Merkantilisme adalah pandangan dunia tentang elite politik yang berada di garis depan pembangunan negara modern (lihat web link 6.11). Kaum merkantilisme berpandangan bahwa aktivitas ekonomi adalah tunduk dan seharusnya tunduk pada tujuan utama pembangunan negara yang kuat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa zero sum-game bagi negara lain merupakan suatu kemenangan bagi negara lainnya. Zero sum game adalah suatu kondisi dimana hanya ada satu pemenang dan yang satunya adalah yang kalah.
Kira kira seperti itu jika seandainya terjadi persaingan ekonomi antar negara jika dilihat dari kacamata merkantilisme. Seakan akan disini(merkantilis) mengatakan bahwa Negara akan terus menerus berupaya mengeksploitasi Perekonomian internasional melalui kebijakan ekspansi. Merkantilis melihat perekonomian internasional sebagai arena konflik antara kepentingan nasional yang bertentangan, daripada disebut sebagai ajang kerja sama yang bersifat saling menguntungkan.
Hal ini membuat negara negara harus mengalami dillema mengenai keuntungan ekonomi relatif karena kekayaan materi yang dikumpulkan oleh suatu negara dapat menjadi basis bagi kekuatan politik-militer yang dapat di gunakan melawan negara lain. Seharusnya kami menyatakan persamaan yang erat antara cara berpikir Merkantilisme ini dan pemikiran neorealis tentang persaingan antara negara dalam dunia yang bersifat anarkis ini.
Persaingan ekonomi yang terjadi antarnegara dapat mengambil dua bentuk yang berbeda (Gilpin, 1987:32). Bentuk pertama disebut sebagai merkantilisme bertahan atau 'benign': negara memelihara kepentingan ekonomi nasionalnya karena hal tersebut merupakan unsur penting dalam kemanan nasionalnya; kebijakan seperti itu tidak memiliki dampak negative bagi negara lain. Namun untuk bentuk yang kedua ini yang disebut debagai Merkantilisme agresif atau 'maleovent'.
Di sini, negara-negara berusaha mengeksploitasi perekonomian internasional melalui kebijakan ekspansi; misalnya, imperialisme kekuatan colonial bangsa Eropa di Asia dan Afrika. Dengan demikian, merkantilis melihat kekuatan ekonomi dan kekuatan militer-politik sebagai tujuan yang saling melengkapi, bukan saling bersaing, dalam lingkaran arus balik positif. Pencapaian kekuatan ekonomi mendukung pengembangan kekuatan politik dan militer negara; dan kekuatan politik-militet meningkatkan dan memperkuat kekuatan ekonomj negara.
Merkantilisme didukung oleh beberapa politisi dan ekonomi terkemuka. Alexander Hamilton, salah seorang bapak pendiri Amerika Serikat, adalah pendukung kuat merkantilisme dalam bentuk kebijakan kebijakan proteksionis yang dimaksudkan untuk memajukan industri domestik di Amerika serikat. Tokoh pendukung merkantilisme lainnya adalah Friedrich List, seorang ekonomi Jerman (lihat web link 6.12). Pada tahun 1840-an, dia mengembangkan teori 'kekuatan produksi' yang menekankan bahwa kemampuan berproduksi lebih penting daripada hasil produksi. Dengan kata lain, kesejahteraan suatu negara tidak semata-mata tergantung pada banyaknya kekayaan, tetapi pada sejauh mana negara tersebut telah mengembangkan 'kekuatan produksinya'.
Pemikiran kaum merkantilis saat ini berfokus pada keberhasilan negara-negara 'berkembang' di Asia Timur: Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan China. Mereka menekankan bahwa keberhasilan ekonomi selalu disertai peran kekuasaan yang kuat bagi negara dalam memajukan pembangunan ekonomi. Misalnya di Jepang, negara jepang memainkan peran yang sangat komprehensif dalam pembangunan ekonomi negara. Negara mengkhususkan dari persaingan dengan negara lain, dan mendukung pembangunannya bahkan dengan mengatur persaingan di antara perusahaan.
Ringkasnya, merkantilisme menganggap perekonomian tunduk pada komunitas politik dan, khususnya pemerintah. Aktivitas ekonomi dilihat dalam konteks yang lebih besar atas peningkatan kekuatan negara. Organisasi yang bertanggung jawab dalam mempertahankan dan memajukan kelentjngan nasional, yang disebut negara, memerintah di atas kepentingan ekonomi swasta. Kekayaan dan kekuasaan adalah tujuan yang saling melengkali, bukan saling bertentangan. Ketergantungan ekonomi pada negara negara lain seharusnya dihindari sejauh mungkin. Ketika kepentingan ekonomi dan keamanan pecah, kepentingan keamanan mendapat prioritas.
SUMBER: Buku Pengantar Studi HI edisi ke 5
Penulis: Robert Jackson & Georg Sorensen
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H