masih di atas angin, Tapi kalau lawan tandingnya, kalau boleh disebut pertandingan, Ridwan Kamil, masih bisa fifty-fifty, namun itupun masih pakai syarat, semua yang bersebrangan dengan Ahok berkumpul pada Ridwan Kamil, tapi kalau Ridwan Kamilnya hanya bagian dari para calon Gubernur DKI Jakarta, ya Ahok yang menang. Mengapa? Ya itu tadi, suara lawan terpecah, suara Ahok mengumpul. Masih kurang percaya? Lihat ketika Pilgub DKI Jakarta 2012, Jokowi dikeroyok, ya menang Jokowi, suara lawannya terpecah belah, suara buat Jokowi menyatu, iyakan?

Masih kurang yakin? Suara yang terpecah belah tak akan menang, itu sudah sejak jaman nenek moyang kita. “ Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”. Jelas sekali pernyataan itu, sebuah kekuatan sebesar apapun, kalau terpecah belah akan mudah dihancurkan, mudah di kalahkan. Ambil contoh, Negara sekecil Belanda dan penduduknya hanya sekian persen dari jumlah penduduk Indonesia, tapi mampu mengalahkan dan menjajah Indonesia, mengapa bisa terjadi? Jawaban singkat, Indonesia waktu itu belum bersatu, masih pecah belah dan mudah diadu domba. Jelas bukan?

Jadi kalau mau mengalahkan Ahok, untuk mengumpulkan suara, ya pihak lawan harus bersatu, dan itupun harus lawan yang sebanding, kekuatan maupun kemampuannya, serta elektabilitas dan kepopulerannya relative sama dengan Ahok, jika tidak, sekali lagi Ahok yang menang. Saat ini Ahok boleh dikatakan punya semuanya, ya kekuatan, keberanian, ketegasan, ketegaran, dan relative punya kejujuran dan kerbersihan, apa lagi? Jadi kalau melawan Ahok, pihak lawan bukan hanya harus bersatu, tapi punya hal-hal yang dimiliki Ahok sekarang, bila tidak, ya hanya akan meramaikan pilihan Gubenur saja, alias menjadi penggembira. Kalau memang tujuannya mengalahkan Ahok, ya harus bersatu pihak lawan Ahok. Kalau hanya ambisi pribadi, ya silahkan saja, boleh-boleh saja, tapi ya itu tadi hanya akan numpang lewat, persis tulisan di kompasiana, ditulis, tapi lewat begitu saja, tak ada yang baca, kecuali diri sendiri atau seglitintir orang.

Tentu saja anggapan demikian, melecehkan pihak lawan Ahok, karena yang maju sekarang ini banyak, ada mantan ketua MPR, mantan menteri, anggota DPR/DPRD dan lain sebagainya. Jadi lawannya bukan sembarang orang juga, artinya punya pengaruh kuat di level masing-masing. Tapi sekali lagi, semakin banyak lawan Ahok, suara lawan akan terpecah belah, suara Ahok menyatu, apa yang terjadi? Ahok akan menang lagi, kecuali pihak lawan berubah pikiran, paling tidak ada dua puteran, kalau bisa, kemudian pada putaran kedua Pilgub 2017 itu, pihak lawan , dalam hal ini semua partai, bersatu, dan lawan Ahok yang tanpa partai, karena kabarnya Ahok akan mencalonkan dirinya lagi, lewan jalur independent, bukan lewat partai, dan akan dideklarasikan pada 1 Mei 2016 mendatang, benar atau tidaknya kita lihat nanti.

Jadi bagaimana cara mengalahkan Ahok, inipun sudah pernah saya tulis dengan judul” 5 cara mengalahkan Ahok” yang membuat kawan Ahok seperti “kebakaran jenggot”, padahal teman Ahok kemungkinan besar tak ada yang jenggotan,  dan dianggap tulisan tersebut sudah membendung Ahok sejak dini hari, dan lupa bahwa teman Ahok sudah menjaring ribuan tanda tangan untuk menggoolkan Ahok pada Pilkada 2017 mendatang, konon sudah terkumpul lebih dari syarat yang ditentukan, sekitar setengah jutaan lebih, dan targetnya katanya satu juta tanda tangan, dan akan dicapai pada akhir tahun 2016 ini, benar atau tidaknya ya kita lihat saja nanti.

Namun terlepas dari itu semua, Pilkada 2017 ini akan menarik perhatian banyak orang, karena bisa saja siapun yang menang pada Pilkada DKI Jakarta 2017, akan dijadikan batu loncatan untuk Pilpres 2019. Kok bisa? Bisa saja, karena contohnya sudah ada, siapa? Jokowi. Ya Jokowi Sang Gubernur DKI yang terpilih pada tahun 2012, kemudian loncat, jadi hanya 2 tahun Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta, kemudian mencalonkan diri menjadi Capres 2014 dan menang, sekarang menjadi Presiden RI ke 7, Lalu jabatan Gubernurnya diserahkan pada wakilnya, Ahok.

Dengan pengalaman tersebut, jangan-jangan para Bacagur, bakal calon gubernur DKI semua berpikir demikian, Jokowi bisa, mengapa saya tidak? Wah seru nih, bakal ramai nih. Ini asik buat demokrasi kita, bahwa Pilkada telah menjadi ajang untuk kecerdasan berdemokrasi. Sah-sah saja para bacagur itu maju, tak ada larangan, selama tak melanggar aturan dan mengikuti prisedur KPUD, komisi pemilihan umum daerah. Asal jangan ada money politik, mari terus berdemokrasi yang elegant, jujur, manusiawi, berwibawa dan tidak berdarah-darah.

Mari tunjukan bahwa Indonesia benar-benar negara yang menjujung tinggi demokrasi, siap menang dan siap kalah. Yang menang tidak sombong, yang kalah tidak membuat kerusuhan dengan berbagai cara. Mari tumbuhkambangkan jiwa sportifitas yang tinggi bagi para bacagur DKI Jakarta. Jabatan Gubernur adalah amanah, bukan anugerah.

*) Sumber Gambar: sandaltjipit.blogspot.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun