“Kalau ada yang macem-macem sama anak-anak, bisa-bisa langsung terjerat Komnas HAM terus berjumpa dengan Kak Seto hari esoknya!” Ucapan tersebut menjadi awang-awang yang menghantui kegelisahan banyak orang, khususnya dalam lingkup interaksi dengan anak-anak.
Orang tua menjadi garda terdepan yang melindungi anaknya dari segala bahaya yang mengancam. Saat seorang anak terlibat dalam suatu kasus, maka orang tua juga pasti memiliki campur tangan dalam membantu penyelesaian permasalahan. Dalam kondisi tertentu, mereka tidak segan untuk membawa suatu kejadian atau konflik yang sedang dialami hingga ke konteks pihak berwenang, bahkan ranah hukum atau pengadilan.
Tanpa mediasi ataupun komunikasi antar kedua pihak, terkadang orang tua serba menuntut orang yang bersangkutan tanpa melihat akar masalah secara menyeluruh. Apakah sebenarnya perlindungan yang diberikan orang tua hanya dipakai untuk menjadi senjata makan tuan pihak yang dianggap merugikan ananda?
Munculnya Generasi Stroberi
Dalam beberapa tahun terakhir, istilah "generasi stroberi" semakin sering digunakan untuk menggambarkan generasi muda yang dinilai rapuh dalam menghadapi tekanan dan tantangan hidup. Generasi ini disebut seperti buah stroberi karena tampak menarik dari luar, namun mudah hancur ketika menghadapi masalah. Salah satu faktor yang mendukung terbentuknya karakteristik ini adalah peran orang tua yang cenderung terlalu protektif terhadap anak-anak mereka.
Pada era modern, fenomena ini semakin tampak seiring dengan berjalannya kehidupan masyarakat. Salah satunya lingkup yang muncul adalah pendidikan. Dalam konteks akademik, fenomena ini kerap dipandang dalam ranah yang lebih luas, yaitu konsep “safeguarding”, sebagai upaya orang tua untuk melindungi anak dari pengalaman atau interaksi yang dinilai membahayakan.
Hal ini didasari pada pola pendampingan yang terlalu mencampuri urusan anak hingga memberi kesan "tangan bersih" dalam menghadapi suatu permasalahan yang muncul. Orang tua yang cenderung overprotektif justru menciptakan pola asuh yang melindungi anak secara berlebihan, sehingga membatasi kesempatan anak untuk melatih kemandirian dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami.
Dampak Isu Safeguarding
Fenomena safeguarding yang berlebihan dalam dunia pendidikan seringkali menyebabkan efek berantai pada kehidupan anak-anak maupun pendidik. Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menunjukkan bahwa hingga 15% kasus pelaporan terhadap pendidik terjadi akibat kesalahpahaman atau ketakutan orang tua yang berlebihan terhadap metode pengajaran guru yang tegas.
“Orang tua di era modern cenderung menilai perilaku disiplin atau teguran sebagai bentuk tindakan yang melampaui batas, meskipun dalam konteks pendidikan tindakan tersebut masih dalam koridor yang benar.”