Halo teman-teman Kompasianer! Kembali lagi dengan aku Matthew Devin seorang mahasiswa dari Institut Pariwisata Trisakti yang sedang menempuh di dalam jurusan Usaha Perjalanan Wisata~
Pada hari ini sedikit berbeda dengan biasa nya lho~ Ada apa itu? Aku membuat segmen baru yaitu #DibacaDevin. Nah, segmen ini adalah untuk kamu yang suka banget membaca suatu novel dari penulis-penulis Indonesia maupun luar negeri dan tentu nya aku ingin membagi pengalaman aku dalam membaca buku "Berani tidak disukai" oleh Ichiro Kishimi & Fumitake Koga!
Aku yakin, tidak semua orang akan cocok membaca buku ini, "Loh... kenapa seperti itu Dev?"
Aku sendiri awalnya merasa demikian ketika membaca beberapa bab dari buku ini dan buku ini akan sangat cocok untuk kalian yang ingin belajar untuk menurunkan ego kalian.
"Berani tidak disukai" seperti nama buku ini sendiri adalah salah satu bentuk buku dengan konsep self-help yang sebenarnya isi buku ini lebih ke percakapan seorang pemuda yang merupakan gambaran seseorang manusia biasa yang punya banyak masalah, kepahitan dalam hidup, dan pandangan umum dengan seorang filsuf.
Filsuf yang aku mention disini cukup unik, "Mengapa demikian Dev?..."
Dia mempelajari teori Adler yaitu yang mengedepankan tentang Psikologi Individual, banyak sekali filsafat-filsafat tentang hidup yang dibawakan dalam buku ini, dan semuanya benar-benar bertabrakan dengan yang selama ini aku pikir serta rasakan.
Salah satu hal yang paling menarik dari buku ini adalah menyatakan bahwa "trauma masa lalu itu tidak ada"Â
Bayangkan... aku membaca buku ini emosi sendiri dan berpikir "Hah! Gila ya... yang namanya trauma masa lalu itu ada dong!"
Tapi setelah aku menyelesaikan buku ini, aku jadi paham bagaimana menurut Adler, trauma itu adalah hal dari bawah sadar diri kita yang diciptakan sendiri oleh individu karena alasan tertentu. Aku akan beri sedikit contoh kepada temen-temen Kompasianer hari ini!
Aku yakin teman-teman Kompasianer pernah melihat seseorang ditampar atau bahkan merasakan hal itu bukan? Aku sendiri pernah, namun coba bayangkan jika kamu ditampar oleh teman mu sendiri tetapi kamu ubah pola pikir mu.
"Ah, mungkin dia hanya marah karena sesuatu dan melampiaskannya kepada ku"
"Seperti nya aku membuat suatu kesalahan, lebih baik aku meminta maaf kepada nya"
Dengan berpikir dengan lebih jernih dan luas yang tadi nya "tamparan" tersebut bisa menjadi suatu trauma bagi kita, namun tidak akan pernah terjadi karena kita sadar bahwa selalu ada "alasan" untuk individu melakukan sesuatu.
Aku sangat yakin, bahwa teman-teman Kompasianer akan kurang  setuju dengan opini ku, tidak apa namun aku sangat mengharapkan teman-teman bisa membaca buku ini at least once in yout life!
Sulit sebenarnya untuk aku menceritakan teori-teori Adler kepada kalian, kamu harus baca sendiri serta memahami nya sendiri. Kenapa seperti itu? Karena teori-teori seperti ini hanya bisa jadi "sepemahaman" kamu.Â
Buku ini mengajak kita untuk menggali perasaan pikiran sampai paling bawah dan membuat kita sadar bahwa sebenarnya hidup tuh semudah itu. Kenapa kita buat jadi sulit dan memunculkan trauma, takut dan hal lainnya?
Isu terbesar dalam buku ini yaitu membahas mengenai "keberanian". Berani untuk hidup sendiri sesuai dengan kehendak mu dan kehendak-Nya, berani untuk tidak disukai. Sebagai orang yang cukup takut untuk dikritik dan tidak disukai orang lain, buku ini mengubah hidup ku.
Jadi teman-teman tunggu apalagi put this book on your book wishlist of the year! Karena aku yakin pikiran luas lain dari teman-teman akan terpancar dari buku ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI