Lihat itu Bung Karno dengan peci hitamnya saat berkunjung ke Rusia. Dokumen Pribadi
Masih ingat tentang Bung Karno?
Siapa yang tidak mengenal Bung Karno sang “penyambung lidah rakyat"?
Siapa yang tak mengenal Bung Karno sebagai Proklamator?
Siapa tak mengenal pendiri Republik Indonesia?
Siapa yang tak mengenal Panglima Besar Revolusi?
Siapa yang tak mengenal Bung Karno dengan tongkat komandonya?
Siapa yang tak mengenal “Putra Sang Fajar”?
Siapa yang tak kenal dengan “Jas Merah”nya Bung Karno?
Siapa yang tak mengenal penulis “Di Bawah Bendera Revolusi?”
Siapa yang tak mengenal peci hitamnya Bung Karno?
Dan sederet pertanyaan yang lain yang bisa ditunjukan untuk Bung Karno.
Jika masih ada yang belum mengenal sepak terjang Bung Karno sebagai “Bapak Bangsa Indonesia” maka pertanyaan tersebut harus dicari sendiri jawabannya. Mengapa? Sangat mengherankan kalau sebagai anak bangsa tak mengenal bapak bangsa? Atau sangat mengherankan kalau sudah 70 tahun Indonesia merdeka sampai tidak mengenal siapa Bung Karno, wah ini harus benar-benar belajar sejarah dan menggali sejarah, tak perlu jauh-jauh, buka saja “Syekh Google” pasti ketemu, kecuali kalau tak mendapat sinyal HP dan internetnya error.
Tulisan ini tak akan memperkenalkan Bung Karno atau menjawab semua pertanyaan di atas, namun ada sesuatu yang menarik yang mau diangkat tentang Bung Karno, apa itu? Yang sederhana saja, peci hitamnya Bung Karno. Ini sesuatu yang luar biasa, hanya sepotong peci hitam dapat membuat sebuah ikon suatu bangsa. Benar-benar brilian Bung Karno, padahal kalau melihat sejarahnya mengapa sampai Bung Karno memakai peci hitamnya, orang bisa tersenyum, bahkan mungkin ngakak, loh kok bisa?
Mari kita lanjutkan, peci hitam yang digunakan oleh Bung Karno bukan saat Bung Karno masih muda, bukan, bukan saat masih muda. Ketika masih muda Bung Karno pakaiannya blangkon, bukan peci hitam! Lalu mengapa Bung Karno kemudian mengganti dari blangkon ke peci hitam? Kalau jawabannya serius adalah agar tidak menonjolkan kejawaannya, karena blangkon adalah penutup kepala yang biasanya digunakan oleh kebanyakan orang Jawa. Maka agar tidak menjadi ”jawanisasi”, maka diganti dengan penutup kepala yang netral, yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia secara umum dan tidak mengenal perbedaan suku, bangsa dan agama. Maka peci hitamlah menjadi pilihannya.
Jadi peci hitam bisa digunakan oleh orang Indonesia dari suku manapun, bangsa manapun dan agama manapun. Beda dengan kopiah putih yang dipakai oleh para jemaah haji Indonesia setelah pulang menunaikan ibadah haji dari Mekkah, di Tanah Abang kopiah putih itu banyak dijual, padahal itupun hanya berlaku di Indonesia, karena di negara asalnya, di Saudi Arabia dan di negara-negara Timur Tengah lainnya yang memakai kopiah putih atau sorban juga digunakan oleh umat Yahudi dan Nasrani.
Namun di Indonesia, entah siapa yang memulaianya, kalau orang sudah pakai sorban atau kopiah putih disebut “Bang Haji”, “Pak Haji” atau “ Wak Haji” dan lain sebagainya. Padahal kalau di Rusia sorban bahkan digunakan untuk syal di musim dingin. Ini mungkin yang disebut “lain ladang, lain belalangnya” atau “lain lubuk, lain ikannya”.
Kembali ke peci hitam Bung Karno. Di atas sudah ada jawaban yang serius, lalu jawabannya santainya? Aha… ternyata sangat sederhana sekali. Ya amat sangat sederhana sekali, coba itu jadi dobel penggunaan katanya, sudah “amat” ditambah “sangat” mengapa begitu? Ya karena memang jawaban memang sederhana sekali. Bung Karno menggunakan peci hitam karena kepalanya menjelang botak! Nah loh… kok bisa begitu? Lagi-lagi karena usianya menjelang “senja”. Ini bukan jawaban “ngawur”, melainkan memang dikatakan sendiri oleh Bung Karno dalam buku Biografinya “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat” tulisannya Cindy Adams, wartawati dari AS. Bab dan halaman berapa? Cari sendiri dan Baca sendiri di buku tersebut.
Namun hebatnya Bung Karno, “aib” kepalanya itu ditutupi dengan hal yang sederhana, tapi luar biasa. Mengapa peci hitam yang sangat sederhana tersebut menjadi luar biasa? Siapa lagi kalau bukan sang pemakainya, Bung Karno. Nah setelah ketemu “formula” menutupi kepalanya yang mulai agak botak tadi, maka peci hitam itu terus digunakan oleh Bung Karno, terutama ketika mengadakan kunjungan ke berbagai negara, jadilah peci hitam itu “ikon” untuk Indonesia dan Bung Karno, sampai saat ini. Dan itu terekam dalam sejarah, termasuk di Rusia, sudah saya tulis beberapa hari yang lalu dengan judul ”Kharisma Bung Karno Melekat di Kalbu Bangsa Rusia”.
Lalu apa hubungannya dengan tulisan ini? Peci hitam telah menjadi trade mark-nya Bangsa Indonesia yang diperkenalkan ke seluruh dunia oleh Bung Karno, maka jangan sampai diklaim oleh negara tetangga nantinya! Walaupun dua negara tetangga menggunakannya juga, Malaysia dan Brunei Darussalam, tapi Bung Karno lebih dahulu memperkenalkannya di dunia Internasional.
Jadi sebelum diklaim, diakui atau dipatenkan oleh negara tetangga, terutama Malaysia, yang memang sering lebih cepat dibandingkan Indonesia dalam segala hal, terutama paten mematenkan, ingat beberapa kasus, sehingga Indonesia dan Malaysia sempat tegang, gara-gara mematenkan apa yang memang dimiliki oleh Indonesia.
Dan Indonesia memang sering kali reaktif, kalau suatu hasil budayanya dipatenkan pihak lain, mencak-mencak! Bukannya aktif atau segera mematenkan hasil budayanya, maka melalui tulisan ini agar peci hitamnya Bung Karno segera dipatenkan. Dan jangan lupa juga, dengan memakai peci hitam di Rusia, mereka tahu, itu pasti orang Indonesia! Nah kerenkan, Indonesia di luar negari indentitasnya jelas, peci hitam!
Ayo pemerintah, jangan sampai peci hitam ”diserobot” duluan oleh Malaysia untuk dipatenkan. Mungkin sudah dipatenkan peci hitam tersebut, saya saja yang belum tahu. Wah kalau memang sudah, ya syukurlah. Tapi omong-omong peci hitam bung karno ada berapa ya? Dan disimpan di mana ya? Ada yang tahu? Jangan lupa, peci hitam Bung Karno itu sudah menjadi benda sejarah, jadi harus disimpan baik-baik dan ditempatkan di museum, agar masyarakat umum atau generasi muda bisa belajar darinya.
Untuk apa? Ya apa lagi kalau bukan untuk kebanggaan nasional, seperti Wayang Kulit, Candi Borobudur, Komodo dan lain sebagainya yang memang sudah diakui dunia, milik khas Indonesia, melalui salah badan di PBB, UNESCO. Dengan peci hitam tadi semoga menambah rasa persatuan dan kesatuan bangsa, yang sesuai dengan sila ketiga dalam Pancasila, “Persatuan Indonesia” yang kebetulan hari ini, tanggal 1 Oktober, tepat dengan “Hari Kesaktian Pancasila”. Kalau peci hitam Bung Karno belum dipatenkan, segera dipetenkan! Tunggu apa lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H