Kembali ditegaskan Eriyanto, media dipandang sebagai arena perang antarkelas. Ia adalah media diskusi publik di mana masing-masing kelompok sosial saling menyajikan perspektif, bertarung untuk memberi makna terhadap sebuah realitas. Bahasa yang digunakan membentuk makna itu menunjukkan bagaimana kelompoknya sendiri diunggulkan dan memarjinalkan kelompok lain.
Maka, kecakapan dalam mengonsumsi media (media literacy) terletak pada seberapa cerdik pembaca menempatkan dirinya terhadap informasi/berita yang dibacanya. Ketika infromasi itu dilahirkan ke dalam ranah publik (khalayak) maka ia bertranformasi menjadi sebuah wacana (diskursus) dalam bentuk makna yang dipahaminya. Sekali lagi ditekankan di sini bahwa makna itu sesungguhnya dihadirkan lewat pertarungan sosial. Siapa yang memenangkan makna yang dominan lewat bahasa, maka ia mendapatkan peluang untuk mempengaruhi dan memapankan makna itu menjadi ideologi. Sedangkan yang kalah akan tampil dalam citra negatif, buruk dan tidak layak.
Bingung
Pertanyaan besar dan kritis apakah wartawan memang bekerja secara objektif, disinggung sendiri oleh wartawan kawakan asal Amerika Serikat, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam bukunya Sembilan Elemen Jurnalis (2003). Jelasnya, menjawab objektivitas wartawan dicari dari idealisme wartawan selama ini, yakni kebenaran. Sebagian besar wartawan dan media mempercayai apa yang mereka lakukan dengan segala teknik jurnalistik, bisa mencapai kebenaran. Jika kebenaran berita telah dicapai, maka berita itu objektif.
Namun, Bill dan Tom pada awalnya justru mengaku kebingungan mendefinisikan kebenaran yang selanjutnya dijadikan prinsip pertama jurnalisme ini. Paparnya, pada ihwal ini ada kebulatan suara mutlak dan juga kebingungan yang mutlak dan juga kebingungan yang sempurna: semua orang setuju wartawan harus menyampaikan kebenaran. Namun, orang berselisih paham tentang apa yang dimaksudkan dengan kebenaran (Kovach dan Rosenstiel,2003:38).
Oleh Patty Colhoun, redaktur koran mingguan Westword, masih dalam Kovach dan Rosenstiel, menegaskan, “Anda tidak bisa bersikap objektif, karena Anda hidup dengan bias tertentu.
Dan kebenaran tampaknya terlalu rumit untuk kita kejar. Atau bahkan kebenaran tidak ada, mengingat kita semua individu subjektif”. Atau, ditambah lagi menurut Richard Hardwood, tiap berita ditulis melalui lensa yang berbeda yang diselimuti kabut stereotip dan kegemaran pribadi.
Permasalahan wartawan dalam meliput yang bermain adalah subjektivitas, bisa dilihat dari prinsip fairness (sikap tidak berat sebelah) dan balance (keseimbangan0 yag dicob menggantikan prinsip kebenaran. Menurut Bill dan Tom, fairness terlalu abstrak dan pada akhirnya, lebih subjektif ketimbang kebenaran. Tidak berat untuk siapa?
Keseimbangan juga terlalu subjektif. Menyeimbangkan cerita dengan bersikap adil terhadap dua pihak mungkin tidak akan menciptakan keadilan terhadap kebenaran, jika kedua pihak dalam kenyataannya tak memiliki bobot setara (Kovach dan Rosenstiel,2003:51).
Simpulnya, jurnalisme yang dinilai sangat ideal untuk mengusung kebenaran dengan tingkat kerja yang objektif, justru diragukan oleh orang-orang di dalamnya (wartawan). Namun, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel tetap berpegang teguh pada pendirian kebenaran dan objektivitas tetap ada pada diri wartawan. Kebenaran katanya didapat tidak secara langsung, namun secara bertahap, lapis demi lapis.
Upaya jurnalisme untuk mencapai kebenaran dalam dunia yang kabur adalah dengan memilah sendiri awal fakta dan informasi keliru yang ikut bersamanya, ketiadaan informasi, atau promosi. Setelah itu, ia membiarkan komunitas bereaksi, dan penyeleksian pun terjadi. Pencarian kebenaran pada akhirnya jadi komunikasi dua arah (Kovach dan Rosenstiel, 2003:49).
Sedangkan konsep objektivitas, kata Bill dan Tom, bukanlah ditujukan pada wartawannya, namun pada metodenya. Namun sekali lagi kedua pakar jurnalisme ini menyebutkan secara tegas, wartawan justru bingung dan gagal apa yang mereka kerjakan melalui metode-metode jurnalisme itu. Di sini mereka secara tidak langsung mengatakan, bahwa kegagalan dalam menerapakan metode jurnalisme yang objektif, membawa hasil berita yang subjektif!