"Let the money works for you, before you eventually can't work for money..."
Sudah banyak wejangan dari para motivator keuangan yang terkenal, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Ada seorang Tung Desem Waringin yang sempat menghebohkan publik dengan aksi tebar uang dengan menaiki helikopter di langit Jakarta. Ada juga seorang penggagas konsep Cashflow Quadrant, Robert T. Kiyosaki, yang sangat terkenal dengan buku-buku kecerdasan keuangannya yang terjual laris manis sebanyak 27 juta kopi dan telah diterjemahkan ke dalam 51 bahasa di seluruh dunia (data tahun 2006).
Apa yang dapat kita pelajari dari orang-orang seperti mereka? Mereka fokus berbicara dan menerapkan satu konsep yang dinamakan Passive Income atau Pendapatan Pasif.
Biarkan uang yang bekerja untuk anda. Kedengarannya seperti sesuatu yang khayal, ya? Fantasi yang sangat muluk-muluk terutama jika didengar oleh orang-orang yang seumur hidupnya merasa sudah bekerja keras sampai tulang dibanting-banting, tapi tidak kunjung menggapai impian hidupnya.
HEMAT DAN RAJIN MENABUNG SAJA TIDAK CUKUP
Ini akan berkaitan dengan beberapa artikel yang pernah saya tulis sebelumnya mengenai jargon 'Hemat Pangkal Kaya'. Yang saya maksudkan adalah hemat saja tidak cukup. Menabung saja tidak cukup. Orang berpikir bahwa hanya dengan menimbun padi yang sudah dipanen dengan susah payah ke dalam sebuah lumbungnya terus menerus dalam waktu yang lama akan dapat membuat masa depannya aman; tidak kekurangan pangan. Namun tikus-tikus dapat merusak lumbung anda dan melahap bulir-bulir padi yang sudah anda usahakan sebelumnya. Tikus-tikus itu menggambarkan inflasi di dunia nyata.
Intinya, hemat dan menabung dengan tekun saja tidak cukup. Kita harus bisa pintar memutar uang agar bisa mengalahkan inflasi yang dengan kejam merenggut nilai setiap nominal Rupiah kita, cepat atau lambat.
Berdasarkan penetapan target inflasi yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia, setidaknya kita harus dapat mengalahkan inflasi sekitar 3,5% - 4,5% untuk tahun 2018 ini (https://bit.ly/2lTOCar). Coba sekarang anda semua cek, berapa persen bunga tabungan yang dapat diberikan oleh bank tempat anda semua menabung? Apakah anda yang hanya mengandalkan tabungan sudah menang atau belum? J
Memang tabungan adalah salah satu gambaran sederhana dari konsep pendapatan pasif, yaitu sebuah skenario dimana kita mengharapkan uang kita bertambah tapi kita tinggal ongkang ongkang kaki sembari sebat sedap di kedai kopi langganan. Namun berapa sih yang kita dapat? Kebanyakan bank yang punya nama besar hanya mampu memberikan sekitar 1% per tahun; belum dipotong pajak pendapatan bunga 20% dan biaya admin.
Bagaimana dengan deposito? Kebanyakan bank bernama besar juga maksimal hanya mampu memberikan bunga deposito sebesar 4%-5% per tahun; ingat juga bahwa deposito mengharuskan anda untuk merelakan uang anda disandera dalam jangka waktu yang disepakati dan jangan lupakan pajak pendapatan bunga 20%.
Namun bagi kebanyakan orang yang memiliki wawasan perbankan yang cukup luas, solusi tercepatnya adalah memiliki deposito dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang saat ini dapat menawarkan bunga deposito rata-rata sebesar 6-7% per tahun dari batas maksimum yang diberikan oleh LPS yaitu sekitar 8% per tahun. Risikonya? "Ngeri-ngeri sedaplah~" kalau mau meminjam kata-kata mutiara dari almarhum Sutan Bhatoegana.
SUDAH MENABUNG? SEKARANG INVESTASI!
Dimana ada risiko, di situ ada return. Investasi adalah sebuah konsep yang melibatkan hubungan akrab antara potensi risiko dan potensi pertumbuhan nilai. Dan investasi adalah pintu gerbang menuju pendapatan pasif yang diidam-idamkan. Silahkan anda punya tabungan untuk kebutuhan sehari-hari, punya deposito untuk latihan menumbuhkan nilai, namun jangan lupa untuk menyisihkan uang untuk berinvestasi.
Investasi dimana? Kalau menurut dengan apa yang sudah diusahakan oleh generasi orang tua kita, anda bisa berinvestasi di aset-aset fisik seperti tanah, rumah untuk kos-kosan, emas batangan atau emas perhiasan, dan lain-lain. Namun bagi generasi 'jaman now' yang lebih berorientasi serba digital, serba praktis, dan serba aman, aset-aset non-fisik atau keuangan kemungkinan besar lebih cocok untuk mereka. Contohnya saja, obligasi / surat hutang, saham, dan reksadana.
Sepengamatan saya, berdasarkan lingkar pertemanan saya, para Generasi Y dan Generasi Z memang cenderung untuk mau memiliki sesuatu yang kita tidak usah untuk mengurusnya secara intensif dan berkala. Kalau punya tanah atau bangunan, kadang kita harus memastikan jangan sampai kelihatan seperti reruntuhan local berhantu meskipun lokasinya di tengah kota. Kalau punya emas banyak-banyak, takut dicuri maling meskipun sudah disembunyikan di tempat dengan kerahasiaan level tinggi seperti Area 51.
Artinya, sudah keluar uang untuk mendapatkannya, masih harus meluangkan waktu dan tenaga fisik (serta kekhawatiran dan kecemasan) untuk merawatnya. Tapi tidak masalah! Apapun kendaraan investasi yang dipakai, selama anda tahu cara memanfaatkannya dan segera melakukannya itu akan jauh lebih baik ketimbang duduk manis membaca artikel ini dan hanya sekedar tambah ilmu.
Barang siapa yang ingin tahu lebih dalam lagi mengenai konsep Investasi serta salah satu aset keuangan yang paling gampang untuk segera dipraktikkan, yaitu Reksadana, silahkan melihat artikel saya yang lainnya dengan meng-klik kata-kata yang sudah tertautkan dan berwarna biru di paragraf ini.
Selamat berproses menuju kecerdasan keuangan yang mensejahterakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H