lpmgemakeadilan.fh.undip.ac.id - Dalam rangka pelaksanaan acara In House Training, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Gema Keadilan sebagai penyelenggara acara mengadakan kegiatan wawancara sebagai salah satu rangkaian acara yang wajib diikuti oleh tiap calon anggota. Dengan mengusung tema "Wajah Baru Jurnalisme Kampus di Era Post-Millenials", sekelompok calon anggota LPM Gema Keadilan berkesempatan untuk melakukan wawancara dengan Kak Bayu Teguh Imani, Pemimpin Umum LPM Edents Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro melalui platform Microsoft Teams pukul 13.00 WIB (28/11/2020).
LPM Edents mengaku mengalami kesulitan dalam menghadapi tantangan baru bagi jurnalisme kampus di tengah pendemi. Seperti dalam menjalankan event unggulan tiap tahunnya, yaitu Edents Day yang diselenggarakan pada bulan Mei dan Emotion pada bulan November.
Bayu menegaskan bahwa LPM Edents lebih mengutamakan kesehatan anggota. Yang mana dalam event ada target yang harus dicapai. Namun, dikarenakan situasi yang tidak memungkinkan, hal tersebut mengharuskan mereka untuk mencari solusi yang lain.
"Walaupun dalam masa pandemi seperti ini, kami tetap melaksanakan program kerja, seperti membuat majalah dan koran yang menjadi tuntutan senat. Akan tetapi, pada program Edents CVÂ diubah menjadi podcast yang membicarakan tentang permasalahan ekonomi atau isu-isu hangat." Ujar Bayu Teguh Imani.
Bayu memberi masukan dengan menyampaikan beberapa karakter yang harus ditanamkan bagi para mahasiswa yang baru mulai terjun dalam bidang jurnalistik seperti bepikir kiritis, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mencari banyak narasumber, dan selalu mengkiritisi berita yang ditemui terlebih dahulu.
"Seorang jurnalis tidak perlu memiliki skill tertentu, tetapi dibutuhkan keinginan dan keyakinan yang kuat untuk selalu belajar dan menerima masukan." tegas Bayu.
Ia menambahkan, bahwa di dalam dunia jurnalistik juga terdapat kode etik yang harus dipatuhi, seperti kebenaran dalam menyampaikan berita. Seorang jurnalis wajib mengutamakan fakta yang diberikan dalam menyampaikan berita. Untuk itu, seorang jurnalis harus mencari informasi dari berbagai sumber agar dalam menyimpulkan berita tidak terjadi kesalahpahaman atas berita yang akan dipublikasikan.
Seperti yang sering terjadi, banyak dari masyarakat masih terpancing dan termakan dengan berita 'hoaks' dan 'clickbait' yang dibuat. Hal ini disebabkan oleh minat baca masyarakat yang masih rendah dan kurangnya kesadaran dalam mencari kebenaran informasi. Pada dasarnya, rakyat Indonesia lebih menyukai berita yang mengandung keributan dan sensasional. Oleh karena itu, para pembaca harus bisa menyaring berita-berita yang ada di media dan tidak langsung untuk mempercayai sepenuhnya.
"Permasalahan berita hoaks yang beredar harus dikembalikan pada pembaca karena kami selaku jurnalis tidak dapat memutuskan kebenaran terhadap berita tersebut." tambah Bayu sebagai penutup jalannya wawancara pada siang hari ini.
Bayu juga memberikan saran bagi para calon jurnalis kampus. Menurutnya, seorang jurnalis dalam membuat berita harus menjalankan dan mengembangkan pola pikir. Dengan demikian, pola pikir seorang jurnalis akan menjadi lebih kritis dan membuat skill menulis lebih runtun dan rinci.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H