Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dicari Presiden yang Teruji Bukan Janji

2 Januari 2014   12:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:14 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_287762" align="aligncenter" width="660" caption="Ini dia capres 2014 yang beredar di masyarakat, tak penting siapa orangnya, tak penting partainya, yang penting capres tersebut sudah teruji dan terpuji. Ilustrasi:www,feorumpwi.com"][/caption] Selamat tahun baru 2014, semoga di tahun yang baru ini kita semua semakin baik di banding tahun-tahun sebelumnya, dan semoga Indonesia sebagai negara yang sama-sama kita cintai akan menjadi  lebih baik lagi di tahun baru ini dan tahun-tehun mendatang. Dan untuk 2014 ini, yang orang bilang tahun Pemilu, semoga menjadi Pemilu yang benar-benar memenuhi enam asasnya, yaitu: LUBER dan JURDIL( Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil). Dengan enam asas yang sudah baik itu, semoga benar-benar  baik dalam pelaksanaannya, bukan hanya baik dalam tiori ketatanegaraan Indonesia, tapi benar-benar enam asas Pemilu tersebut dilaksanakan oleh KPU( Komisi Pemilihan Umum) dan tentu saja didukung oleh Pemerintah yang aparat pertahanan dan keamanan yang netral, sehingga rakyat benar-benar memilih calon-calon Legislatif dan calon-calon Presidennya dengan aman, nyaman dan mendapat tekanan apapun dan dari siapapun. Nah di tahun Pemilu ini, tentu saja banyak "jago-jago" atau  capres-capres yang sudah didukung oleh partainya masing-masing. Baik yang sudah terang-terangan sejak beberapa tahun sebelumnya sampai yang masih malu-malu, bahkan masih "bermain dengan waktu". Dari yang mantan jenderal sampai raja dangdut, semua ada dan tersedia di" meja makan" KPU. Walau secara resmi belum "dihidangkan", karena Pemilu capres baru dilaksanakan setelah pemilu Legislatif, bukan berbarengan. Padahal kalau dilaksanakan bersamaan, lebih menghemat anggaran, bukankan Pileg dan Pilpres sekarang langsung dipilih rakyat? Jadi buat apa dipisah? Bukankah hasil Pileg bukan untuk mengangkat Presiden? Hasil Pileg hanya untuk mendapat posisi masing-masing di DPR dan DPD nanti, yang kedua lembaga tersebut otomatis menjadi anggota MPR, yang sekarang jumlahnya 560(DPR)+312(DPD). Dengan demikian bila Pileg dan Pilpres dilakukan bersama-sama lebih menekan biaya, tapi repotnya tak bisa dilaksakan, mengapa? Karena capres baru bisa ditentukan atau seseorang bisa menjadi capres bila partai yang mengusungnya memperoleh 20% kursi di DPR atau mendapat dukung 25% suara Pemilu nasional. Itu kendalanya mengapa Pileg dan Pilpres tak bisa dilakukan bersamaan. Baik,  kita kembali capres 2014 mendatang. Siapa capres yang paling diunggulkan rakyat? Kalau menurut berbagai macam survey ya Jokowi, karena Jokowi selalu menempatkan posisi teratas dalam berbagai lembaga survey tersebut, walaupunada yang kontra terhadap survey tersebut, siapa? Ya siapa lagi kalau bukan yang namanya berada di bawah, kalau yang namanya sudah di atas dalam surveys tersebut, tak akan protes, karena menguntungkan namanya. Biasa, normal, itulah manusia. Kalau yang menguntungkan walau tak sesuai dengan kompentensinya, diam saja, tak protes! Tapi kalau merugikan, walau memang namanya tak punya kompetensi yang diunggulkan, maka akan "mencak-mencak". Lalu siapa yang paling pantas? Tentu saja capres yang dapat merubah kehidupan rakyat banyak untuk lebih baik dan lebih sejahtera. Rakyat rasanya, tak peduli lagi siapa yang menjadi capresnya, mau dari sipil atau militer, itu tak penting. Mau dari raja dangdut atau "raja hutan" itu bukan masalah. Mau dari Jawa atau luar Jawa, bukan persoalan. Mau dari partai lama atau partai baru, bukan problema. Yang penting mampukan capres itu mensejahterakan rakyat nanti, mampukah capres itu nantinya memakmurkan rakyatnya, ini yang penting! Awas rakyat jangan sampai salah pilih, salah pilih akan menyesal paling tidak memakan waktu 5 tahun ke depan, dari 2014-2019. Lalu bagaimana kalau golput, golongan putih, golongan orang-orang yang tak memilih dalam Pileg dan Pilpres padahal punya hak untuk memilih? Golput ini golongan yang sudah apatis melihat Pileg dan Pilpres, karena menurut golongan ini, semua politikus itu kotor, semua pejabat yang akan duduk di DPR nantinya adalah politikus-politikus yang tak bisa dimintai pertanggungjawabnya, karena bagi anggota DPR semacam ini hanya untuk mengejar kekuasaan dan "mengembelikan" dana yang sudah dikeluarkan sebelum atau selama kampanye, yang dana tak sedikit. Jadi Golput sudah tak percaya pada adanya Pileg dan Pilpres, jadi walau punya hak pilih tak digunakan untuk memilih, apa lagi kalau "jagoannya" tak dicalonkan atau tak dicapreskan, ya sudah mereka"mutung", tak mau memilih. Bolehkan Golput disebut egoist?  Bisa bisa tidak, tergantung dari sudut mana melihatnya.Kalau dilihat dari caranya, baru milih kalau ada jagoannya, iya, egoist. Tapi bila tak memilih karena alasan lain, tidakegoist. Ini Bahaya, kalau jumlah Golput lebih banyak dari pemilih, atau jumlah prosentasenya memenangkan suara ketimbang yang diraih oleh dua belas partai peserta Pileg. Nah kalau prosentasenya juga mengalahkan suara pemilih di Pilpres, tentu saja legitimasinya seorang presiden menjadi berkurang, walau tetap sah! Repot memang kalau rakyat sudah apatis pada politikus-politikus, sehingga mereka tak percaya lagi pada politikus tersebut. Padahal dalam bidang apapun, ada yang baik dan ada yang buruk. Begitu juga politikus, tentu banyak yang baik disamping yang buruk. Repotnya memang kalau sudah dipikiran orang-orang Golput itu, semuanya buruk. Ini bahaya dalam demokrasi kita, loh kalau mereka tak memilih, lalu nanti yang terpilih adalah politikus-politikus yang benar-benar buruk gimana? Bukankah akan melahirkan UU yang juga buruk, kalau UU yang dibuat buruk, maka untuk melaksanakan UU tersebutpun melahirkan peraturan-peraturan yang buruk pula, lalu apa jadinya negara kita ini? Akan hancur negara yang besar ini, kalau diisi oleh polikus-politikus yang buruk! Maka dari itulah rakyat harus benar-benar memilih yang terbaik, baik ketika dalam Pileg atau dalam Pilpres nanti, karena kalau salah pilih, lagi-lagi akan merugikan kita semua. Lalu siapa tokoh-tokoh yang layak diplegkan dan dicapreskan atau dipilih menjadi anggota DPR/DPD dan menjadi Presiden nanti. Tentu saja dengan mengenali siapa mereka, tak kenal maka tak sayang. Kalau untuk anggota DPR yang paling tidak sudah dikenal sebelumnya, baik buruknya, sepak terjangnya. Begitu juga untuk Capres 2014 mendatang, kalau saya pribadi, ada lima tokoh yang bernyali dan masih terlihat bersih secara nasional dan ini sering saya sebut dalam tulisan-tulisan saya sebelumnya, yaitu: Jokowi, Dahlan Iskan, Mahfud MD, JK dan Abraham Samad. Sekarang tambah lagi Risma. Itu secara personal. Kalau capres yang lainnya, ya terserah anda. Tapi kalau secara kriteria saya menyebutnya sebagai berikut, capres 2014 harus seberani dan setegas Umar bin Khattab, sejujur Abu Bakar Siddiq, sehalus Usman bin Affan dan secerdas Ali bin Tholib. Namun kalau pakai kriteria lebih paripurna lagi yang ada pada sipat-sipat para Rosul, yaitu Sidik, Amanah, Tablig dan Fathonah( Jangan ketukar dengan Fatonah yang korup itu!). Tentu saja tidak mesti seratus persen, paling tidak mendekat sipat tersebut, yaitu Jujur, dapat dipercaya, menyampaikan dan cerdas! Rasanya sulit mencari capres yang punya kriteria tersebut, itu mungkin terlalu idial, yang paling tidak yang mendekati! Caranya? Lihat apa yang sudah dilakukan oleh capres-capres tersebut untuk bengsa dan negara ini, sebelum menjadi capres! Kalau selama ini memang jujur, bersih, berani dan tegas, ini dia! Itu berarti capres yang memang sudah teruji, bukan janji, apa lagi penuh ambisi dan dinasti! Salahkan kalau dinasti? Bukan salah, walau punya potensi, tapi nanti cenderung terus memelihara dinastinya! Seperti tak ada lagi pimimpin di Indonesia, sepertinya yang pinter hanya dinastinya saja! Tidak, ini harus dikikis, karena Indonesia adalah republik, bukan kerajaan! Lalu kalau nanti yang dari dinasti terpilih lagi bagaimana? Ya tetap harus dihormati, itulah hakekat demokrasi, tetap menghargai walau bukan pilihan sendiri!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun