Mohon tunggu...
vio_ryi
vio_ryi Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

Mahasiswi UIN SUSKA RIAU Prodi Administrasi Negara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pembangunan Jalan Tol Padang Pekanbaru Terhambat, Disebabkan Masalah Lahan?

25 Juni 2022   13:30 Diperbarui: 25 Juni 2022   13:41 1262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan Tol Padang-Pekanbaru adalah jalan tol bagian dari Jalan Tol Trans Sumatra yang menghubungkan Padang dengan Pekanbaru. Jalan Tol Padang-Pekanbaru merupakan salah satu calon tol terpanjang di Indonesia yang mencapai 254,8 kilometer.

Tol Pekanbaru-Padang memiliki panjang 254 kilometer dan terbagi menjadi enam seksi. Seksi ini meliputi, Seksi I Padang-Sicincin sepanjang (36,15 kilometer), Seksi II Sicincin-Bukittinggi (38 kilometer) dan Seksi III Bukittinggi-Payakumbuh (34 kilometer). Kemudian, Seksi IV Payakumbuh-Pangkalan (58 kilometer), Seksi V Pangkalan-Bangkinang (56 kilometer) dan Seksi VI Bangkinang-Pekanbaru (40 kilometer).

Pembangunan Jalan Tol Padang-Pekanbaru dilaksanakan oleh PT Hutama Karya (Persero), melalui perjanjian pengusahaan jalan tol yang ditandatangani pada 11 Oktober 2017. Peletakan batu pertama di calon lokasi jalan bebas hambatan sudah dilakukan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 8 Februari 2018.

Proyek yang masuk dalam Tol Trans Sumatera diperkirakan membutuhkan biaya investasi sebesar Rp 78,09 triliun. Pembangunan Jalan Tol Padang-Pekanbaru saat ini masih berproses. Namun pembangunannya hingga saat ini masih mengalami hambatan karena beberapa persoalan terutama dalam pembebasan lahan adat.

Khususnya terkait proyek di wilayah Sumatera Barat pada ruas yang berada di wilayah Padang sampai perbatasan  wilayah Riau yang terhambat  karena masalah pembebasan lahan belum selesai. Berbeda dengan ruas dari Pekanbaru sampai ke Pangkal Pinang yang sudah terselesaikan, Pembebasan lahan yang terkait ruas Padang sampai perbatasan provinsi Riau masih terhambat. Hal ini disebabkan lahan yang dilewati termasuk lahan produktif dan lahan adat.

Pengakuan terhadap hukum adat di Indonesia telah diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Khusus di Provinsi Sumatera Barat telah diterbitkan Perda Nomor 6 Tahun 2008. Perda tersebut menjelaskan mengenai jenis tanah ulayat yang ada di wilayah Sumatera Barat serta struktur dari tanah ulayat tersebut. Jenis tanah ulayat terbagi menjadi 4 bagian yaitu tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku, tanah ulayat kaum dan tanah ulayat rajo. Beberapa jenis tanah ulayat ini menimbulkan persoalan tersendiri dalam hal identifikasi penguasaan dan kepemilikan tanah.

Tanah ulayat diwarisi secara turun menurun, yang diwarisi dari nenek moyang ke generasi berikutnya dalam keadaan utuh, tidak terbagi-bagi. Tanah ulayat di Minangkabau disebut sebagai harta pusaka.  Ajaran adat Minangkabau menetapkan bahwa tanah ulayat tidak boleh diperjual belikan dan atau digadaikan kepada orang lain. Namun demikian dalam beberapa hal tanah ulayat itu boleh digadaikan kepada anggota suku dengan memenuhi persyaratan tertentu.

Dapat terlihat bahwa kepemilikan dan penguasaan tanah ulayat di Minangkabau bersifat kolektif dan sekaligus tidak mengenal kepemilikan yang bersifat mutlak. Konsekuensi logisnya adalah tidak mungkin ada pengalihan hak atas tanah dari satu orang kepada orang lain, bahkan pengalihan hak dari satu kaum kepada kaum yang lain.

Hal ini didasarkan atas kenyataan, bahwa tanah merupakan wujud dari ikatan lahir batin suatu komunitas masyarakat hukum adat dan sekaligus sebagai asset bersama suatu komunitas masyarakat hukum adat di Minangkabau. Masyarakat adat tersebut berkewajiban menjaga maupun mempertahankan tanah ulayat agar tidak habis.

Paham inilah yang menjadi suatu tantangan ataupun halangan dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Padang-Pekanbaru, sehingga dibutuhkan strategi yang tepat untuk menyukseskannya.

Ruas Tol Padang -- Pekanbaru ditargetkan beroperasi pada tahun 2025. Namun, persoalan lahan yang rumit di wilayah Sumatera Barat, membuat kemungkinan target tersebut berat untuk tercapai.  Padahal, ruas Tol Padang-Pekanbaru ini masuk dalam proyek strategis nasional yang mesti mendapat priotitas.

Kendala besar yang dihadapi adalah terkait pembayaran ganti kerugian tanah yang terkena proses pengadaan tanah, hal ini dikarenakan tanah tersebut merupakan tanah ulayat. Selain itu, pemberian ganti kerugian dapat menjadi faktor penyebab terjadinya perselisihan didalam kaum masyarakat adat seperti besaran pembagian masing-masing anggota kaum.

Selain itu para konsultan yang melakukan perencanaan pembangunan jalan tol menetapkan wilayah tanpa melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, Pemerintah Kabupaten, Nagari, Kampuang dan tokoh kerapatan adat.

Model pemerintah dalam pembangunan Tol Padang Pekanbaru ini dinilai tidak tepat sasaran. Pemerintah menentukan wilayah dulu, baru kemudian jalan hingga di lapangan sering temui masalah. Ironisnya penetapan wilayah cenderung dipaksakan. Mereka memetakan lalu dipatok baru diselesaikan di tingkat nagari atau jorong. Tidak ada upaya jalur partisipatif warga.

Pemerintah hanya memperhatikan bagaimana agar kehadiran tol Pekanbaru-Padang ini dapat mengatasi permasalahan kepadatan lalu lintas dan memangkas waktu perjalanan dari Padang ke Pekanbaru. Tetapi tidak memperhatikan apakah pembangunan tersebut berdampak pada sosial masyarakat, dan adat istiadat di masyarakat setempat.

Pembangunan tol Pekanbaru Padang direncanakan melewati kawasan hutan,perbukitan, pemukiman sampai kebun, lahan pertanian bahkan pemakaman warga. Masalah pembebasan lahan muncul di beberapa daerah  seperti  pembebasan lahan di Seksi Padang-Sicincin (Seksi I). Karena sudah 3,5 tahun, pembebasan seksi I  belum selesai.

Masalah pembebasan lahan terjadi karena lahan yang akan dilewati tersebut adalah tanah pusaka dan tanah produktif. Apalagi kalau tanah tersebut masih milik ulayat kaum atau nagari dan sejenisnya, adaministrasinnya (alas haknya) tidak semudah membalik telapak tangan. Semua yang ada di dalam ranji kaum harus  dan wajib mengetahui.Untuk mengetahui kaum tersebut juga tidak mudah. Terlebih anggota kaum tersebut ada yang sudah menyebar ke seluruhIndonesia (merantau). Maka harus dikumpulkan satu persatu tandatangannya terlebih dahulu. Setelah lengkap tanda tangan anggota kaum, sambungnya, barulah ditandatangani oleh mamak kepala waris, ketua KAN dan wali nagari.

Masyarakat tidak pernah menolak adanya pembangunan jalan Tol Padang-Pekanbaru , akan tetapi kurangnya pertimbangan mengenai pemilihan lokasi yang terekena pembangunan termasuk pemukiman dan daerah produktif masyarakat, menyebabkan masyarakat menjadi kecewa dan timbul keraguan disebabkan lambatnya pembayaran ganti rugi lahan.

Proyek tol Padang - Pekanbaru ini membutuhkan dorongan dari pemerintah pusat serta dibutuhkan komitmen penuh dalam menyelesaikan permasalahanan yang ada di lapangan . Disini pemerintah daerah diharapkan untuk melakukan peninjauan kembali perencanaan pembangunan jalan yang tidak menimbulkan dampak negatif pada masyarakat serta perlu melakukan sosialisasi ke masyarakat.

Agar pembangunan Jalan Tol Padang-Pekanbaru, khususnya di jalan yang melewati wilayah Sumatera Barat diperlukan perhatian khusus dari pemerintah, perlu dikirim orang yang mengerti betul struktur hubungan masyarakat dll mengenai daerah Sumatera Barat.

Sehingga  pembangunan jalan Tol Padang-Pekanbaru dapat berjalan lancar, sesuai yang sudah ditargetkan. Mengingat proyek ini akan sangat bermanfaat untuk kedua wilayah.  Masyarakat sudah siap dan mendukung penuh dalam proyek jalan tol tersebut. Dan tugas pemerintah untuk melakukan peninjauan ulang terhadap masalah pembebasan lahan yang terjadi dengan membaangun koordinasi yang baik dan dicarikan solusinya.

Penulis : Viorista Yuliandi

Prodi : Ilmu Administrasi Negara

Instansi : UIN SUSKA

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun