Mohon tunggu...
Vio Alfian Zein
Vio Alfian Zein Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Hanya seorang mahasiswa yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Analisis Sosiologi dalam Gelombang Penolakan UU Cipta Kerja oleh Masyarakat

14 November 2020   18:18 Diperbarui: 14 November 2020   18:25 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah mahasiswa tergabung dalam BEM Seluruh Indonesia bergerak menuju Istana Negara. Gambar: Instagram BEM SI

Oleh Vio Alfian Zein.
Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ

Beberapa minggu terakhir ini sejak disahkannya RUU Cipta Kerja oleh DPR RI pada hari senin malam pada tanggal 5 Oktober 2020, membuat kondisi Indonesia semakin memanas ditengah pandemi. 

Gelombang penolakan secara massif terus berlangsung di berbagai kota dan provinsi di Indonesia, seluruh elemen masyarakat mulai dari buruh, petani, aktivis lingkungan, mahasiswa, serta pelajar turun memenuhi jalanan sebagai bentuk penolakan atas RUU Cipta Kerja.

RUU Cipta Kerja sendiri dijuluki sebagai undang-undang sapu jagat karena merubah banyak undang-undang sebelumnya yang menurut pemerintah sangat menghambat laju investasi pemerintah. Pemerintah berpendapat bahwa selama ini peraturan yang ada sangat berbelit-belit dan banyak izin yang harus dilakukan sehingga membuat investor minder untuk berinvestasi di Indonesia. 

Pemerintah juga berpendapat bahwa undang-undang ini akan mempercepat penyerapan tenaga kerja, sebagai obat dari pandemi covid-19 yang menyebabkan banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaannya.

Padahal dari data yang ada pada tahun 2019 realisasi investasi Indonesia sebesar 809,6 triliun, angka tersebut naik 12,24% dari tahun 2018. Menurut data yang Badan Koordinasi Penanaman Modal, serapan tenaga kerja lokal pada tahun 2019 mencapai 1.033.835 orang, angka tersebut meningkat dibanding tahun 2018. 

Akan tetapi naiknya realisasi investasi dan penyerapan tenaga kerja tidak diikuti oleh turunnya angka pengangguran. Menurut data dari Badan Pusat Statistik angka pengangguran pada tahun 2019 naik menjadi 7,05 juta orang yang sebelumnya di tahun 2018 sebesar 7 juta orang. Belajar dari peristiwa tersebut, tentunya masyarakat akan bertanya-tanya apakah investasi merupakan solusi yang sangat tepat untuk menurunkan angka pengangguran.

Pasal yang dipermasalahkan adalah penghapusan pasal 59 yang membahas perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), sehingga di masa mendatang buruh dapat dikontrak seumur hidup, alias minim jaminan menjadi karyawan tetap. Lalu pasal 156 Ayat 4, poin C yang terdapat pada UU Ketenagakerjaan yang berbunyi "penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat" juga dihapuskan. 

Selain dalam sektor ketenagakerjaan, RUU Cipta Kerja juga menghapus dan merubah berbagai pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, salah satunya adalah Pasal 18 yang dicoret dalam RUU Cipta Kerja.

Fakta bahwa undang-undang tersebut akan merusak lingkungan dan merugikan kaum buruh membuat masyarakat memiliki kesadaran kolektif untuk menolak RUU tersebut. Proses kesadaran kolektif tersebut muncul dari proses sosialisasi berbagai pihak yang dirugikan melalui berbagai media. 

Salah satunya adalah akun Instagram yang bernama Bangsa Mahasiswa yang aktif menyebarkan tentang RUU Cipta Kerja mulai dari pasal-pasal yang bermasalah hingga elit-elit politik yang melatarbelakangi pembentukan dan pengesahan undang-undang tersebut, sehingga tercipta nilai-nilai baru untuk melawan rencana undang-undang tersebut merupakan suatu keharusan, bahkan pelajar yang notabene masih tidak mengetahui isi maupun substansi dari RUU Cipta Kerja ikut memiliki kesadaran kolektif untuk sama-sama menolak RUU Cipta Kerja. Semakin menguatnya kesadaran kolektif masyarkat maka semakin kuat juga untuk melakukan resistensi.

Aliansi dari gabungan berbagai elemen masyarakat dan berbagai latar belakang tujuan memilih melakukan resistensi sebagai upaya mereka dalam memperjuangkan apa yang mereka miliki. Para buruh melakukan resistensi demi melindungi hak-hak para buruh seperti pesangon dan yang seharusnya sudah menjadi hak para buruh, sedangkan aktivis lingkungan dan masyarakat adat melakukan resistensi untuk melindungi alamnya dari proses kapitalisasi oleh para investor. 

Kita dapat meminjam teori dari Georg Simmel bahwa uang dapat mendekatkan diri serta menciptakan relasi dari objek tersebut kepada pemilik uang tersebut. Jika Undang-Undang Cipta Kerja tersebut terlaksana maka investor bisa membayar sejumlah uang atas nama investasi untuk memiliki relasi dengan hutan adat milik masyarakat.

Selain substansi dari RUU Cipta Kerja, masyarakat melakukan resistensi karena kurangnya informasi yang disampaikan pemerintah kepada masyarakat tentang RUU Cipta Kerja, kerena pembuatan RUU tersebut terkesan dilakukan secara tersembunyi dan terburu-buru.

Ketua BEM Seluruh Indonesia Remi Hastian dalam wawancaranya di program tayangan Mata Najwa yang berjudul Cipta Kerja: Mana Fakta Mana Dusta menyatakan bahwa masyarakat meyampaikan penolakan-penolakan Undang-Undang Cipta Kerja menyampaikan dengan tegas bahwasanya penolakan-penolakan ini terjadi ketika pemerintah tidak mampu menginformasi secara jelas, terbuka, dan akuntabel.

Hal tersebut terbukti dari pasca disahkannya RUU Cipta Kerja. Setelah disahkannya RUU Cipta Kerja Omnibus Law oleh DPR RI, publik masih kebingungan untuk menemukan draft mana yang sudah final, terdapat beragam versi yang beredar di masyarakat, mulai dari 812 halaman hingga berjumlah 1.035 halaman.

Pemerintah sendiri dinilai lalai dalam memberikan informasi tentang RUU Cipta Kerja, pemerintah tidak pernah mengoreksi sesuatu yang dianggap disinformasi oleh pemerintah, dan hanya melabeli sebagai hoax tanpa memberitahu masyarakat mana yang benar menurut pemerintah. 

Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G. Plate menyampaikan dalam program tayangan Mata Najwa dalam episode yang sama bahwa apa yang menurut pemerintah hoax ya hoax, yang dimana menurut Michael Focault merupakan salah satu bentuk dari kekuasaan yang dinamakan rezim wacana. Wacana tersebut dapat diartikan sebagai yang memiliki otonomi dan klaim atas keberanan dan kontekstualisasi sebuah pengetahuan. Klaim kebenaran itu merupakan operasional dari kekuasaan sebagai wacana yang mempengaruhi institusi-insitusi sosial dan praktik-praktik sosial.

Pemerintah juga dinilai keliru dalam menyampaikan sosialisasi undang-undang tersebut kepada masyarakat. Pemerintah malah menggunakan apa yang disebut oleh Louis Althusser sebagai Ideological State Apparatus (ISA) dengan menggunakan jasa influencer, media massa, pendidikan artis, atau orang-orang yang tidak diketahui latar belakangnya apa yang biasa dikenal sebagai buzzer yang sama sekali tidak tahu tentang substansi undang-undang tersebut. untuk menaikan tagar atau meraih simpati masyarakat tentang RUU Cipta Kerja tersebut. 

Melalui hal tersebut mereka menanamkan pemikiran bahwa RUU Cipta Kerja ini baik, menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Tidak jarang juga mereka menutupi semua yang berbau RUU Cipta Kerja dengan tagar lain yang mendukung pemerintah. Seperti yang dilansir di laman Instagram akun Bangsa Mahasiswa, terdapat 3,3 juta tagar tandingan, dua diantaranya yang mencolok adalah #TolakDemoLanggarProkes serta #PercayaJokowi.

Dan untuk publik figur sendiri ada Ardhito Pranomo seorang musisi dalam negeri yang sempat meminta maaf kepada publik melalui akun twitternya, ia menuliskan permintaan maafnya dan mengaku telah menerima bayaran untuk menaikan tagar #indonesiabutuhkerja dengan media sosial miliknya yang disinyalir berhubungan dengan dukungan terhadap RUU Cipta Kerja. Ardhito sendiri menambahkan bahwa ia hanyalah musisi yang tidak tahu tentang isu tersebut. 

"Saya bertanya karena saya musisi, gak paham politik dan tidak punya pengetahuan akan isu-isu tersebut sehingga saya tidak ingin digiring ke ranah yang tidak saya pahami" tambahnya di laman media sosial twitter miliknya

Selain melalui sisi ideologis, pemerintah juga menggunakan perangkat negara represif atau biasa disebut Repressive State Apparatus (RSA). Menurut Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati dalam wawancaranya di program acara Mata Najwa dalam episode yang sama, mengatakan banyak sekali peserta aksi yang ditangkap sebelum sampai lokasi aksi.

"Penangkapan tersebut juga sesuai dengan surat Telegram Kapolri yang meminta untuk mencegah aksi unjuk rasa, mereka yang mengajukan aduan kepada kami (YLBHI) juga mengaku dipukul dan itu terjadi di seluruh tempat" tambahnya dalam tayangan program Mata Najwa yang berjudul Cipta Kerja: Mana Fakta Mana Dusta

Hal tersebut menampilkan fakta bahwa memang betul pemerintah menggunakan perangkat negara secara ideologis maupun represif untuk menekan perjuangan kelas yang dilakukan oleh buruh demi menunjang keberlangsungan kapitalisasi.

Berangkat dari peristiwa tersebut seharusnya pemerintah lebih mengedepankan partisipasi masyarakat dan keterbukaan dalam membuat suatu aturan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, agar kedepannya tidak lagi terjadi berbagai macam resistensi dari masyarakat yang dapat menyebabkan banyak kerugian bagi pemerintah dan masyarakat. Semoga kedepannya Indonesia lebih baik lagi dalam merawat demokrasi.

Sumber Rujukan

UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

BKPM. (2020). Realisasi Penanaman Modal PMDN-PMA Triwulan IV dan Januari -- Desember Tahun 2019

Wirawan, D. I. (2012). Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial, definisi sosial, dan perilaku sosial. Kencana.

Arifin, N. (2017). Resistensi Masyarakat terhadap Pembangunan Hotel The Rayja di Desa Bulukerto Kecamatan Bumiaji Kota Batu (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).

Anshori, I. (2009). Negara, Ideologi dan Pendidikan dalam pandangan Antonio Gramsci dan Louis Althusser. HALAQA: Jurnal Kependidikan dan KeIslaman, 8(1), 1-100.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun