Kakakku yang kedua, Jeni, melihat gambarku dari belakangku. Mungkin saking semangatnya aku tidak mendengar pintu yang terbuka di belakangku saat kakak Jeni keluar kamar, aku terkejut melihatnya, ia sedang sakit mungkin demam atau mual, aku tidak ingat, tetapi walaupun berbeda 3 tahun saat itu kami sering berantem karena hal kecil.
Dari boneka barbienya yang inginku mainkan, giliran siapa bermain DS atau Ipad sampai merebutkan makanan di meja, kami sering menertawakannya sekarang dan karena kedua kakakku lebih tua mereka lebih mengingat hal kecil yang kami berantemin saat kami kecil dan saat mereka cerita seakan-akan aku terbawa kembali ke saat itu dan mengingatnya, hal ini yang membuat aku senang memiliki saudara kandung yang bersamaku sejak kecil, karena banyaknya perubahan saat aku kecil sampai aku berumur 16 sekarang mengingat kembali hal yang terjadi seperti peristiwa ini sangat menghangatkan hatiku dan membuat perutku tertawa terbahak-bahak.
Saat itu kakakku yang baru bangun dari tidur siangnya, melihat gambarku dari belakang, aku merasa aneh di lihat saat aku menggambar, hal ini terbawa sampai aku besar, tanpa menengok aku tau kakak Jeni sedang memperhatikanku menggambar.Â
"Bagus gak kak?" aku bertanya untuk menghilangkan kecanggungan di hatiku, ia menganggukan kepalanya
"Bagus kok." katanya dengan ragu sambil mendekat untuk melihat gambarku. Aku berpindah posisi tengkurapku menjadi duduk saat ia mendekat, agar ia lebih mudah melihat, aku pikir.
Sedihnya, tidak satu menit setelah itu kakak menjeluak.
Tepat di atas gambarku yang sangat aku banggakan, gambarku yang menurutku paling bagus, paling warna-warni, paling indah, bahkan tidak bisa aku pamer terlebih dahulu kepada ayahku.
Ibu bergegas membantu kakakku yang sedang sakit, aku mengingat menangis di lantai. Melihat gambarku yang dimuntahkan, sangat iba hatiku, menimbulkan kebencian kakakku Jeni. Aku merasa terhina, risi untuk menggambar lagi.
"Memang gambarku sejelek itu ya?" ku katakan di pikiranku sambil menangis.
"Aku tidak pernah ingin menggambar lagi!" aku dengar gemaan teriakku dari dinding rumahku.
Walaupun sehari setelah kejadian itu aku sudah tidak bisa benci dengan kakakku, aku tidak menggambar dalam waktu yang lama. Saat sekolah, tugas-tugas seni membuatku mencoba untuk menggambar lagi, walaupun aku ragu pada awalnya dan tidak percaya diri dalam karya-karyaku, aku bangga. Mungkin bukan karena aku bisa menggambar dengan sangat bagus atau lainnya, tetapi aku bangga dengan diriku sendiri untuk tetap menggambar. Jika aku berhenti saat itu, aku tidak mungkin menemukan hobi design dalam digital art seperti sekarang. Aku sangat menyukai menggunakan aplikasi seperti photoshop dan lainnya, walaupun aku tetap memiliki kecanggihan dalam hasil gambarku, dan dengan malar menghindari menggambar sesuatu dengan kertas dan pensil, bisa dibilang aku akan selalu memiliki tempat yang istimewa dihatiku untuk menggambar.