Mohon tunggu...
Intania Pharamita
Intania Pharamita Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Time traveler

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Wedding Fair - Satu

22 Desember 2014   22:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:41 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Walaupun saat ini baju yang kukenakan jauh beda dengan baju rumah sakit. Dress putih gading berenda polos dengan model vintage. Namun tidak bisa benar-benar menghilangkan bau rumah sakit dari tubuhku ini. Walau mungkin hanya perasaanku saja namun baju apapun yang kukenakan diluaran rumah sakit aku tetap merasa orang lain menatapku berbeda. Seperti ada stempel atau cap rumah sakit di jidatku. Walau sebenarnya tidak ada yang benar-benar menatapku. Kecuali, eh, lelaki itu, lelaki yang melihat kearahku? Demi Tuhan apa aku gila. Masa iya ada orang yang dengan sengaja menatap orang sakit sepertiku ini. Dan benar saja pandangannya tidak lepas dari…
Aha! Ternyata Baju pengantin di manekin disebelahku. Laki-laki itu menatap manekin itu tanpa berkedip.

Fyuh, hampir saja jantungku copot dan mungkin akan memperparah penyakitku. Aku tak boleh panik atau merasa tertekan. Itu bahaya untuk penyakitku kata ayah. Namun, tatapan laki-laki itu begitu dalam pada sebuah… manekin? Seakan manekin yang ia tatap sekarang merupakan benda paling ‘wah’ sedunia. Apa ia transgender? Eh atau perancang busana wanita? Karena setauku baju yang ia tatap itu adalah baju wanita dan kalau bukan kedua itu lalu dia apa?

Hey, Grey! Kenapa kau malah berpikiran macam-macam. Kata ayah banyak pikiran juga akan memperparah penyakitmu. Susah ya jadi orang penyakitan. Bahkan kata ayahpun tertawa terlalu banyak bisa memicu penyakitku. Jadi aku harus apa? Duduk diam seperti manekin?.

Sudahlah, aku kan kesini mau senang-senang bukan mau memikirkan penyakitku ini yang tak ada ujungnya. Atau lebih tepatnya kematianlah ujungnya. Aku kesini mau lari. Lari dari kenyataan, rumah sakit, obat dan takdirku. Aku lelah berada dirumah sakit. Capek. Capek hati dan pikiran. Aku sudah berniat akan menjadi orang lain disini. Orang yang sehat tentunya dan orang yang normal.

“Mbak, silakan masuk dan lihat-lihat dulu”
Aku tersontak mendengar suara dari booth manekin tadi. Seorang yang terlihat seperti sales menawariku masuk ke boothnya membuatku tersadar aku sudah berdiri hampir tak bergerak di depan boothnya. Akupun memasang senyum tanda enggan namun aku hargai keramahannya untuk tidak mengusirku dan berkata,
“Terima kasih, saya..” belum selesai aku berbicara mbak sales itu sudah menambahkan lagi
“Sudah masuk saja mbak sekalian sama mas nya disini bisa fitting baju juga kok. Karena masih sepi dan pagi kami kasih gratis deh!”
“Eh? Mas..? ” kataku tertahan karen mbaknya menyebut kata mas seakan aku sedang berdiri bersama SESEORANG.

Ya, aku memang ‘sekarang’ berdiri bersama seseorang yang di panggil ‘mas’ oleh mbaknya tadi. Oh tidak, ia lelaki yang tadi memang menatap kearahku. Bukan, kearah manekin di sebelahku ini. Ia sekarang sudah berdiri disebelahku dan kami berdua langsung bertatapan.

Lagi-lagi aku tersontak mendengar suara masih mbaknya. Kalau begini terus aku bisa jatuh pingsan disini.
Kata mbaknya lagi dengan ke’sok’tauan tingkat tinggi.

“Loh, bukannya mbaknya sama masnya tadi dateng berdua? Mau menikahkan? Kapan? Kebetulan hari ini kami ada kontes foto loh, dan gratis. Ada hadiahnya juga. Kalian cukup foto dengan baju pernikahan dari booth kami dan nanti akan diundi hadiahnya diakhir pameran. Ayo mbak, mas, jadi kandidat saja tapi fotonya di booth kami. Oke?”

Apa??? Di berondol berbagai pertanyaan yang sedikit BANYAK sok taunya itu aku jadi terdiam tak tau harus apa dan gelagapan. Bingung apa yang harusku jawab terlebih dahulu.

Pertama, kami, aku dan cowok manekin ini tidak datang berdua. Aku saja baru sadar ia ada disebelahku sekarang. Kedua, menikah? Mbaknya memang sok tau tingkat dewa. Siapa yang mau nikah? Kenal saja tidak. Ketiga, apa tadi pertanyaanya? Saya lupa karena meluncur seketika seperti petasan dari mulut mbaknya itu. Belum usai shock saya mendengar pertanyaan mbaknya dan belum sempat saya menjawab yang lebih mengagetkan lagi adalah cowok yang sekarang berdiri disamping saya dan jawabannya.

Aku, Biru. Disini, lagi dan lagi. Berakhir dari satu pameran ke pameran lain. Dari butik ke butik. Dari satu WO ke WO lainnya. Dari satu gedung ke gedung lain. Masih tentang pernikahan. Entah kenapa, walaupun semuanya telah selesai dengan Lona. Namun, aku masih juga sering datang ketempat-tempat yang justru malah mengingatkanku dengan pernikahan dan Lona. Entah itu wedding fair atau apapun.
Walau hanya akan membuat hati ini sakit. Biarlah. Toh, tidak ada yang membuatku lebih tertarik ketimbang pernikahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun