Fenomena klitih memang sedikit berbeda dengan fenomena begal. Jika pelaku begal memang bertujuan untuk merampas barang-barang korbannya, pelaku klitih hanya ingin menunjukkan bahwa dia bisa "melukai orang dan hal tersebut diibaratkan sebagai sebuah "pencapaian" bagi para pelaku. Mengapa bisa demikian? Karena pelaku klitih didominasi atau bahkan bisa dikatakan seluruhnya dilakukan oleh remaja Seperti yang kita tahu, masa remaja adalah masa perkembangan di mana rentan terjadi konflik antara ideal-self dan diri dalam realitasnya. Remaja adalah masa yang penuh dengan tanda-tanya, keraguan, dan pertimbangan Selain itu, pada saat remaja, hormon pubertas menyebabkan kondisi emosional menjadi lebih tidak stabil sehingga sering kali mudah merasa marah dan tidak dalam kondisi mood yang baik Kondisi tersebut lantas menjadi pemicu mengapa remaja rentan mengalami frustrasi (Santrock, 2018) Dalam frustration-aggression hypothesis, frustrasi dikatakan sebagai penyebab terkuat atau bahkan satu-satunya penyebab agresi (Dollard & Miller dalam Breuer, 2017) Frustrasi pada remaja dapat terjadi karena konflik tentang ideal-self yang mereka miliki berujung pada kebingungan akan identitas mereka sehingga mereka melukai orang lain karena hal tersebut (menurut mereka) merupakan salah satu cara untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki identitas
Lanjutan
Akan tetapi, tampaknya masih ada satu hal yang mengganjal. Mengapa kebingungan akan identitas malah berujung terhadap tindakan melukai orang lain? Jawabannya karena terdapat faktor eksternal yang terdiri dari pengaruh lingkungan sosial dan budaya. Mungkin hal ini terdengar sepele, namun tidak dapat dimungkiri bahwa lingkungan pergaulan turut memengaruhi perkembangan identitas remaja Remaja cenderung menghabiskan waktunya dengan teman sebaya dan membentuk kelompok- kelompok agar dapat memahami satu sama lain (Santrock, 2018) Kelompok pergaulan yang diikuti remaja berpengaruh terhadap perubahan perilaku remaja Remaja melakukan konformitas, yaitu perubahan perilaku sebagai upaya untuk menyesuaikan diri dengan kelompok yang diikutinya (Santrock, 2018) Pelaku klitih yang notabene remaja juga melakukan hal yang sama, mereka membentuk kelompok dan menekankan konformitas pada kelompok yang diikutinya. Maka tak heran apabila para remaja yang berada dalam kelompok pelaku klitih sama-sama memiliki perilaku agresif
Membahas lebih dalam mengenai konformitas pada kelompok klitih, pada umumnya, konformitas yang dilakukan terkait dengan provokasi. Dengan melakukan provokasi. anggota kelompok klitih akan dihasut untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap menjadi tujuan bersama dari kelompok tersebut Dengan demikian, tidak heran mengapa fenomena klitih seakan tidak pernah berhenti dan selalu bermunculan karena proses provokasi yang dilakukan dalam kelompok terus menyebar dan memancing banyak anggota untuk semakin berani melakukan aksi klitih
Selain itu, dalam kelompok klitih juga terjadi proses social learning, yaitu individu akan belajar baik secara langsung maupun tidak langsung mengenai berbagai cara menyakiti orang lain, siapa yang ditargetkan menjadi korban dari agresi, aksi yang pantas digunakan saat melakukan agresi, dan dalam konteks apa agresi dapat dilakukan (Bandura, 1973) Proses tersebut semakin mempercepat penyebaran perilaku klitih, terlebih dengan masifnya media online di mana konten kekerasan semakin bebas diakses oleh remaja
Daftar pustaka
LM Psikologi 21 Mei 2022
https://lm psikologi ugm acid/2022/05/fenomena-klitih-di-vogyakarta-mengapa-bisa- terjadi
http://repository umy ac id bitstream/handle/123456789/15835/6 BAB%201.pdf sequ
https://lm psikologi ugm ac.id/2022/05/fenomena klitih di yogyakarta mengaps biss terjadi text Alasan%20dari%20anak%20muda%20melakukan cenderung 20me njadi%20seorang%20pelaku%20klitih
CNN Indonesia Senin 11 April 2022
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220411123944-12-783153/pelaku-klith tewaskan pelajar-sma-muhammadiyah-2 yogyakarta-ditangkap