Mohon tunggu...
Violeta Charisma Saragih
Violeta Charisma Saragih Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Let GOD lead..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Masjid Muhammad Cheng-Hoo, Merayakan Bhineka Tunggal Ika Melalui Arsitektur

14 Juni 2016   17:34 Diperbarui: 14 Juni 2016   17:43 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
interior masjid (dokpri)

“Kalau jadi Hindu jangan jadi India, kalau jadi Islam jangan jadi Arab, kalau jadi Kristen jangan jadi Yahudi. Tetaplah jadi orang nusantara dengan budaya nusantara yang kaya raya.” -Soekarno Hatta

Salah satu hal yang saya sukai dari kegiatan traveling adalah saya bisa menemukan banyak hal baru. Apakah itu sesuatu yang kita lihat, hirup, raba atau rasakan. Seperti Masjid Muhammad Cheng Hoo yang berlokasi di Kota Jember, bangunan ini merupakan bangunan masjid pertama yang saya lihat dengan arsitektur khas Tionghoa. Masjid yang umumnya berarsitektur Islam, kini hadir dengan arsitektur khas Tionghoa yang keberadaan penduduknya di Indonesia, khusunya di kota Jember, masih minoritas, hanya sekitar 10% dari total penduduk kota Jember.

Walaupun pada masa sekarang arsitektur masjid sudah lebih bervariasi dan mengangkat budaya lokal, namun kebanyakan masjid di Indonesia masih menganut arsitektur khas Islam yang berasal dari Timur Tengah dengan kubah dan menara. Namun berbeda dengan Masjid Muhammad Cheng Hoo, bangunan ibadah yang dibangun umat Islam keturunan Tionghoa yang ada di Jember ini mengangkat ciri khas arsitektur Tionghoa menyerupai Klenteng. Eksteriornya berwarna merah, hijau dan kuning dengan atap limasan yang ujungnya melengkung. Menara yang biasanya ada pada bangunan masjid menyerupai pagoda segi delapan yang desainnya masih harmonis dengan bangunan masjid. Kolom strukturnya juga  memakai ornamen ragam hias dengan warna merah dan kuning keemasan.

Tidak melupakan arsitektur Timur Tengah, masjid Muhammad Cheng Hoo memakai lengkungan sebagai pintu masuk dan kaligrafi di bagian dinding dan interiornya. Menurut informasi yang didapat dari jemberonline.com, masjid ini juga sarat makna pada setiap ukurannya. Bangunan berukuran 11m x 9 m yang berarti angka 11 bahwa ukuran Kabbah saat dibangun dan 9 sebagai lambang Wali Songo yang sangat berjasa besar dalam dakwah Islam di Jawa.

eksterior masjid (dokpri)
eksterior masjid (dokpri)
kaligrafi pada dinding masjid (dokpri)
kaligrafi pada dinding masjid (dokpri)
interior masjid (dokpri)
interior masjid (dokpri)
Melihat keadaan Indonesia yang sangat kaya akan perbedaan, bangunan ini dipandang sebagai sesuatu yang sangat unik. Melalui arsitekturnya, Masjid Muhammad Cheng Hoo seolah-olah berpesan “walaupun kita berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Masjid Muhammad Cheng Hoo mampu merayakan Bhineka Tunggal Ika melalui arsitektur, karena Islam bukan berarti Arab dan Kristen bukan berarti Yahudi. Ketika arsitektur saja bisa menyatukan perbedaan dengan baik, kenapa kita sebagai manusia tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun