Mohon tunggu...
Financial Artikel Utama FEATURED

Memaknai "Hemat Pangkal Kaya" dalam Perencanaan Keuangan

29 Juni 2018   13:23 Diperbarui: 25 Juli 2020   15:01 7757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hemat Pangkal Kaya"

Peribahasa ini pastinya sering kita dengar, apalagi ketika kita masih belia dulu. Namun, memang pada praktiknya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mengapa bisa demikian?

Saya yakin banyak orang---mungkin termasuk anda juga---yang selalu pusing dan tidak habis pikir ketika merasa bahwa penghasilannya selalu habis hanya untuk biaya hidupnya saja. Apa yang sebenarnya terjadi?

Kalau sampai habis hanya untuk biaya hidupnya saja, kemungkinan ada yang dinamakan missmatch antara pendapatan yang diterima dengan pengeluaran. Lebih buruk lagi, jika ternyata kondisi yang dialami bisa diungkapkan dengan "Besar Pasak Daripada Tiang" alias hidup untuk nombok terus.

Biasanya akar permasalahannya bisa ditemukan dengan menyelidiki kembali habit atau kebiasaan hidup kita. Boleh juga dikatakan sebagai gaya hidup kita, yang sejatinya harus kita kelola dengan baik. Dengan kata lain kita harus pandai berhemat.

Namun ingat, bahwa sejatinya hemat bukan berarti pelit. Perilaku untuk bisa hemat itu lebih terkait kemampuan kita untuk bisa membedakan mana yang merupakan "kebutuhan" dan mana yang merupakan "keinginan". 

Mana yang harus kita prioritaskan dan mana yang bisa untuk kita tunda; bahkan bisa kita tekan untuk tidak membelinya sama sekali. Sehingga ke depannya diharapkan tidak ada lagi pengeluaran yang tak terduga dikarenakan oleh suatu 'kekhilafan' kita sendiri.

Gampang ya teorinya? Iya benar. Saya yakin ini juga sudah kita semua pelajari sejak sekolah dasar atau oleh bimbingan orang tua kita yang bijak. Namun, dalam praktiknya tetap banyak sekali orang yang akan langsung menampik hal yang sangat simpel ini dan berkata bahwa susah untuk memulainya. "Motivasinya nggak ada!"

Nah, bagaimana caranya memulai? Ya dimulai saja langsung dari hal yang paling gampang. Semuanya selalu berpulang kepada diri kita sendiri. Kita punya tekad yang kuat atau tidak untuk mengubah keadaan? 

Salah satu metode yang logis adalah dengan mulai mendaftar apa-apa saja permasalahan atau tahap-tahap kehidupan yang akan kita hadapi di masa depan. Bisa dengan dipikirkan sendiri, bertanya pada orang-orang yang lebih senior yang sudah mengalami banyak asam-manis kehidupan dunia ini, atau membaca dari berbagai sumber fisik maupun online.

Misalnya saja, jika kita tidak bisa mengelola keuangan kita, siapkah kita menghadapi masa pensiun dimana kita sudah tidak bekerja lagi (atau sudah tidak bisa bekerja lagi) yang artinya tidak ada penghasilan aktif yang bisa kita usahakan? Apakah uang yang kita miliki dan putar sudah bisa melawan efek inflasi yang membuat harga barang-barang dan jasa semakin terlihat tak terjangkau di mata kita, pada saat pensiun tersebut?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun