Mohon tunggu...
Vinsens Al Hayon
Vinsens Al Hayon Mohon Tunggu... Guru - Penyuluh-Guru

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saul Pemimpin Populis yang Rapuh

21 September 2024   16:35 Diperbarui: 21 September 2024   16:41 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Inser: Saul, Lukisan dari Ernst Yosephson, 1878) 

ADA adagium ini yang sering jadi pemantik dalam suaru sistem pemerintahan, "Salus Populi Suprema Lex," (Keselamatan atau kesejahteraan rakyat adalah hukum tertinggi). Adagium ini marak pada masa hidup Samuel, seorang pelihat (=nabi). Kala itu Saul belum menjadi raja bangsa Israel.

Sistem pemerintahan kala itu theokrasi (pemerintahan dari Allah). Allah adalah raja di raja, Sang Khalik semesta. Allah  jadi penguasa tunggal atas Israel. StatusNya "tremendum et fascinosum" (menggentarkan namun memikat). KedudukanNya "transenden et imanen" (jauh sekaligus dekat).

Penguasa tunggal, Allah inilah yang telah menjadikan bangsa Israel jaya atas bangsa Mesir dan yang telah meruntuhkan segala kekuasaan Babilonya atas Israel. Ia yang memulangkan bangsa Isarel ke tanah perjanjian yang bekelimpahan susu dan madu, di Kanaan. 

Proses Saul menjadi raja Israel berdasar pada keinginan massa-umat Israel. Kepada Sang Pelihat Samuel, mereka mendesak, "Supaya memiliki raja" seperti bangsa-bangsa lain. Pemimpin yang konkret, yang kelihatan. "Kami ingin seperti itu".

Atas keinginan akan pemimpin yang krokret, dapat dibayangkan secara manusiawi,  apa perasaan Allah ketika massa-umat-Nya sendiri menolak Allah sebagai Raja di raja.  Samuel sebagai Pelihat dalam Kitabnya (lih. 1 Sam pasal 8), mengisahkan, bahwa permintaan di atas mebuat Samuel kesal, karenanya berapi-api ia menolak dengan cara membela wewenang dan wibawa Tuhan, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.

Dalam konstruksi pemikiran Samuel, "Massa-umat Israel kurang ajar, dan tidak tahu berterima kasih." Mereka lupa segala kebaikan "Raja di raja". Atas keingingan umat demikian, (Lih. 1 Sam 8:7-9) Tuhan mengatakan, "Samuel, dengarkanlah perkataan mereka, kabulkan saja permintaan mereka, sediakan raja untuk mereka dan nanti Aku akan mengatur susunan, aturan, birokrasinya, dan apa kewajiban mereka terhadap raja," demikian titah Tuhan.

Selanjutnya raja baru Israel dipilih dengan menggusung dua cara pemilihan, pertama, Samuel mengatur kondisinya dan si calon langsung di urapi Samuel dan menjadi raja (1 Sam. Pasal 9), dan kedua, Massa-umat dikumpulkan dan membuang undi di antara calon yang disiapkan menjadi raja.

Sebelum menuju ruang pengurapan atau siap diundi, perlu diketahui, "Siapa calon raja? Dialah Saul. Nama "Saul" berarti "yang diminta" (didoakan). Alkitab tidak menyebutkan secara detail usianya tetapi diperkirakan 30 tahun atau lebih. Karena menurut tradisi Yahudi di usia itu seseorang seperti Saul sudah dewasa dan dapat melaksanakan tanggung jawab.

Saul adalah pemuda yang elok rupa. Bahasa Ibrani untuk "elok rupa"  adalah "tob." Tob artinya elok dari ujung rambut sampe ke ujung kaki, Waowww. Arti lainnya adalah "enak dipandang (elok), gentle; gagah, ganteng, wibawa, dan tidak ada dari antara orang Israel yang melebihi keelokan Saul".

Alkitab menjelaskan secara detail seperti berikut, postur tubuh Saul dari bahu sampai kaki, lebih tinggi dari bangsanya. Jadi secara fisikly oke,  secara ekonomi dan finansial  dapat diandalkan, dan rekam jejak lain, yakni Saul punya strategi jitu dalam memimpin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun