Lihat itu, ini bukan konser, ini pertaruhan nyawa, kerja polisi penuh resiko, apa lagi dalam menghadapi teroris, polisi menjadi sasaran utama. Sumber: kapanlagi.com
Kemarin saya menulis tentang polisi yang jempolan, saya beri judul “ Jempol buat polisi, ini baru polisi”, responya lumayan, ternyata polisi masih “bisa unjuk gigi” tak selamanya polisi hanya dijadikan bahan anekdot, yang rupanya hal tersebut memang cara masyarakat mengeluarkan uneg-unegnya pada sepak terjang polisi selama ini, bahkan sampai saat tulisan kemarin pun, masih banyak imange negatif polisi masih saja ada, terutam polisi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, seperti polisi lalu lintas atau ketika masyarakat mengadu atau melapor pada polisi, misalnya kehilangan sesuatu, yang jawabannya masih sama, tidak ketemu!
Bahkan banyak rumor yang beredar di masyarakat kalau lapor polisi bunyinya akan begini” lapor kehilangan kambing, sapi ikut melayang” ironis bukan? Memang repot menjadi polisi di Indonesia, itu kata sebagian orang, buktinya ketika tanggal 14 Januari 2016 yang lalu, yang masih hangat kejadiannya di masyarakat, polisi bertindak cepat, tegas, dan berani, masih saja mendapat kritikan, repot memang. Polisi bergerak cepat, dicurigai, polisi bergerak lambat, katanya lelet. Jadi gimana dong polisi seharusnya? Kisah polisi ini hampir sama dengan kisahnya humor sufi, antara Lukman ( tokoh sufi bahkan ada yang bilang nabi) , anaknya dan himar atau ada juga yang menyatakan antra Abu Nawas, anaknya dan himar. Mungkin ada yang pernah baca, sekedar mengingatkan saja, begini.
Ketika Abu Nawas, kita sebut saja begitu, membawa himar, dan himar itu dituntun bersama anaknya, ada yang komen” bodoh amat, punya himar kok tidak ditunggi?”. Abu Nawas mendengar komen tersebut, lantas himar itu ditungganginya sendiri, dan anaknya menuntun. Ada komen lagi” Itu orang tua bangka tak tahu diri, dia di atas enek-enakan, anaknya disuruh menuntun himar. Mendengar komen tersebut, Abu Nawas turun, lalu mempersilahkan anaknya untuk naik. Namun baru beberap langkah, ada lagi yang komen” Anak tahu diri, bapaknya sudah tua di suruh nuntun himar, eh dia enak-enakan di atas himar.
Mendengan komen tersebut, Abu nawas menyuruh anaknya untuk turun, lalu mereka mengambil sebatang kayu, lalu diikatnya himar tersebut dan mereka gotong. Belum lama menggotong himar tersebut, ada yang komen lagi: Ni keluarga gila, himarnya masih hidup, kok digotong!” Pusinglah Abu Nawas di buatnya” tidak ditunggangi salah, ditunggangi sendiri salah, di tunggai anaknya salah, ditunggani berdua salah juga, di gotong pun salah, semuanya serba salah, persis singkatan ISIS, Ini salah itu salah” Begitulah kalau tindakan selalu mendengar omongan orang, apapun kata orang yang ditemukan hanya kesalahan demi kesalahan.
Kembali ke polisi, begitulah penilaian terhadap polisi, dan bisa juga menimpa lembaga lain. Semakian banyak pengamat dan komentator, akan semakin banyak komen yang bisa saja berbeda satu sama lain, bahkan bias, tak sesuai dengan kontek atau masalah yang sedang dibicarakan. Jadi kalau polisi dianggap masih juga kurang bekerja, bekerjanya kurang maksimal, ya apa boleh buat, karena memang penilaian manusia akan berbeda satu sama lain, tergantung dari sudut mana melihatnya, rambut sama hitam, pikiran orang siapa tahu. Namun tulisan ini tak ingin berpolemik tentang sepak terjang polisi, hanya ingin membicarakan bahwa polisi itu punya jasa yang sangat besar bagi keamanan, ketentraman dam kenyamanan bagi warga negara, apa buktinya? Mari kita bahas satu demi satu.
1. Di saat orang sedang nyenyak tidur, polisi ada yang sedang bertugas atau piiket, jaga malam. Kontrol dari satu tempat ke tempat lain, di tengah-tengah malam buta. Orang banyak telah tertidur lelap, tapi anggota polisi yang mendapat tugas jaga malam akan keliling. Bayangkan orang tidur nyenyak polisi sedang berjaga-jaga dan bila terjadi apa-apa polisi langsung mendapat serangan, dan mungkin kata-kata yang tak baik.
2. Di saat orang sedang bergegas pulang kampung di hari lebaran, hari natal atau tahun baru. Polisi justru sibuk menjaga dan bisa dikatan bersiaga seratus persen, takut terjadi apa-apa di hari raya ummat Islam dan ummat Nasrani tersebut. Di saat orang sedang berpesta di tahun baru, polisi justru menjaga atau kerja, agar di tahun baru tak terjadi apa-apa, bahkan untuk tahun yang baru lalu saja, 1 Januari 2016, konon polisi sudah bersiap siap siaga sejak bulan November sampai plus “H 3”.
Jadi hari-hari besar yang seharunya mereka bersama keluarga, istri dan anak-anak mereka, tapi mereka sebagian besar justru begadang, hujan ke hujanan dan panas ke panasan, agar orang yang mudik lebaran aman dan lancar. Coba lihat itu, betapa besar pengorbanan mereka, padahal kalau dilhat sesama PNS, misalnya, toh gaji mereka sama, sesuai dengan pangkat dan golongan masing-masing.
3. Lihat lagi, ketika hari libur tiba, baik itu lebaran , natal atau tahun baru atau ada acara 17an, betapa mereka, para polisi tetap digaris depan menjaga keamanan, agar para pengunjung di tempat-tempat rekreasi, tempat wisata, yang biasanya memang dikunjungi masyarakat ketika liburan,apa lagi kalau liburan panjang, polisi hadir agar tetap berjalan liburan aman, lancer dan terkendali. Orang-orang yang liburan bersama keluarga, menjadi bahagia senang sukacita tertawa senyum penuh canda.