Tindak tutur atau speech acts diartikan sebagai sebuah eksploitasi Bahasa yang dilakukan untuk melakukan Tindakan apapun (Nunan, 1993).
Lebih lanjut dinyatakan bahwa meminta maaf, mengarahkan, menyatakan setuju, dan mengingatkan, dan sebagainya sebagai contoh-contoh tindak tutur yang sering digunakan oleh orang didalam percakapan.
Selanjutnya, orang tua sebagai lawan bicara si anak, biasanya harus menginterpresikan maksud dari tuturan yang dibuat si anak dengan cara memasukannya didalam kerangka konteks interaksi dan kemudian menerjemahkannya dengan memanfaatkan wawasannya tentang latar belakang terjadinya tuturan itu.Â
Pada anak balita, kemampuan memahami sebuah tindak tutur yang dilonytarkan lawan bicara muncul terlebih dahulu dari pada kemampuan menuturkan tindak tutur. Ketika seorang anak baru berusia sekitar satu tahun, seringkali orang tuanya melakukan tindak tutur requesting atau commanding kepadanya. Jenis-jenis perintah yang biasa diberikan kepada seorang anak balita dapat dicontohkan sebagai berikut.
a.Dik....... Ayo dik ibu disayang dik;
b.Dik....... Gimana dik kalo nakut-nakutin dik;
c.Dah......dah......;
d.Saliim... lho.... Gimana? ...ayo... salim!.
3.Perkembangan Bahasa ekspresif pada usia 3-5 tahun
Sebuah pengamatan terhadap proses negoisasi yang terjadi antara dua subjek anak balita menemukan beberapa jenis tindak tutur yang digunakan oleh dua anak yang terlibat didalam proses itu untuk memenangkan sebuah transaksi, yaitu tindak tutur memberikan alasan, menyalahkan lawan bicara, membenarkan Tindakan dirinya, mengacu kepada orang ketiga, menanyakan alasan lawan bicara, dan tindak mengancam lawan bicara.
Berkaitan dengan konflik negosiasi yang terjadi antar dua anak balita, maka campur tangan orang tua untuk segera menyelesaikan konflik yang terjadi sangat tidak dianjurkan.Â
Dengan membiarkan mereka menyelesaikan permasalahan mereka sendiri, maka kita telah memberikan mereka kesempatan untuk belajar dan mengasah keterampilan bercakap mereka (dan juga tentu saja melatih mengendalikan emosi).Â
Hal ini didasari pada kenyataan pada kenyataan bahwa Ketika seorang anak terlibat didalam konflik negosiasi dengan teman sebayanya, maka dia akan berusaha sedemikian rupa melalui eksploitasi bahasanya untuk memenangkan transaksi yang dinegosiasikan.Â
Semakin sering mereka terlibat didalam konflik negosiasi antar sesame teman, akan semakin pandai mereka mengolah kemampuan bercakapnya.