Jadi kesadaran ekologis yang muncul juga memiliki akar pada pengalaman iman kita sendiri. Iman umat  kita memiliki pengalaman-pengalaman iman yang luar biasa. Dan bahkan mereka juga banyak melahirkan gerakan-gerakan spiritual, gerakan-gerakan rohani, gerakan-gerakan sosial.
Barangkali lebih banyak daripada yang bisa kita lakukan. Para awam kita dan umat menghasilkan banyak sekali gerakan-gerakan berdasarkan kekayaan pengalaman iman mereka.
Karena itu, diskursus yang kita bangun selama pertemuan pastora ini juga merefleksikan untuk mendengar suara dari elemen-elemen gereja berdasarkan pengalaman perjumpaan baik dengan Tuhan, sesama maupun kehidupan ini.
Yang ketiga, perutusan gereja yang bergerak menuju dunia. Yesus juga dalam Mateus 28.19 dia mengatakan, pergilah dan jadikamlah sebuah bangsa murid.
Amanat ini mengalir bahwa emisi gereja yang hidup dalam persekutuan dan partisipasi untuk melangkah keluar, membawa injil kepada dunia. Gereja dipandang untuk menjadi saksi kasih Allah yang melampaui batas, melibatkan diri dalam pelayanan kepada semua orang, terutama mereka yang membutuhkan perhatian dan harapan. Beberapa futuris yang meramal tentang masa depan itu melihat kehidupan kita sekarang ini dalam apa yang mereka sebut dengan risk society yakni masyarakat yang penuh dengan risiko.
Memberikan alasan agar berbagai tantangan global seperti ketidakadilan sosial, perusahaan lingkungan, krisis kemanusiaan yang memerlukan tanggapan profetis dari gereja.
Paus Franciscus dalam Laudato Si menekankan bahwa perhatian terhadap rumah bersama kita adalah bagian integral dari kemanusiaan kita. Di Labuan  Bajo, Manggarai Barat ini yang kaya akan keindahan alam dan budaya, tak menjawab ekologis dan kehidupan ini harus menjadi prioritas pastoral kita.
Gereja tidak hanya menjaga alam cipta, tapi juga memberdayakan umat untuk menghargai dan melindungi lingkungan dan degenerasi mentadak. Seruan-seruan profetis, ekologis mudah-mudahan lahir juga dari proses pertemuan pastoral kita ini. Selain itu, solidaritas dengan kelompok rentang seperti korban perdagangan manusia dan kaum difabel menjadi panggilan mendesak gereja.
Di kawasan Lawat Bajo ini, ada juga sejumlah komunitas yang beri perhatian khusus bagi kelompok-kelompok rentang. Salah satunya itu rumah singgah yang sekarang ditangani oleh para suster SSPS mereka adalah komunitas para korban kekerasan terutama perempuan dan anak-anak. Ada belasan yang ada di situ sekarang di rumah singgah ini.
Sesekali kita boleh mengunjungi rumah singgah ini untuk mendengarkan cerita dan pengalaman-pengalaman mereka di sana. Paus Franciscus dalam perhatian itu tidak menegaskan bahwa tidak ada seorangpun yang diliarkan sendirian. Tidak ada seorangpun yang diliarkan sendirian.