[caption id="attachment_354385" align="aligncenter" width="136" caption="Ahok dengan gayanya sendiri telah merubah wajah DKI dalam waktu singkat, tapi tolong kurangi marah-marahnya. Sumber: fajar.co.id"][/caption]
Ahok...Ahok... dan Ahok, siapa yang tidak kenal Ahok sekarang ini? Siapa yang tak kenal Ahok di media sosial? Siapa yang tak kenal Ahok di dunia maya? Kini semua kenal Ahok, baik itu warga Jakarta atau bukan warga Jakarta. Nama Ahok sebagai Gubernur sudah mendunia, paling tidak dalam jaringan sosial atau melalui media internet. Namun gaungnya Ahok tidak seperti gaungnya Jokowi ketika menjadi Gubernur DKI. Dua karakter yang berbeda ini, menyebabkan pola hubungan dengan rakyat yang berbeda pula.
Jokowi dikenal dengan pemipin atau pajabat yang suka blusukan, nah repotnya Ahok dikenal bukan sebagai pejabat atau pemimpin yang elok, yang mengayomi, tapi lebih dikenal dengan gaya yang arogan, urakan dan bergaya preman, walau tujuan sebenarnya baik, agar pemerintahan di DKI Jakarta "bersih" dari oknum-oknum yang "nakal" yang suka mempermainkan anggaran, untuk kepentingan pribadi dan golongannya.
Ahok bukan tak mengerti tata krama dalam memimpin, Ahok bukan tak paham bahwa dalam menyampaikan tujuan harus dengan cara yang baik, agar mudah diterima oleh orang lain atau pihak lain, dalam hal ini, bisa bawahannya atau lembaga yang setingkat dengannya yaitu DPRD Jakarta. Niat dan tujuannya yang baik, belum tentu diterima baik, kalau caranya arogan seperti gaya Ahok! Orang lain juga punya harga diri, kalau harga dirinya"terinjak-injak".
Semut saja bisa menggigit, apa lagi macan! Jadi memang pantas kalau Ahok ada yang melawan! Ahok harus diberi pelajaran, bahwa tidak semua orang mau seenaknya disumpah serapahi di depan umum! Orang lain juga punya keluarga, punya sahabat, punya teman dan terlebih lagi punya harga diri! Terlepas dari keberanian, keterbukaan, transfarannya Ahok dalam melakukan kebijakan pemerintah DKI, Ahok tetap harus koreksi diri, Ahok jangan "balas dendam!"
Mungkin saja masa lalunya yang membuat Ahok seperti sekarang ini, " pajabat lawan pejabat, orang kaya jangan lawan pejabat, apa lagi orang miskin!" Ini kira-kira mottonya Ahok dalam berbangsa bernegara, dalam hal ini di DKI Jakarta. Ahok kelihatannya sedang" aji mumpung" menjadi pejabat negara atau pejabat pemerintahan, apa lagi menjadi Gubernur DKI, miniaturnya Indonesia. Ahok sudah benar dalam tindakannya "membersihkan" aparat DKI yang nakal, hanya caranya, arogansinya, gaya koboynya, gaya premannya yang membuat orang lain atau tokoh lain, bisa"muak" melihatnya!
Lantas apakah gaya Arogansinya  Ahok mesti di diamkan saja? Ya tidak dong, Ahok harus diluruskan! Ahok sekarang bukan lagi memabawa dirinya sendiri, tapi membawa nama Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia! Gaya urakan dan gaya arogansinya, harus dihentikan, kalau tak bisa harus dikurangi. Ahok itu pemimpin, bukan preman! Jadi jangan seenaknya memaki anak buah di depan umum, tidak pantas! Ahok harus diajari tata krama sebagai pemimpin!
Ahok jangan merasa karena pernah jadi ini, jadi itu, lantas semau-maunya memaki orang lain di depan umum, walaupun itu anak buahnya sendiri, ada tempat yang layak, di kantor, di dalam ruang tertutup, kecuali kalau memang bawahannya ini sudah susah diatur, apa boleh buat untuk pembelajaran, tapi jangan semuanya kena damprat! Ahok sebagai pemimpin... ingat sebagai pemimpin, bedakan dengan pajabat! Karena tidak semua pejabat bisa menjadi pemimpin, dan seorang pemimpin tidak mesti pejabat!
Ahok sekali sudah benar dalam "membersihkan" pejabat-pejabat nakal di lingkungan pemerintahan DKI Jakarta, walau hal ini menimbulkan kebencian diantara orang-orang yang terkena "pembersihan" tersebut, itu resikonya menjadi  pejabat negara, dan Ahok sudah siap untuk dibenci, bahkan Ahok siap untuk mati, demi bangsa dan negara, luar biasa! Dan itu berkali-kali dikatakan dalam wawancara, dialog, talk show dan lain sebagainya. Sebuah niat yang berani dan tanpa tedeng aling-aling. Bahkan Ahok sudah mempersiapkan keluarganya kalau "terjadi apa-apa", Ahok benar-benar sudah siap menanggung resiko apapun, termasuk kematian, mantap!
Namun niat baik tadi, niat sudah siap mati menanggung resiko jabatan, tidak harus sampai membuat semua orang di lingkungan kerjanya dijadikan musuh, seperti anggota DPRD DKI Jakarta, masa dari sekian banyak anggota DPRD DKI semuanya rusak, saya yakin masih ada yang baik! Kalaupun semuanya tidak baik, masih bisa diajak baik-baik, dengan cara yang baik pula, tidak dengan gaya koboy atau merasa paling benar sendiri! Ahok juga manusia, yang punya kekurangan atau kesalahan disamping kebaikannya! Dan menjadi pertanyaan mengapa Ahok "tak berani" datang pada undangan acara ILC tanggal 3 Maret 2015 lalu?
Ini menjadi sebuah pertanyaan besar, mengapa tidak mau, tidak bisa, tidak ada waktu  atau memang pusing, karena perseteruan begitu sengit dengan DPRD DKI Jakarta? Dan baru kali ini di Jakarta dari sekian banyak Gubernur di Jakarta ada perseteruan di pemeritahan yang membawa-bawa "harga diri" dan sampai ke ranah hukum! Ini bisa terjadi karena gaya Ahok yang urakan atau arogan! Mengapa Ahok arogan atu sombong? Karena mungkin merasa yakin akan dirinya benar, tapi lupa caranya! Orang bicara benar,  belum tentu diterima kebenaranya oleh orang lain atau pihak lain, kalau caranya salah!
Jadi cara dalam menyampaikan kebenaran itu penting! Ahok bukan tidak tahu, tapi karena memang "bawaan dari sononya" sudah begitu, ya apa boleh buat. Emosional... itu gaya Ahok. Meletup...letup, seperti ada sesuatu yang di dalam dirinya mau meledak! Mungkin saja Ahok "dendam" dengan masa lalunya yang pahit di jaman Orba, sampai-sampai mau pindah ke Kanada! Itu dikatakannya pada saat dialog adalam acara Mata Najwa beberapa waktu lalu.
Ahok memang jadi fenomena sendiri. Gaya yang khas dari Ahok memang tak ada duanya! Namun gaya yang khas inipun tak bisa disamakan dengan gaya Bang Ali, Gubernur lengendaris Jakarta! Bang Ali tegas, tapi tidak arogan! Bang Ali tegas, tapi tidak urakan! Bang Ali tegas, tapi tak bergaya preman! Ahok memang harus banyak belajar menjadi seorang pemimpin yang bijaksana, bukan hanya bijak di sini alias meresa benar sendiri. Kalau Ahok bisa mengurangi gayanya yang arogan, urakan, wah keren!
Tapi selama ini Ahok dikenal sebagai pejabat yang sukanya marah-marah, sebentar-sebentar marah dan marah tidak sebentar, sudah gitu marahnya di depan umum, lupa bahwa Ahok itu seorang Gubernur, seorang pemimpin yang ditonton jutaan rakyat DKI Jakarta, bahkan rakyat Indonesia!
Loh kok saya ikut-ikutan nulis tentang Ahok. Sebagai "Anak Betawi", saya ikut memiliki Ahok, saya ikut senang ada pemimpin DKI seberani Ahok, saya ikut memiliki Jakarta yang menjadi tanah kelahiran saya, jadi tentu saja mengharapkan Jakarta yang lebih baik, bebas dari banjir, kemacetan, dan segala macam kesemrautan yang terjadi di Jakarta. Termasuk pelayanan masyarakat yang baik, cepat, efesien dan tak ada korupsi di pemeritahan terkecil di kelurahan-kelurahan, misalnya.
Dan aparat terkecil dikelurahan sudah terasa perubahannya, pelayanannya sudah lebih baik, cepat dan terbuk, hal itu saya rasakan ketika mengurus KTP saat cuti dan itu dampak positif di masa pemerintahan Jokowi yang diteruskan Ahok sekarang ini. Jadi sebagai "Anak Betawi" hanya punya saran, agar Ahok mengurangi marah-marahnya, arogannya dan jangan banyak cari musuh! Jadi selama Ahok tetap jujur dan adil, tentu kita akan mendukungnya, namun jangan lupa Ahok juga manusia, tetap harus dikawal atau dikritisi, agar ambisinya tidak basi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H