"Tapi bukankah kau sudah banyak mendengar wahai dayang, bahwa setiap hari bahkan berkali-kali aku mendatanginya dan menyatakan rasa cintaku padanya? Apa menurutku ada yang kurang dari seluruh usahaku selama ini?", tanya Rahwana.
"Tidak Raja, tak ada yang kurang. Namun, kau hanya perlu menambahkan ketulusan dan tenggat waktu untuknya", jawab sang dayang.Â
"Baiklah, aku akan mencoba sekali lagi, namun hari ini kunyatakan bahwa ini adalah hari terakhir aku menyatakan rasa cintaku pada Dewi Shinta", tegas Rahwana.Â
Setelah percakapan itu selesai, Sang Dasamuka akhirnya mendatangi Dewi Shinta di Taman Argosoka. Dengan hati yang penuh harap, ia pergi bersama ambisi yang kerap kali melahap. Ia pun bertanya dengan lembut pada Dewi ShintaÂ
"Duhai wanita terkasih, engkaulah satu-satunya cinta yang terlukis dalam hati dan terpahat dalam sanubari. Maukah kau menjadi penggenap diri?", ucap Rahwana pada Dewi Shinta.Â
"Duhai lelaki pemilik cinta suci, sejujurnya aku juga telah menempatkanmu dalam hati dan sanubari, kau selalu memperlakukanku bak permaisuri. Akan tetapi, raga yang lemah ini, telah diikat oleh janji suci antara aku dan suamiku Rama. Maka dengan sangat terpaksa, aku mohon relakanlah aku dan kembalikanlah aku pada suamiku, jika memang ketulusanmu itu memang benar nyata adanya", jawab Dewi Shinta.Â
"Baik jika itu pintamu, sebagai ksatria sejati aku akan mengundang Rama untuk berperang satu lawan satu. Kelak siapapun yang menjadi pemenangnya, ia akan menjadi pemilikmu selamanya", ujar Rahwana.Â
Pasca pernyataan itu disepakati, akhirnya Rama pun datang dengan membondong bala tentara yang dibantu oleh Hanoman. Dengan rangka yang telah membentuk tegak badannya, Rahwana pun menyambut Rama dengan perkataan,"Wahai Rama, aku mencintai istrimu Dewi Shinta!. Apapun kan kuberikan untuknya, sekalipun harus ku korbankan nyawaku!".Â
Semua pasukan Rahwana bertarung dengan pasukan Rama. Sampai tibalah dihari pertempuran terakhir, Rama dan Rahwana bertanding satu lawan satu. Mereka berdua saling beradu senjata, namun hasilnya nihil, senjata kedua belah pihak tak bisa menembus pertahanan keduanya.Â
Hingga pada akhirnya Rama menggunakan senjata Brahmastra yang bernama Panah Guhyawijaya. Senjata tersebut tepat sasaran dan mampu menembus dada Rahwana.Â
"Nikmati rasa sakit dari Guhyawijayaku, Rahwana", tegas Rama sembari menyuarakan kemenangannya.Â