1. Perkembangan Bahasa ekspresif pada usia 0-12 bulan
Dari berbagai macam kemampuan berketerampilan pragmatic, jenis-jenis tindak tutur merupakan aspek pragmatic yang dapat diamati pada anak balita yang sedang berproses memperoleh Bahasa. Ketika seorang anak mengatakan 'susu', 'mama', atau 'kucing' orang tua atau orang dewasa yang pada saat tersebut menjadi lawan bicara si anak harus melakukan dua Tindakan untuk menangkap maksut dari si anak.Â
Sebagai contoh, setelah menangkap 'bola' yang dituturkan oleh seorang anak disebuah ruang keluarga, maka Tindakan pertama yang harus dilakukan oleh orang tua adalah mempelajari konteks situasi yang melingkupi lingkungan sekitar tuturan yang terjadi.
Mengetahui bahwa dari sebuah tuturan kata bola di atas ternyata dapat beberapa kemungkinan maksudnya, maka orang tua dapat melakukan percobaan dengan merespon kepada tuturan yang dilontarkan oleh si anak.Â
Apabila tuturan 'Oh........ ini bola dik?' (dengan menunjuk objek bola yang sebenarnya) diujar-balikan kepada si anak, dan dia mengiyakan dengan 'iya' atau dengan 'heem', maka dapat disimpulkan bahwa dia melihat sebuah bola diruang itu.
Percobaan untuk mengindai maksud sebenarnya dari ujaran tersebut dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti percobaan yang dilakukan diatas.Â
Manfaat melibatkan anak didalam percakapan untuk mendapatkan maksud sebenarnya dari ujaran yang dia buat juga sama dengan manfaat dari percobaan diatas.
2.Perkembangan Bahasa ekspresif pada usia 1-3 tahun
Perkembangan Bahasa ekspresif pada usia 2-5 tahun sekarang merupakan lahan kajian dan penelitian yang sangat menarik, sehingga banyak ahli linguistic memfokuskan perhatian dan minatnya pada area ilmu yang disebut sebagai ilmu pragmatics.Â
Dari berbagai macam aspek pragmatic, keterampilan bercakap di dalam sebuah percakapan merupakan aspek yang dapat dengan mudah diamati pada anak dan dapat dengan mudah dideskripsikan.Â
Ketika seorang anak menginjak usia 2 tahun (atau bahkan sebelumnya), kemampuan menguasai beberapa jenis tidan tutur (speech acts), dan menggunakannya di dalam percakapan yang dia lakukan dengan orang-orang yang ada disekitarnya sudah mulai terlihat.Â
Tindak tutur atau speech acts diartikan sebagai sebuah eksploitasi Bahasa yang dilakukan untuk melakukan Tindakan apapun (Nunan, 1993).
Lebih lanjut dinyatakan bahwa meminta maaf, mengarahkan, menyatakan setuju, dan mengingatkan, dan sebagainya sebagai contoh-contoh tindak tutur yang sering digunakan oleh orang didalam percakapan.
Selanjutnya, orang tua sebagai lawan bicara si anak, biasanya harus menginterpresikan maksud dari tuturan yang dibuat si anak dengan cara memasukannya didalam kerangka konteks interaksi dan kemudian menerjemahkannya dengan memanfaatkan wawasannya tentang latar belakang terjadinya tuturan itu.Â
Pada anak balita, kemampuan memahami sebuah tindak tutur yang dilonytarkan lawan bicara muncul terlebih dahulu dari pada kemampuan menuturkan tindak tutur. Ketika seorang anak baru berusia sekitar satu tahun, seringkali orang tuanya melakukan tindak tutur requesting atau commanding kepadanya. Jenis-jenis perintah yang biasa diberikan kepada seorang anak balita dapat dicontohkan sebagai berikut.
a.Dik....... Ayo dik ibu disayang dik;
b.Dik....... Gimana dik kalo nakut-nakutin dik;
c.Dah......dah......;
d.Saliim... lho.... Gimana? ...ayo... salim!.
3.Perkembangan Bahasa ekspresif pada usia 3-5 tahun
Sebuah pengamatan terhadap proses negoisasi yang terjadi antara dua subjek anak balita menemukan beberapa jenis tindak tutur yang digunakan oleh dua anak yang terlibat didalam proses itu untuk memenangkan sebuah transaksi, yaitu tindak tutur memberikan alasan, menyalahkan lawan bicara, membenarkan Tindakan dirinya, mengacu kepada orang ketiga, menanyakan alasan lawan bicara, dan tindak mengancam lawan bicara.
Berkaitan dengan konflik negosiasi yang terjadi antar dua anak balita, maka campur tangan orang tua untuk segera menyelesaikan konflik yang terjadi sangat tidak dianjurkan.Â
Dengan membiarkan mereka menyelesaikan permasalahan mereka sendiri, maka kita telah memberikan mereka kesempatan untuk belajar dan mengasah keterampilan bercakap mereka (dan juga tentu saja melatih mengendalikan emosi).Â
Hal ini didasari pada kenyataan pada kenyataan bahwa Ketika seorang anak terlibat didalam konflik negosiasi dengan teman sebayanya, maka dia akan berusaha sedemikian rupa melalui eksploitasi bahasanya untuk memenangkan transaksi yang dinegosiasikan.Â
Semakin sering mereka terlibat didalam konflik negosiasi antar sesame teman, akan semakin pandai mereka mengolah kemampuan bercakapnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H