Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki kekayaan budaya yang melimpah serta sumber daya alam yang melimpah. Namun, di balik panorama keindahannya, negara ini juga menghadapi tantangan serius dalam bidang kesehatan, salah satunya adalah masalah stunting.Â
Stunting, yang terjadi ketika anak mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif yang terhambat akibat gizi buruk pada masa awal kehidupannya, telah menjadi perhatian utama bagi pemerintah, masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan lainnya di Indonesia. Data terbaru menunjukkan bahwa tingkat stunting di Indonesia masih cukup tinggi, meskipun telah dilakukan berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan. Masalah ini tidak hanya berdampak pada kesehatan individu, tetapi juga mengancam potensi pembangunan jangka panjang negara.
Oleh karena itu, penting untuk memahami akar penyebab serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi masalah stunting ini. Dengan dibuatnya artikel ini tentunya kita dapat mengetahui lebih dalam permasalahan stunting di Indonesia dengan menggali factor-faktor yang mempengaruhinya, disini juga akan menganalisis strategi apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dan keefektifitasan penggunaan strategi tersebut dalam mengurangi angka stunting.
Stunting adalah kondisi di mana pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif seorang anak terhambat atau tertunda akibat kekurangan gizi yang berlangsung dalam jangka waktu panjang, terutama pada masa awal kehidupan, yakni sejak periode kehamilan hingga dua tahun pertama kehidupan anak. Hal ini dapat mengakibatkan anak memiliki tinggi badan yang lebih pendek dari rata-rata usianya, serta memiliki risiko lebih tinggi terhadap berbagai penyakit dan gangguan perkembangan.
Stunting biasanya disebabkan oleh defisiensi gizi kronis, yang meliputi kurangnya asupan nutrisi penting seperti protein, energi, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal. Faktor-faktor lain yang dapat berkontribusi terhadap stunting meliputi faktor genetik, akses terhadap layanan kesehatan yang terbatas, sanitasi yang buruk, praktik pemberian makan yang tidak tepat, serta lingkungan sosial dan ekonomi yang kurang mendukung. Stunting memiliki dampak yang serius tidak hanya pada kesehatan individu, tetapi juga pada potensi pembangunan manusia suatu negara. Anak yang mengalami stunting cenderung memiliki risiko lebih tinggi terhadap penyakit kronis, rendahnya prestasi pendidikan, dan keterbatasan kemampuan produktif di masa dewasa.
Berdasarkan data dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting pada balita di Indonesia masih mengkhawatirkan, mencapai 24,4%. Artinya, 1 dari 4 balita di Indonesia mengalami stunting, kondisi yang menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif mereka. Dalam penanganannya sendiri, pemerintah telah menargetkan penurunan prevalensi stunting hingga 14% pada tahun 2024.Â
Untuk mencapai target tersebut, diperlukan upaya yang keras dan terintegrasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan organisasi non-pemerintah. Adapun beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menurunkan angka prevalensi stunting pada balita di Indonesia, antara lain:
1. Meningkatkan akses terhadap makanan bergizi
Langkah ini mencakup berbagai upaya untuk memastikan bahwa masyarakat memiliki akses yang memadai terhadap makanan bergizi, terutama bagi keluarga dengan anggaran terbatas. Hal ini dapat dilakukan melalui program pemerintah yang memberikan subsidi atau bantuan pangan kepada keluarga miskin, serta memperluas jangkauan dan ketersediaan pasokan makanan bergizi, seperti buah- buahan, sayuran, sumber protein, dan sumber energi yang penting untuk pertumbuhan anak-anak.
2. Memperbaiki sanitasi dan air bersih
Sanitasi yang buruk dan akses terhadap air bersih yang terbatas dapat menjadi faktor risiko utama terjadinya stunting. Oleh karena itu, diperlukan investasi dalam infrastruktur sanitasi yang lebih baik, seperti pembangunan sistem sanitasi yang aman dan fasilitas pengelolaan limbah yang memadai. Selain itu, peningkatan akses terhadap air bersih juga penting untuk memastikan bahwa anak-anak dapat minum air yang bersih dan sehat, serta memenuhi kebutuhan sanitasi mereka.
3. Memberikan edukasi gizi dan kesehatan terhadap masyarakat
Pendidikan dan pengetahuan tentang gizi yang tepat sangat penting untuk membantu orang tua dan keluarga memahami pentingnya pola makan yang sehat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Melalui program-program edukasi yang terarah, masyarakat dapat diberikan informasi tentang nilai gizi makanan, cara memasak makanan agar tetap bergizi, praktik pemberian makan yang baik untuk anak-anak, serta pentingnya imunisasi dan perawatan kesehatan lainnya.
4. Memberikan layanan kesehatan yang berkualitas kepada ibu hamil dan anak balita
Layanan kesehatan yang berkualitas sangat penting untuk memantau perkembangan kesehatan ibu hamil dan anak balita, serta memberikan intervensi yang diperlukan jika ditemukan masalah gizi atau kesehatan lainnya. Ini termasuk pemeriksaan kehamilan rutin, konseling gizi bagi ibu hamil, pemantauan pertumbuhan anak, pemeriksaan rutin yang mencakup imunisasi dan pengobatan penyakit menular, serta penyediaan suplemen gizi jika diperlukan. Selain itu, memastikan bahwa layanan kesehatan ini mudah diakses oleh masyarakat, terutama yang tinggal di daerah pedesaan atau terpencil, juga merupakan bagian penting dari strategi untuk mengurangi prevalensi stunting.
Sebagai Langkah konkrit dari pemerintah pula, telah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting (Perpres 72/2021) menggantikan Perpres sebelumnya di tahun 2013. Perpres ini mendorong penurunan angka stunting menjadi 14% di tahun 2024. Kebijakan ini didasari kesadaran bahwa stunting berdampak jangka panjang pada kesehatan dan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Adanya peraturan presiden ini masih menjadi perbincangan karena memang dalam pelaksanaannya berjalan dengan optimal, tidak optimal, ataupun menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam upaya menuntaskan angka prevalensi stunting pada balita di Indonesia. Beberapa yang dapat berjalan optimal adalah seperti target yang jelas berupa fokus pada penurunan angka stunting, tentunya dapat disadari bahwasanya Memiliki target yang jelas untuk menurunkan angka stunting menjadi 14% pada tahun 2024 merupakan langkah positif. Hal ini membantu mengarahkan upaya-upaya penanggulangan stunting secara lebih terarah dan terukur.
Selain itu, pendekatan terintegrasi dan melibatkan berbagai kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah sudah berjalan dengan cukup optimal, seperti kolaborasi antara kementerian (Kemenkes, BKKBN, Kemendikbudristek, Kemensos, Kemendes PDTT, dan PUPR), pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), dan organisasi non-pemerintah (Organisasi masyarakat sipil, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan dunia usaha) dapat memperkuat upaya penanggulangan stunting secara menyeluruh. Dengan adanya kolaborasi lintas sektor inipun tentunya dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas program-program penganggulangan stunting.
Adapun kerangka kerja yang mencakup pencegahan dan penanganan stunting yang dinilai dapat berjalan dengan optimal, seperti Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) 2018-2024: hal ini merupakan kerangka kerja nasional yang memuat strategi dan intervensi untuk percepatan penurunan stunting di Indonesia. Adanya kerangka kerja yang mencakup pencegahan dan penanganan stunting menunjukkan pendekatan yang komprehensif dalam menangani masalah ini. Langkah-langkah pencegahan yang efektif dapat membantu mengurangi jumlah kasus stunting baru, sementara penanganan yang tepat dapat memberikan dukungan kepada anak-anak yang sudah mengalami stunting.