Oleh: Vio Alfian Zein
(Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ)
Jika satu dekade kebelakang kita tentu mengenal istilah geng-gengan, atau yang bagi anak STM/SMK lebih familiar dengan istilah "Barisan Siswa" atau lebih dikenal basis.Â
Beberapa tahun belakangan ini kita sudah jarang mendengar kedua istilah tersebut, dan istilah yang lebih familiar saat ini adalah circle atau dapat disebut juga Sirkel, jika dilihat melalui cara penyebutannya.Â
Meskipun memiliki istilah dan penyebutan yang berbeda, namun secara pengertian mereka serupa, yaitu sama-sama kelompok pergaulan yang diisi oleh kalangan remaja. Dalam kajian sosiologi pemuda circle diklasifikasikan sebagai clique atau klik. Klik merupakan kelompok remaja yang memiliki keintiman tinggi antar anggota-anggota kelompoknya.Â
Dalam satu klik sendiri biasanya hanya berisikan 4-6 orang remaja, namun pada kasus paling banyak dalam satu klik dapat mencapai hingga 12 remaja. Menurut Davies dalam (Salkind, 2008: 149) klik dapat terbentuk karena adanya kesamaan karakteristik antar anggota-anggotanya, seperti usia, jenis kelamin, status sosial, serta saling berbagi ketertarikan dan aktivitas.
Disinilah konsep yang harus diperhatikan dalam setiap individu, bahwa karakteristik antar anggota-anggota dalam klik itu serupa, konsep kesamaan ini yang terkadang membuat suatu individu terbalik dalam memaknainya.Â
Banyak kasus remaja malah tidak mencari klik yang sesuai dengan karakterisitiknya, namun malah memaksa untuk mengubah karakteristiknya agar dapat menyesuaikan dengan klik yang ia mau.
Dengan terbentuknya kelompok, maka akan terbentuk pula norma kelompok. Yang dimaksud dengan norma kelompok ialah pedoman-pedoman yang mengatur perilaku atau perbuatan anggota kelompok (Walgito, 2003: 89).Â
Disinilah konformitas klik terbentuk, suatu aturan dapat mengubah sikap dan perilaku individu agar dapat sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Norma dalam klik sendiri bersifat cair, yakni mengikuti dan sesuai dengan karakteristik anggota-anggotanya.