Mohon tunggu...
Vira Septia Dwi Putri
Vira Septia Dwi Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Viraseptya

Berenang

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Peran Generasi Muda dalam Mendorong Reformasi Pajak Digital Global

22 November 2024   21:14 Diperbarui: 22 November 2024   22:00 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Artikel ini menyoroti peran generasi muda dalam reformasi perpajakan digital, berdasarkan diskusi Tex Festival 2024 yang bertema "Global Tax Reform in the Digital Age". Dalam seminar tersebut, para pakar menyampaikan tantangan perpajakan internasional akibat ekonomi digital dan memaparkan strategi untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil. 

Diskusi juga menekankan kontribusi generasi muda melalui inovasi teknologi, advokasi kebijakan, dan peningkatan kapasitas institusi untuk mereformasi sistem perpajakan global, termasuk di Indonesia.

Peran Generasi Muda dalam Mendorong Reformasi Pajak Digital Global

Transformasi digital mengubah cara perusahaan multinasional beroperasi dan menghasilkan keuntungan. Namun, perkembangan ini juga menciptakan tantangan serius bagi sistem perpajakan global. Banyak negara kehilangan potensi penerimaan pajak akibat praktik penghindaran pajak yang dilakukan melalui arbitrase yurisdiksi. Tex Festival 2024, sebuah acara internasional yang diselenggarakan oleh Universitas Pajajaran, mengupas secara mendalam isu ini dan menekankan pentingnya reformasi perpajakan digital, terutama dengan melibatkan generasi muda sebagai agen perubahan.

Tantangan dalam Sistem Perpajakan Digital

Pada sesi pembukaan, Profesor Amarta, pakar perpajakan dari Universitas Indonesia, menjelaskan, "Ekonomi digital telah menciptakan celah besar dalam sistem perpajakan internasional. Perusahaan multinasional kini dapat meraup keuntungan besar tanpa kehadiran fisik di negara tertentu, sehingga banyak negara tidak mendapatkan hak pajaknya."

Hal ini diperkuat oleh data dari OECD yang menunjukkan bahwa negara berkembang kehilangan miliaran dolar setiap tahun akibat penghindaran pajak oleh perusahaan-perusahaan besar. Prof. Amarta juga menyoroti kebutuhan mendesak akan pajak minimum global, yang dirancang untuk memastikan perusahaan multinasional membayar pajak di negara tempat mereka memperoleh keuntungan.

Namun, seperti yang disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan, Dr. Andika Pranowo, dalam sesi diskusi utama, implementasi pajak minimum global tidaklah mudah. "Negara-negara dengan tarif pajak rendah sering kali menjadi hambatan karena mereka khawatir kebijakan ini akan mengurangi daya tarik investasi," ujarnya.

Teknologi Sebagai Solusi Inovatif

Salah satu poin utama yang dibahas dalam seminar adalah pemanfaatan teknologi modern untuk mendukung reformasi perpajakan. Dalam sesi kedua, pembicara dari Singapura, Dr. Lin Wei, menyoroti peran teknologi blockchain. "Blockchain menawarkan transparansi tinggi dalam transaksi keuangan, sehingga sangat ideal untuk digunakan dalam sistem perpajakan. Teknologi ini dapat membantu negara-negara berkembang melacak transaksi lintas batas dan memastikan perusahaan membayar pajak sesuai kewajiban mereka," jelasnya.

Selain itu, teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan big data analytics juga disebut sebagai alat penting dalam menganalisis pola penghindaran pajak. Dr. Lin menambahkan, "Generasi muda memiliki peluang besar untuk mengembangkan teknologi ini, karena mereka lebih terbiasa dengan inovasi digital."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun