Mohon tunggu...
Revina Violet
Revina Violet Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

hanya penulis pemula

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jaran Kepang (Ajaran Sing Gampang) Lebih dari Sekedar Mistis

14 November 2013   00:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:12 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_292083" align="aligncenter" width="460" caption="Filosofi : Cak Min menjelaskan filosofi kehidupan yang melekat pada setiap perlengkapan Jaran Kepang"][/caption]

“Jaran Kepang berasal dari kata ‘ajaran sing gampang’, yaitu mengajarkan filosofi kehidupan. Tetapi, banyak yang salah kaprah menilainya identik dengan mistik,” ujar Cak Min. Lelaki berusia 56 tahun itu merupakan pengrajin Jaran Kepang yang tinggal di pinggir sungai Dinoyo, Malang. Tidak seperti ‘penggiat’ kesenian kuda lamping lainnya, ia memiliki sudut pandang berbeda.

Pria yang memiliki nama lengkap Sukimin tersebut, belajar membuat atribut Jaran Kepang dari kakeknya sejak ia masih berusia tujuh tahun. Kecintaannya pada budaya tidak hanya menjadikannya pandai membuat atribut Jaran Kepang, tapi juga pandai memainkannya. Pria asli Blitar itu juga melatih para penari serta kerap ikut memukul gendang di berbagai pementasan. Selama kurun waktu 45 tahun bergelut dengan Jaran Kepang, ia pun mengetahui setiap seluk beluk kesenian tersebut.

Atribut Jaran Kepang

Kunjungan saya di rumah Cak Min pada (14/10) ternyata merupakan pilihan yang tepat. Tidak biasanya, berbagai perlengkapan menari serta alat musik belum diambil oleh para pemesannya. Bapak dari tujuh orang anak itu pun lebih luwes dalam mengenalkan atribut serta proses pembuatannya. “Kalau membuat kuda lumping, pola digambar di atas anyaman bambu, setelah itu dicat. Sedangkan untuk membuat topeng dari kayu cangkring, proses pengukirannya juga membutuhkan kesabaran,” papar Cak Min seraya menunjukkan topeng-topeng yang baru saja dipahat. Adapun, alat musik yang mengiringi pementasan, yaitu sompret atau terompet, gendang, gong, dan kenong.

[caption id="attachment_292085" align="aligncenter" width="300" caption="Bersanding : Karakter manusia yang kokoh bersanding dengan ketundukan pada Gusti Allah"]

1384363115615681817
1384363115615681817
[/caption]

Filosofi

“Manusia memiliki nafsu angkara, keberanian, kesucian, dan kegelapan. Sindiran watak manusia itu disampaikan lewat karakter binatang,” jelas pengrajin yang kini tidak melatih para penari lagi. Menurutnya, kuda menggambarkan karakter manusia yang kokoh dan setia. Sedangkan, celeng atau babi adalah karakter manusia sombong, sebab selalu menunduk dan hanya ingin menggemukkan dirinya sendiri.

Bahkan, alat musik juga memiliki makna tersendiri. Pertunjukkan Jaran Kepang dimulai dengan alunan sompret dan tabuhan gendang. Gendang memiliki makna ‘kalau sudah seker, kumandang.’ Kemudian dilanjutkan dengan pukulan kenong, yaitu alat musik yang berasal dari kata jernih.  Ketiga alat musik itu segera disambut oleh pukulan gong. Cak Min mengakui pukulan gong sebagai filosofi terdalam, yakni mengisyaratkan ketundukkan kepada Gusti Allah.

Filosofi itulah yang tak kasat mata dalam pandangan masyarakat, yang tampak justru magisnya saja. Tak ayal, kesalahpahaman itu membuat Cak Min resah. “Kalaupun ada yang melakukan atraksi, itu hanya mencari sensasi. Aslinya, Jaran Kepang mengajarkan makna kehidupan dan watak manusia,” ungkap Cak Min di penghujung kisahnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun