Mohon tunggu...
vioneta rizky
vioneta rizky Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa hukum

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Tindakan Bullying bagi Korban dan Pelaku yang Terjadi pada Siswa Sekolah Menengah Pertama

19 Januari 2021   18:18 Diperbarui: 19 Januari 2021   18:40 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibarat dalamnya samudera di lautan, fenomena bullying menyimpan berjuta permasalahan tersembunyi di dalam Palung Mariana yang tidak bisa dijangkau oleh kemampuan kita karena jumlahnya yang sangat banyak. Tidak sedikit kasus bullying yang tidak bisa dilihat oleh masyarakat. Padahal jika kita mengetahui lebih dalam dampak dari tindakan bullying, kita akan tahu bahwa dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya baik bagi korban maupun pelaku. Dampak ini terkadang muncul detik kejadian namun kadang juga muncul di kemudian hari. Dampak bullying ini tidak hanya dirasakan oleh korban dan pelaku, melainkan juga dapat berdampak kuat terhadap masyarakat sekitar terutama keluarga.

Tindakan bullying bisa berakibat fatal terhadap kondisi psikologis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang bagi korban. Pada jangka pendek korban biasanya akan mengalami berbagai masalah serius mulai dari kesehatan fisik, psikis, akademik, mental, sampai emosional. Perlakuan yang korban terima dari pelaku bullying akan menyebabkan korban mengalami berbagai hal seperti :

Cemas yang berkepanjangan dan depresi

Korban bullying akan mengalami berbagai gangguan jiwa seperti rasa cemas yang tidak kunjung berakhir. Ini dapat terjadi karena kurangnya produksi hormon dopamine yang disebabkan oleh meningkatnya kesedihan dan rasa kesepian pada diri si korban. Kecemasan korban dapat mengubah perilaku korban dari periang menjadi pemurung. Korban juga akan mengalami insomnia yang cukup parah karena rasa cemas yang akan lebih menghantui ketika ia sendirian. Dalam jangka panjang korban dapat menarik diri dari lingkup sosial. Ini bertentangan dengan sifat asli manusia sebagai mahluk sosial. Korban tidak akan memiliki hasrat atau motivasi dalam melakukan sesuatu hal seperti hilangnya minat pada aktivitas kegemaran. Hal ini dapat terjadi hingga dewasa dan jika ini terus berlanjut, korban akan kehilangan rasa empati dalam dirinya, mengalami gangguan psikologis (psychological well-being) yang berdampak pada rasa takut untuk mencoba hal-hal baru, depresi berat, bahkan bisa mendorong korban untuk bunuh diri, serta gejala-gejala gangguan stress pasca-trauma (post traumatic stress disorder).

Pada tahapan paling ekstrem korban akan melakukan hal yang menurutnya dapat menyelesaikan masalah yaitu bunuh diri. Indonesia menempati peringkat 158 negara dengan kasus bunuh diri terbanyak. Dari ratusan juta penduduk di Indonesia hanya satu orang yang meninggal dunia akibat bunuh diri per 1 jam. Namun angka bunuh diri akibat bullying harusnya dapat ditekan seminimal mungkin guna terciptanya kedamaian dan kebebasan individu yang hidup tanpa terkekang. (WHO, 2019). Menurut Health Metrics and Evaluation (IHME) faktor utama yang menyumbang besarnya jumlah angka bunuh diri di Indonesia adalah depresi. Adapun faktor lain seperti minimnya pendidikan mengenai mental health dan budaya labelling warga terhadap pasien depresi yang justru malah memperburuk kondisinya dan mendorong untuk bunuh diri

Selain bunuh diri, tindakan ekstrem lainnya adalah melakukan balas dendam kepada pelaku bullying. Korban menginginkan pelaku merasakan apa yang korban rasakan. Tidak sampai disitu, korban bahkan bisa lebih kejam dalam membalaskan dendamnya dibandingkan dengan si pelaku. Tindakan ekstrem ini muncul karena adanya kekesalan yang mendalam terhadap perlakuan pelaku kepada korban. Korban merasa tidak boleh kalah dan tidak boleh lemah jadi ketika sewaktu-waktu ada kesempatan, korban akan melancarkan aksi balas dendamnya. Diketahui, sejumlah kecil anak yang mengalami bullying mungkin membalas melalui tindakan yang sangat kejam. Dalam 12 dari 15 kasus penembakan di sekolah pada 1990-an, para penembak memiliki riwayat diintimidasi.

Berbagai masalah kesehatan

Tindakan bullying yang dialami korban tidak hanya secara verbal namun juga adanya perlakuan kasar secara fisik oleh pelaku kepada korban. Ucapan memaki, menghina, bahkan merendahkan akan membuat korban merasa tidak lagi berguna dan berpikir bahwa korban tidak pantas hidup lagi. Ini akan berdampak pada depresi dan bisa berpengaruh terhadap kesehatan korban. Gangguan kesehatan yang dialami korban bisa berupa mual, pusing , sakit dibagian dada dan ulu hati, sakit tenggorokan, dan lain sebagainya. Adapun dampak yang ditimbulkan jika korban mendapat perlakuan kasar secara fisik oleh pelaku yang dapat membuat korbannya mengalami pendarahan, hilang ingatan akibat pukulan atau benturan keras di kepala, patah tulang, lebam di bagian tubuh yang dihantam, dan lain sebagainya.

Dampak yang paling fatal dari tindakan bullying adalah bisa membuat korban itu menjadi pribadi yang anti sosial yang sudah disebutkan di muka. Korban tidak bisa mengapresiasi diri sendiri yang berakibat pada rusaknya psikis dan stress yang berkepanjangan hingga dewasa. Hal ini menjadi sulit dilupakan bagi korban bullying dan sangat berbanding terbalik bagi si pelaku. Pelaku bisa saja lupa atau bahkan tidak merasa pernah menjadi pelaku bullying. Menurut mereka hal itu adalah candaan yang wajar atau bahkan hanya kesenangan yang tidak berdampak apapun bagi korban.

Pada intinya baik secara fisik maupun mental, remaja yang menjadi korban bullying akan beresiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan. Tidak sedikit korban yang mengeluh terkaitan kesehatan fisik seperti sakit kepala, sakit perut, ketegangan otot, rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah, dan penurunan semangat belajar dan prestasi akademis.


Prestasi akademik menurun

Selain dampak bagi mental dan kesehatan, bullying juga berdampak pada akademik. Korban bullying cenderung menurun nilai akademiknya. Ini disebabkan oleh tindakan bullying yang korban terima dan membuatnya stress sehingga tidak bisa berkonsentrasi dalam belajar. Korban juga tidak jarang bolos sekolah karena alasan takut bertemu dengan pelaku yang akan melakukan tindakan bullying kepadanya. Korban cenderung trauma jika melihat sekolah yang pernah dijadikan tempat untuk melakukan tindakan bullying dan mereka takut untuk datang ke sekolah. Korban bullying juga cenderung tidak memiliki teman. Jadi ketika ia akan dibully, tidak ada yang membelanya atau melaporkan ke pihak berwajib. Maka korban merasa kesepian walaupun di sekitarnya banyak siswa/i lain.

Dampak bullying tidak hanya dirasakan oleh korban melainkan juga berdampak pada si pelaku bullying. Berikut ini adalah dampak bullying bagi pelaku :

Keras Kepala

Umumnya para pelaku bullying beranggapan bahwa mereka memiliki kemampuan lebih baik dibandingkan anak lain. Pelaku cenderung tidak suka ditegur atau bahkan sekadar berargumen. Mereka cenderung keras kepala tidak mau diatur, tidak mau kalah, dan tidak mau salah. Mereka merasa diri merekalah yang paling benar dan merekalah yang pantas untuk mendominasi. Mereka akan melakukan hal-hal yang mereka inginkan dan tidak peduli dengan keinginan orang lain. Pelaku juga cenderung egois dalam menentukan pilihan. Semua anak harus mengikuti kemauannya atau bisa dibilang pelaku ingin dirinya menjadi poros dalam lingkungan pertemanan. Pelaku bullying yang keras kepala atau berwatak kasar cenderung membantah semua masukan yang orang lain berikan kepadanya. Ini merupakan kekeliruan yang mereka pikirkan. Menurut kita, masukan adalah hal penting dalam pengembangan diri agar menjadi lebih baik lagi. Namun menurut pelaku bullying, mereka tidak butuh masukan karena mereka tidak akan pernah salah. Kalaupun salah, pasti ada campur tangan orang lain. Maka dari itu pelaku selalu menyalahkan orang lain di setiap kesalahannya.

Berkeinginan untuk berkuasa

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa para pelaku bullying cenderung ingin mendominasi atau berkuasa di ruang lingkup pergaulannya. Tidak jarang para pelaku bullying marah ketika keinginannya tidak bisa diterima oleh pergaulannya. Jika hal ini terus berlanjut tanpa ada tindakan apapun dari pihak tertentu, ada kemungkinan terbentuknya perilaku negatif yang berkepanjangan. Pelaku akan membawa sifat buruknya hingga dewasa. Semakin dewasa pelaku akan semakin arogan dan bertindak layaknya seorang pemimpin. Parahnya, semua orang di lingkungannya haruslah tunduk dan patuh kepadanya. Hal itu terlihat sangat tidak masuk akal. Bagaimana bisa seseorang yang tidak memiliki jabatan atau kekuasaan apapun, memaksa orang di sekelilingnya untuk patuh terhadapnya. Ini memang benar adanya namun seringkali kita tidak sadari atau ada beberapa orang yang tidak berlaku searogan itu namun ia menunjukan sikap-sikap yang ingin mendominasi dan berkuasa. Bukan berarti semua yang bersikap demikian adalah pelaku bullying di masa lalunya.

Pergaulan bebas

Pelaku memiliki kecenderungan untuk berperilaku dan berpotensi menjadi kriminal karena kebiasaan di usia muda dibawa sampai dewasa. Pelaku juga kerap melakukan aktivitas menyimpang dari norma seperti pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba dan alkohol, seks bebas sehingga bisa hamil di usia dini. Pelaku juga didukung dengan lingkungan yang semrawut akan tumbuh menjadi seseorang yang tempramen dan bersikap kasar kepada orang terdekat bahkan kepada pasangannya. Pelaku juga menjadi sering berkelahi karena sikapnya yang agresif dan temperamental.

DAFTAR PUSTAKA/REFERENSI

Buku-Buku/Modul Pembelajaran

Badudu, J & Zains, M. 1994. Kamus Umum Bahasa Indoensia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 

Kurnia, Imas. 2017. Bullying. Publisher: Relasi Inti Media Group. 2017.

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

Nusantara, Ariobimo. 2008, Bullying, Mengatasi kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Anak, PT Grasindo, Jakarta.

Sapitri, Widya Ayu. MH. Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini. Penerbit: Guepedia, The First On-Publisher in Indonesia. Cetakan 2020.

Skaine, R. (2015). Abuse: An Encyclopedia of Causes, Consequences, and Treatments. California: ABC-CLIO, LLC.

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah, Bandung: Penerbit Pustaka Setia.

Artikel Jurnal

Amrina, Puspa. Pengaruh Bullying Terhadap Motivasi Belajar Siswa Kelas VII Di SMPN 31 Samarinda. Samarinda: Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda. MOTIVASI Vol 1, No 1 (2013).

Hidayati, Nurul. Bullying pada Anak: Analisis dan Alternatif Solusi. Gresik: Universitas Muhammadiyah Gresik. INSAN Vol. 14 No. 01, April 2012.

Syukri, Mohd. Hubungan Pola Asuh dengan Perilaku Bullying pada Remaja SMP Negeri 19 Kota Jambi. 2020. Jambi: Politeknik Kesehatan Kemenkes. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 20(1), Februari 2020, pp.243-246.

Makalah Penulisan

Kusrahmadi, Sigit Dwi. Pentingnya Pendidikan Moral Bagi Anak Sekolah Dasar. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Rizqi, Hanifatur. Dampak Psikologis Bulliying Pada Remaja. Jawa Timur: Universitas Wiraraja.

Unknown, pengertian bullying menurut para ahli, ditinjau dari dampak bullying terhadap mental siswa sekolah, MTsN 2 Kediri. Universitas Islam Negeri Malang. etheses.uin-malang.ac.id.

Vina. Dampak Psikologis Remaja Korban Bullying. 2011. Universitas Katolik Soegijapranata.

Yuliani, Mita. Dampak perilaku bullying pada 2 siswa SMP Pangudi Luhur 1 Klaten. 2017. Universitas Sanata Dharma.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun