"Huft...", hembusan nafas ayahnya terdengar jelas. "Kalau ayah, hanya bisa mendoakanmu. Syukur pada Allah kalau kamu punya panggilan untuk menjadi suster biarawati", jawaban ayahnya pun mendukung Dhea untuk masuk biara.
Â
"Terimakasih ayah, ibu, adik sudah mendukung keputusan Dhea. Dhea hanya mohon doa dan restu kalian agar Tuhan menunjukkan jalan-Nya, kalau ini memang panggilan-Nya untuk Dhea", ungkap Dhea  sambil mengatupkan kedua tangannya.
Â
"Aminnn...!!!", serentak ayah, ibu, dan adik Dhea menjawab bersamaan. Mereka pun melanjutkan makan malam dengan penuh rasa syukur dan kehangatan.
Â
***
Â
Hari itu di sekolah Dhea ada aksi panggilan dari berbagai tarekat dan kongregasi. Karena sekolah Dhea merupakan sekolah khusus perempuan, Â yang mengisi acara aksi panggilan itu adalah para suster biarawati dari berbagai kongregasi. Dhea duduk di kursi nomor dua barisan kedua dari depan. Ia tampak antusias dan serius mendengar penjelasan dari para suster mengenai cara hidup masing-masing tarekat dan kongregasi mereka.
Â
Pandangan Dhea tertuju pada Suster Carolina yang tampak anggun dan berwibawa ketika menyampaikan cara hidup kongregasinya. Dhea pun memperhatikan busana kongregasi yang dipakai oleh Suster Carolina. Pikiran Dhea ikut melayang seolah membayangkan jika ia memakai busana yang sama dengan yang dipakai oleh Suster Carolina.