Mohon tunggu...
Viola Eva Reditiya
Viola Eva Reditiya Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswi Magister

Banyak orang gagal dalam hidup karena tidak menyadari seberapa dekat mereka dengan kesuksesan ketika mereka menyerah (Thomas Edison).

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Stop Labelling Anak dengan Sebutan Nakal!

2 Juni 2024   19:54 Diperbarui: 2 Juni 2024   20:32 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak-anak adalah cerminan dari dunia mereka, penuh dengan keingintahuan, energi, dan potensi yang tak terbatas. Namun, terlalu sering kita mendengar kata "nakal" disematkan pada mereka, baik di rumah, di sekolah, atau di lingkungan sosial lainnya. Sebenarnya, label ini tidak hanya merugikan anak-anak tetapi juga menghambat perkembangan mereka. Sebagai masyarakat yang peduli, sudah saatnya kita mengubah perspektif ini dan menciptakan lingkungan yang lebih positif dan mendukung bagi anak-anak kita.

Label "nakal" sering kali digunakan sebagai reaksi cepat terhadap perilaku anak yang dianggap mengganggu atau tidak sesuai dengan harapan orang dewasa. Padahal, setiap perilaku anak memiliki alasan dan latar belakang tersendiri. Anak yang dianggap "nakal" mungkin sebenarnya sedang mencari perhatian, mengekspresikan kebingungan, atau merespons perasaan stres atau ketidaknyamanan. Dengan melabeli mereka "nakal," kita tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengatasi masalah mereka secara konstruktif. Sebaliknya, kita perlu mendekati setiap perilaku dengan rasa ingin tahu dan empati, bertanya-tanya apa yang menyebabkan perilaku tersebut dan bagaimana kita bisa membantu.


Memahami bahwa setiap anak adalah unik adalah langkah pertama menuju perubahan ini. Mereka memiliki cara masing-masing dalam mengekspresikan diri dan berinteraksi dengan dunia. Sebagai orang tua, pendidik, atau anggota komunitas, tugas kita adalah mengenali keunikan tersebut dan menyediakan dukungan yang sesuai. Misalnya, jika seorang anak menunjukkan perilaku yang menantang, alih-alih langsung menghukum, kita bisa mengajak mereka berbicara untuk memahami apa yang sebenarnya mereka rasakan. Dengan begitu, kita tidak hanya mengatasi perilaku tersebut, tetapi juga membantu anak belajar mengelola emosinya dengan cara yang lebih sehat.

Selain itu, penting bagi kita untuk membangun lingkungan yang memfasilitasi perkembangan positif anak. Ini bisa dimulai dari cara kita berbicara kepada mereka. Alih-alih menggunakan kata-kata yang bisa merendahkan atau menyakiti, mari kita pilih kata-kata yang membangun dan menginspirasi. Contohnya, jika anak sedang berusaha mempelajari sesuatu yang baru dan mengalami kesulitan, kita bisa mengatakan, "Kamu sudah berusaha sangat keras, mari kita coba lagi bersama-sama," daripada memberikan komentar negatif yang membuat mereka merasa tidak berharga.

Penting juga untuk memberikan pujian yang tepat. Mengapresiasi usaha dan kemajuan anak, bukan hanya hasil akhirnya, dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka dan memotivasi mereka untuk terus mencoba. Ketika anak merasa dihargai dan didukung, mereka cenderung menunjukkan perilaku yang lebih positif dan bersemangat untuk belajar dan berkembang.

Perubahan ini tidak hanya akan memberikan dampak positif pada perkembangan anak, tetapi juga akan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan bahagia. Bayangkan dunia di mana setiap anak merasa dicintai, didengar, dan dihargai. Dunia di mana mereka bebas untuk mengeksplorasi dan belajar tanpa takut dihakimi atau diberi label negatif. Inilah dunia yang kita impikan untuk anak-anak kita, dan perubahan ini dimulai dari diri kita sendiri.

Dengan menghapus kata "nakal" dari kosakata kita dan menggantinya dengan pendekatan yang lebih empatik dan positif, kita tidak hanya membantu anak-anak tumbuh menjadi individu yang lebih baik, tetapi juga membangun fondasi bagi masyarakat yang lebih penyayang dan mendukung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun