Susu merupakan cairan berwarna putih yang menjadi salah satu sumber gizi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Susu diproduksi dengan cara mengembangkan peternakan sapi perah. Dewasa ini, susu tidak hanya dikonsumsi oleh anak-anak saja, melainkan dikonsumsi juga oleh orang dewasa hingga lansia. Kemajuan zaman dan teknologi membuat susu tidak hanya diminum, melainkan diolah menjadi keju, mentega, dan yogurt. Nutrisi susu yang tinggi dan inovasi terhadap susu inilah yang membuat susu menjadi salah satu kebutuhan mendasar bagi manusia.
Di Indonesia, susu sudah dapat dikonsumsi oleh semua kalangan. Hal ini disebabkan oleh jenis susu yang sudah beragam dan harganya yang bervariasi. Namun, pada kalangan menengah ke bawah, susu yang dikonsumsi tersebut tidak memenuhi angka kecukupan gizi dan terkesan "salah sasaran". Kebutuhan akan susu yang tinggi tersebut membuat konsumsi susu sapi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan setiap tahunnya.
Data hasil Badan Pusat Statistik menunjukkan produksi susu sapi perah di Indonesia baik dalam volume maupun nilai produksinya, setiap tahunnya terus mengalami kenaikan yang signifikan. Pulau Jawa menjadi pemeran utama dalam produksi susu. Hasil statistik Kementrian Pertanian menunjukkan produksi susu meningkat dengan rata-rata hasil 3,34% per tahun atau naik menjadi 909,64 ribu ton pada periode 2014 -- 2018. Kemudian produksi susu di Luar Pulau Jawa periode 1980 -- 2018 menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 7,23% per tahun. Peningkatan ini seharusnya diikuti dengan kecukupan kebutuhan persusuan dalam negeri.
"Pada tahun 2018, defisit ketersediaan susu sapi sebesar 104,08 ribu ton. Pada tahun berikutnya, 2019 defisit meningkat dan diperkirakan terjadi kekurangan suplai susu sapi sampai tahun 2022 yaitu sebesar 120,92 ribu ton hingga mencapai 139,33 ribu ton. Pertumbuhan produksi susu sapi dalam negeri sekitar 2 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan konsumsi susu sapi sebesar 5 persen per tahun" (Kementan, 2017, hal.27).
Lantas apa masalah utama yang menyebabkan Indonesia masih "doyan" impor susu? Fakta menunjukkan, hingga saat ini populasi sapi perah yang ada dan produksi susu yang dihasilkan belum cukup untuk menyediakan kebutuhan susu secara nasional. Keterbatasan inilah yang membuat Indonesia masih harus mengimpor susu. Statistik menunjukkan perbandingan ekspor terhadap impor setelah 2010 cenderung menurun antara 9,83% hingga 17,42%.
Industri pengolahan susu di Indonesia lebih banyak memproduksi susu bubuk yang bahan bakunya belum ada sehingga komoditas susu yang diimpor Indonesia adalah bahan baku susu berupa susu bubuk skim, lemak susu, dan bubuk susu mentega. Alasan mengapa industri pengolahan susu lebih memilih untuk meningkatkan produksi produk susu olahan bubuk dibanding olahan segar adalah karena kandungan protein, glukosa, lipida, mineral dan vitamin yang cukup tinggi dalam susu segar membuat bakteri mudah tumbuh dan berkembang.
Tingginya jumlah bakteri dalam susu segar tersebut dapat menyebabkan kualitas menurun dan proses kedaluwarsa menjadi cepat sehingga membuat konsumen berpikir dua kali jika ingin  membeli susu segar. Saat ini produksi susu olahan segar, baik dalam bentuk susu pasteurisasi maupun UHT (Ultra High Temperature) masih sedikit diproduksi.
Oleh karena itu, masyarakat seharusnya mengubah haluan dengan mengonsumsi susu cair olahan agar terus memaksimalkan serapan produksi susu sapi lokal. Sehingga industri pengolahan susu meningkatkan produksi produk susu olahan segar dibanding olahan bubuk, dan dengan demikian kita dapat membatasi impor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H