Mohon tunggu...
Ananda Yuvino Putra Permadi
Ananda Yuvino Putra Permadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - is looking for and playing that role as magnificent as possible

.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sekilas Pemikiran Indonesia pada Masa Orde Baru

26 Oktober 2022   20:07 Diperbarui: 26 Oktober 2022   20:15 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Piye kabare? Enak jamanku toh?" Kira-kira saat ini kata tersebut mengingatkan kita akan masa ketika Indonesia dipimpin oleh seorang jenderal TNI bintang 5, yaitu H.M Soeharto. 

Masa Orde baru merupakan masa yang sangat dikenang oleh masyarakat Indonesia utamanya mereka yang mengalaminya secra langsung, banyak yang merindukanya, namun banyak juga yang melihat masa orde baru sebagai sejarah kelam perpolitikan di Indonesia. 

Kepemimpinan tegas dan berwibawa yang mambu mestabilkan politik bangsa Indonesia setelah sebelumnya mengalami kesemerawutan akhir masa orde lama dan juga pembantaian yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia kian membuat sosok Jenderal Besar Soeharto makin dikenang oleh masyarakat saat ini yang merindukan corak kepemimpinan tersebut, memang kemudian latar belakang Soeharto sebagai seorang prajurit terlihat jelas mempengaruhi etika praktik pemikiran politik pada saat itu yang menjadi terpusat, sentralistik, dan cenderung otoriter. 

Selain itu politik luar negri berhasil terjalin kembali dibawah kepemimpinan Soeharto, program repelita juga seakan mampu  menjadi peta dengan arah yang jelas sebagai penuntun upaya mensejahterakan masyarakyat dianggap efektif, serta program pelaksanaan KB bagi masyarakat untuk mengatasi kenaikan jumlah penduduk yang terjadi secara eksponensial juga dirasa tepat, pembangunan dan berbagai hal lainya sungguh membuat kita mengenang orde baru terutama pada sang smiling general sebagai tokoh utama orde baru. 

Namun dibalik kebaikan tersebut banyak juga terdapat elegi bagi bangsa Indonesia, maraknya praktik KKN, otoriterianisme, pembatasan hak berpendapat, dan berbagai hal lainya terkenang jelas sebagai sejarah hitam negri ini.

Dibalik sejarah tersebut, terdapat pemikiran para aktor politik orde baru sebagai penulis dan aktor dalam skrip yang ia buat, Jenderal Soeharto adalah tokoh sentral yang mempengaruhi arah pemikiran politik di Indonesia kala itu, diawali pada 11 Maret 1966 Soekarno "memberikan" mandat yang dikenal sebagai SUPERSEMAR untuk Soeharto, isi utama dari mandate supersemar adalah menjadikan Soeharto sebagai panglima komando operasi kemanan dan ketertiban nasional. 

Tak bisa di hindari pemikiran politik nasionalis demokratis saat itu berseteru dengan paham pemikiran komunis, begitu juga terlibat TNI di dalamnya yang memang sudah sejak lama bertentangan dengan PKI, Soeharto yang mendapat mandat tersebut kemudian tak ingin melewatkan kesempatan yang ada, terlebih ketika memang PKI diketahui menjadi dalang dalam penculikan 7 Jenderal dan 1 Personel TNI. 

Pertentangan pemikiran politik TNI dan PKI memang sudah diawali sejak pemeberontakan madiun tahun 1948, pertentangan itu semakin berlanjut ketika PKI dimasukan kedalam pemerintahan karena tidak sesuai dengan ajaran Pancasila yang dijunjung tinggi oleh TNI. 

Ketika Soeharto yang merupakan letnan jenderal TNI AD saat itu mendapat kesempatan, maka fokus utama pemikiran saat itu adalah membubarkan dan menghilangkan PKI dari pemerintahan bahkan dari Negara Republik Indonesia.

6 tahun pasca pelantikan Soeharto sebagai presiden republik Indonesia, terjadi peristiwa yang sangat mempengaruhi kebijakan partai politik di Indonesia. 

Diawali ketika masa demokrasi liberal, partai politik bagaikan jamur yang tumbuh di musim hujan, partai politik sebagai bentuk perjuangan ideologi dan visi misi masyarakat berubah menjadi bentuk perjuangan perebutan pengaruh politik yang bukan hanya bertentangan dengan Haluan partai lainya, namun juga menyebabkan haluan yang sama diperjuangkan melalui partai-partai yang berbeda seolah mereka bertentangan satu sama lainya. 

Pada masa demokrasi terpimpin melalui penetapan presiden no. 7 tahun 1959 mulai diterapkan sistem yang memberikan syarat khusus untuk pendirian partai politik, diantaranya yaitu harus menerima dan membela pancasila serta konstitusi 1945, memiliki cabang di seperempat wilayah Indonesia, menggunakan cara-cara damai dan demokrasi, serta presiden memiliki hak untuk menyelidiki administrasi dan membubarkan partai apabila terindikasi coba menjatuhkan pemerintahan. 

Namun praktik demokrasi kala itu masih dianggap tidak efektif dan kurang efisien karena warna perjuangan yang sama akan tetapi pada praktiknya masih saja menempatkan pada posisi berbeda karena perbedaan partai politik.

Selain itu upaya menciptakan situasi politik yang stabil agar fokus perjuangan tidak lagi pada persoalan ideologi namun pada persoalan ekonomi, itulan prioritas masa orde baru sehingga melakukan fusi partai pada tahun 1973 hanya menjadi 3 partai politik yaitu PPP yang merupakan gabungan dari partai politik beraliran islam.

Kemudian PDI sebagai gabungan partai Non-islam dan nasionalis, serta GOLKAR yang saat itu masih menjadi Lembaga masyarakat yang dianggap tidak condong kedalam aliran nasionalis atau islami. 

GOLKAR dikemudian hari berubah menjadi partai politik dan menjadi tunggangan politik soeharto, tentu melalui teori pemikiran politik kritis kita dapat mengetahui timbal balik antara kehadiran GOLKAR dan Soeharto.

Kemudian peristiwa bersejarah lainya yang menunjukan perubahan dalam pemikiran politik Indonesia yaitu penerapan dwifungsi abri dimana tentara memungkinkan untuk ikut serta bukan hanya sebagai komponen pengaman negara namun juga terlibat dalam proses pengambilan keputusan negara. 

Soeharto yang berlatar belakang TNI tentu sangat diuntungkan dengan kondisi ini, selain kehadiran golkar yang sukses mendominasi suara partai politik saat itu dan sekaligus menjadi tunggangan politik Soeharto, budaya senioritas TNI dan perintah komando menjadi suatu hal yang mutlak harus di taati oleh para anggota TNI yang terlibat dalam dwifungsi abri. 

Peran abri mendominasi proses politik baik secara struktural maupun pengambilan keputusan di parlemen, inilah penyebab Soeharto mampu melanggengkan kekuasaanya selama 32 tahun sebagai presiden dengan masa kepemimpinan terpanjang di Indonesia karena pemikiran politik saat itu sudah sangat halus dan anggun didominasi sekaligus dikuasai oleh Presiden Jenderal Besar H.M Soeharto. Inilah bagian dari konstelasi pemikiran politik Indonesia yang terjadi pada pada zaman orde baru, sebuah pengalaman "berharga" bagi bangsa Indonesia...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun