Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Siapa Suka Ada Konflik KPK vs Polri?

29 Januari 2015   19:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:09 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1422508661841437056

[caption id="attachment_348538" align="aligncenter" width="600" caption="Kita berharap komplik KPK VS POLRI segera berakhir, agar pemerintah kembali dapat fokus untuk mensejahterakan rakyat. Sumber: skalanews.com "][/caption]

Siapa di balik kekisruhan KPK vs Kapolri? Ini pertanyaan yang mesti dijawab, rapotnya pertanyaan ini yang susah dijawab, walau dibilang sudah kasat mata, tapi tak ada yang berani menyebut nama. Mengapa? Apa lagi kalau bukan budaya Indonesia  yang " ewuh pakewuh", termasuk dari "Team 9" yang diketuai oleh Buya Ma'arif. Apa boleh buat, budaya "sungkan" ini tetap ada ada dalam perpolitikan Indonesia, suka atau tak suka, sehingga warna politik sering kali menjadi abu-abu, tak jelas hitamnya dan tak jelas putihnya.

Apa lagi kalau sudah bicara kepentingan, makanya dalam politik sering dikenal dengan "tak ada kawan dan lawan yang abadi", yang ada adalah kepentingan, selama kepentingannya sama, jadilah teman, namun sebaliknya jika kepentingannya berbeda, yang semula teman bisa menjadi lawan, semakin berbeda kepentingannya semakin lama pula permusuhannya. Lihat saja manuver partai-partai dan anggota, yang bisa bolak-balik dan dengan sangat mudah, gontai-ganti partai, yang penting, tujuannya tercapai.

Begitulah politik, nah Jokowi sebagai presiden sedang dilanda badai politik, dengan lahirnya perseteruan KPK dan Kepolisian, siapa yang benar dan siapa yang salah? Susah menunjuk "hidungnya", yang balas dendam dan siapa yang tidak, juga susah membuktikannya, makan waktu, dan bertele-tele. Masalahnya bukan hanya bicara hukum, tapi politik, budaya, sosial, dan hukum ketatanegaraan. Yang repotnya lagi, sama-sama ahli hukum tata negara pun berbeda cara mengatasi perseteruan KPK vs POLRI, adakah yang disembunyikan? Ini yang kebanyakan masyarakat tidak tahu, termasuk saya.

Perseteruan ini juga menjadi semakin rumit, ketika BW ditangkap POLRI, dan BG dijadikan tersangka oleh KPK, jadilah KPK ditangkap POLRI, POLRI ditangkap KPK, sepertinya yang ribut kedua lembaga, padahal yang ditangkap oleh POLRI dan dijadikan tersangka oleh KPK adalah individu atau perorangan, yang mestinya juga menjadi tanggung jawab perorangan, bukan lemabaganya yang menjadi bermusuhan. Mengapa itu terjadi? Ya lagi-lagi budaya Indonesia, rasa setiakawanan yang kuat di antara korp tersebut.

Makanya ketika BW mengundurkan diri dari KPK, agar bisa konsentrasi mengurus kasusnya sendiri, ditolak oleh sesama pimpinan KPK. Begitu juga dengan BG, yang tidak mengundurkan diri setelah dijadikan tersangka oleh KPK, dan memang beda aturan antara pimpinan KPK dan pimpinan Kepolisian. Makanya Ahok sampai bilang dalam kasus KPK vs Kepolisian ini, " BW harus mengundurkan diri, sedangkan BG tak harus mundur" karena memang beda aturan di kedua lembaga tersebut.

Yang jelas kedua lembaga ini harus diselamatkan, harus dilindungi. Apa jadinya sebuah negara tanpa anda lembaga kepolisian, yang tugasnya menjaga ketertiban dan keamanan di dalam negeri RI. Apa jadinya negara RI tanpa adanya Kepolisian, bisa semakin tidak aman negeri kita ini. Ada kepolisian saja banyak terjadi kejahatan, apa lagi tidak ada lembaga yang menjaga ketertiban dan keamanan, bisa-bisa negara ini semakin tidak aman. Begitu juga dengan tidak ada KPK, bisa-bisa para koruptor semakin menjadi-jadi, semakin merajalela, karena lembaga superbody tak ada, wah semakin "berpesta' mereka meraup uang negara, karena tak ada lagi lembaga yang sangat ditakuti oleh para koruptor.

Ada lembaga KPK saja, banyak koruptor yang masih berkeliaran, apalagi kalau KPK ditiadakan, wah senang betul koruptor ini. Jadi siapa yang paling diuntungkan dalam kasus KPK dan Kepolisian ini? Mari kita bahas bersama, tentu sesuai dengan kemampuan yang ada, dan berdasarkan pengamatan dari seberang benua. Mari kita mulai:

Pertama, yang paling gembira terhadap perseteruan KPK dan POLRI adalah para koruptor. Mengapa? Karena para koruptor tidak akan takut lagi pada lembaga KPK, para koruptor akan santai mengeruk uang negara tanpa takut ditangkap KPK! Para koruptorlah yang paling senang kalau KPK dibubarkan. Karena KPK selama ini sudah menjadi momok  yang sangat menakutkan, KPK-lah lembaga yang tanpa tedeng aling-aling yang berani menangkap pejabat setingkat menteri, yang tidak pernah terjadi di jaman Orba!

Ayo KPK terus melaju, rakyat banyak ada di belakang KPK. Dan untuk koruptor segeralah tobat, bukan salah KPK bila menangkap koruptor, hal tersebut memang sudah menjadi tugas, tanggung jawab, wewenang KPK dan itu amanat rakyat di era reformasi. Sekali lagi, segera bertobat wahai para koruptor, selagi waktu masih ada, dan selagi napas masih berhembus.

Kedua, yang suka pada perseteruan KPK vs POLRI adalah para penjahat, tentu saja, mengapa? Ya kalau tak ada lembaga kepolisian, siapa yang akan menangkap mereka? Karena lembaga Kepolisian inilah yang dibolehkan oleh negara untuk menangkap warna negara yang melakukan tindak pidana, agar masyarakat terjamin keamanan dan ketertibannya. Terlepas dari banyaknya tudingan kepada Kepolisian, Kepolisian tetap lembaga negara yang diperlukan! Diakui atau tidak, adanya kepolisian menyebabkan rasa aman bagi rakyat banyak. Mungkin banyak yang mengingkari, tapi jangan menutup mata kebaikan yang dilakukan lembaga ini.

Walau ada anekdot "dalam kepolisian hanya ada 3 yang jujur, Hugeng, patung polisi, dan polisi tidur", tapi itu hanya anekdot, bukan kenyataan. Kenyataannya banyak polisi yang hidupnya sederhana dan menjaga integritas dirinya, untuk tetap berjalan di jalur atau dalam koridor peraturan. Polisi yang baik-baik memang jarang diekspos, tapi itu memang "penyakit" media. Yang diumbar yang buruk, yang baik kebanyakan disimpan di dalam"peti". Maka yang muncul jadinya Kepolisian selalu buruk, kasihan kan.

Ketiga, orang-orang yang sedang haus kekuasaan, loh apa hubungannya? Jelas ada hubungannya, orang yang sedang haus kekuasaan sedang "mengincar" kejatuhannya Jokowi, Jokowi jatuh dan pemerintahan bubar, mereka segera akan merebutnya! Loh kok bisa? Bagaimanapun Jokowi adalah kepala negara, jika bicara sebagai kepala negara, maka kedua lembaga ini, baik KPK maupun Kepolisian harus tunduk pada Jokowi! Nah kalau KPK dan Kepolisiannya saling serang, lalu terjadi kekacauan, dan tak bisa diatasi oleh Jokowi, maka pihak yang sedang haus kekuasaan akan segera bergerak untuk bisa menurunkan Jokowi.

Jadi mereka punya alasan untuk menurunkan Jokowi, padahal Jokowi baru menjadi presiden RI baru "seumur jagung", baru 100 hari! Jadi mereka berusaha untuk menurunkan Jokowi, agar bisa masuk ke dalam pemerintahan. Ya sah-sah saja, tapi kasihan rakyat, yang sudah memilih Jokowi, apa lagi tim sukarelawannya Jokowi, salam dua jari, akan kecewa. Karena presiden yang mereka sudah pilih dibuat repot oleh kasus ini. Jika Jokowi sebagai kepala negara membela KPK, pihak dari yang mengusung Jokowi bisa marah! Sebaliknya jika Jokowi berpihak pada Kepolisian, para sukarelawan Jokowi akan turun ke jalan, penggiat antikorupsi akan marah besar! Nah agar Jokowi tak diserang dari kedua belah pihak, Jokowi membentuk "tim 9". Jadi apa pun yang diputuskan Jokowi bisa sedikit lega, karena Jokowi tak memutuskan sendiri, ada yang memberikan nasehat!

Keempat, kelompok suka konflik KPK vs POLRI adalah pihak-pihak "barisan sakit hati", barisan ini sedang menunggu jatuhnya pemerintahan. Barisan sakit hati tentu tak bisa dilihat kasat mata, karena hati ada di dalam badan, tapi terlihat dari cara mereka mengomentari atau cara berhadapan dengan Jokowi. Bisa saja mereka yang sakit hati karena tak terpilih oleh Jokowi menjadi menteri atau tidak masuk ke dalam unsur pemerintahan, padahal mereka sudah ikut dalam barisan yang mengusung Jokowi menjadi presiden, sudah pasang harapan tinggi menjadi menteri, misalnya, eh tidak dipilih! Semoga saya salah.

Kelima para bandar narkoba atau para pengedar narkoba. Ini terlihat agak menyimpang, tapi kalau dilihat dari ketegasan Jokowi untuk menolak grasi bagi para bandar narkoba untuk dihukum mati, alasan ini benar adanya. Mengapa? Karena Jokowi sudah dengan tegas mengatakan, "tak ada kompromi" untuk bandar narkoba, yang memang sudah membuat rusak anak bangsa.

Jadi kalau kasus KPK dan Kepolisian berujung pada pemakzulan Jokowi, para banda narkoba akan girang bukan main, karena bisa saja yang menggantikan Jokowi akan kompromi alias memberi grasi pada bandar narkoba. Nah tentu saja kita semua tak mengharapkan terjadi demikian. Harapan rakyat sebenarnya sederhana, KPK tetap ada dan Kepolisian terjaga, itu saja!

Dan bagi yang tak suka pada Jokowi, biarkan Jokowi tetap pada kedudukannya sampai 2019 mendatang, sesuai amanat konstitusi, kecuali kalau ada pelanggaran konstitusi, itu lain lagi soalnya. Jadi biarkan Jokowi bekerja, para pendukung Jokowi, baik perorangan, kelompok atau partai jangan "ngerecoki" Jokowi lagi. Sudah Ikhlaskan Jokowi menjadi Presiden RI, bukan Presiden partai! Dan jangan Jokowi diiming-iming menjadi ketua partai. Biarkan Jokowi menjadi Presiden RI, bukan ketua partai!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun