Fase grup Piala Dunia telah usai. Dari 32 tim, kini setengahnya akan mulai menjalani sistem gugur di babak 16 besar.Â
Pada pertandingan-pertandingan sebelumnya, para penikmat bola disuguhkan dengan beragam kejutan dan drama yang terjadi di babak grup.
Lolosnya tiga wakil Asia ke babak 16 besar menjadi salah satu dari kejutan tersebut. Australia, Jepang, dan Korea Selatan melampaui ekpektasi para penonton setelah dipastikan lolos dari grupnya masing-masing.
Padahal sebelumnya mereka tidak diunggulkan untuk tembus ke babak selanjutnya. Kalau bukan jadi juru kunci, paling mentok peringkat tiga. Begitu kata orang-orang.
Sebagai bagian dari benua Asia, hal ini merupakan sebuah prestasi tersendiri. Dari segi kuantitas, lolosnya tiga negara tersebut sebagai wakil dari AFC (Asian Football Confederation) termasuk jumlah yang lumayan. Jika dibandingkan dengan benua lain, AFC lebih unggul daripada 3 konfederasi lainnya.
Dari CONMEBOL (Amerika Selatan) hanya dua negara yang mampu lolos ke babak 16 besar, yaitu Argentina dan Brazil. Sepanjang sejarah, baru pertama kali ada lebih banyak wakil Asia yang melaju ke fase gugur daripada wakil dari Amerika Selatan.
Dari CONCACAF (Amerika Utara) hanya Amerika Serikat yang berhasil lolos. Tetangga mereka, yaitu Kanada dan Meksiko, harus rela tersingkir dari grupnya. Bahkan Kanada merupakan kesebelasan yang tereliminasi tercepat kedua setelah Qatar.
Sedangkan dari CAF (Afrika) hanya Senegal dan Maroko yang mampu menembus babak selanjutnya. Wakil mereka yang lainnya: Tunisia, Kamerun, dan Ghana juga ikut tersingkir. Padahal, skuad Ghana di atas kertas terbilang cukup bagus dengan adanya pemain-pemain yang berlaga di klub Eropa, seperti Mohammed Kudus (Ajax) dan Thomas Partey (Arsenal).
Selain tiga negara yang lolos, wakil Asia lain juga turut berkontribusi untuk memberi kejutan dalam turnamen ini.Â
Satu dunia sempat dibuat gempar setelah Arab Saudi berhasil mengalahkan Argentina dengan skor 1-2 pada pertandingan pertama.
Saat itu Arab Saudi sempat tertinggal setelah Messi membobol gawang mereka dari titik penalti. Di babak kedua, balasan dua gol mereka cetak hanya dalam rentang waktu 4 menit melalui tembakan Al-Shehri (49') dan Al-Dawsari (53').
Hal ini lantas membuat pelatih Arab Saudi, Herve Renard, langsung menjadi bahan perbincangan setelah sukses meredam serangan Lionel Messi dan kawan-kawan dengan taktik jebakan offside-nya.
Namun sayangnya kesuksesan ini tidak berlangsung lama. Arab Saudi gagal menang di dua pertandingan mereka selanjutnya, yaitu saat melawan Polandia (2-0) dan Meksiko (1-2).
Kalah di dua laga menjadikan mereka sebagai juru kunci di grup C dengan perolehan 3 poin.
Walaupun harus tersingkir, kemenangan Arab Saudi atas Argentina dapat dilihat sebagai titik awal bagi para wakil Asia untuk berjuang mengalahkan lawan di grup mereka, terutama saat bertemu tim favorit.
Hal ini terjadi pada Jepang di pertandingan pertama mereka melawan Jerman.
Jepang yang saat itu didominasi oleh Jerman dan tertinggal satu gol di babak pertama, mampu membuat skor akhir menjadi 1-2 lewat gol cepat Ritsu Doan dan Takuma Asano.
Padahal, selama 90 menit mereka hanya mencatatkan penguasaan bola sebesar 26 persen, 12 total tembakan, dan 4 tembakan tepat sasaran; dibanding Jerman dengan penguasaan bola 74 persen, 26 total tembakan, dan 9 tembakan tepat sasaran.
Dari sini terlihat jelas bahwa Jepang kalah dari segala segi. Namun di sisi lain, Jepang unggul karena memiliki dua karakter yang menjadi 'bumbu' di Piala Dunia kali ini, yaitu kerja keras dan harapan. Hal ini kembali dibuktikan saat mereka menghadapi Spanyol di laga terakhir.
Di atas kertas, Spanyol jauh unggul di atas Jepang. Bahkan, peluang Jepang untuk memenangkan pertandingan ini bisa dibilang hanya sebesar lubang jarum.Â
Namun ketika di atas lapangan, hal ini terbantahkan dengan dua gol yang bersarang di gawang Spanyol.
Sepakan keras Ritsu Doan dari luar kotak penalti tak mampu dihadang Unai Simon. Ini merupakan sebuah keajaiban mengingat penguasaan bola Jepang yang sangat rendah, hanya 17 persen di babak pertama.Â
Selanjutnya gol kedua Jepang yang melibatkan drama VAR menjadi puncak pembuktian mereka sebagai tim yang mau bekerja keras.
Walau bola sudah keluar melewati garis secara kasat mata, Kaoru Mitoma masih memaksakan diri untuk memberi umpan ke tengah kotak penalti, yang kemudian disambar oleh Ao Tanaka menjadi gol pembalik keadaan.
Setelah dilihat menggunakan VAR, bola yang ditendang Mitoma ternyata masih berada dalam area permainan, hanya dengan jarak beberapa milimeter. Sangat tipis, setipis kemungkinan mereka untuk menang atas anak asuh Luis Enrique.
Korea Selatan menjadi contoh terbaik soal harapan. Perjuangan mereka tak kalah mustahil dengan Jepang.
Menjelang pertandingan menghadapi Portugal, Korsel hanya memiliki 1 poin dan duduk di peringkat 4. Namun mereka sedikit diuntungkan oleh Portugal yang pada kali ini menurunkan tim lapis kedua.
Gol cepat Ricardo Horta di menit kelima tak membuat semangat mereka luntur. Korsel membalasnya lewat gol Young-Gwon Kim di menit 27.Â
Sementara, Uruguay yang sebelumnya berada di peringkat 3 sedang unggul 2-0 melawan Ghana. Ini membuat mereka naik ke posisi 2, sementara Korsel masih di dasar klasemen, setidaknya sampai 10 menit kedepan.
Hingga di penghujung pertandingan, drama terjadi. Hwang Hee-Chan yang tak terkawal berhasil mencetak gol kemenangan di menit 91 lewat serangan balik yang diinisasi Son Heung-Min.Â
Walau sama-sama mengantongi 4 poin, Korsel berhak menempati peringkat 2 setelah unggul jumlah gol dari Uruguay (4:2). Son Heung-Min menangis bahagia, sedangkan Luis Suarez menangis karena harus mudik.
Momen-momen seperti inilah yang mungkin jarang terjadi di negara-negara barat, sebab kalau negara barat yang menang pasti sudah jadi hal yang biasa.Â
Harus diakui, permainan dari wakil Asia memang tidak seindah timnas Eropa atau Amerika Latin. Jarang sekali mereka terlihat dapat mendominasi permainan.
Karena keterbatasan fisik dan kemampuan pemainnya, mereka terpaksa harus bermain bertahan dan mengincar serangan balik.
Namun setidaknya kita dapat memetik pelajaran berharga dari cerita wakil Asia di Piala Dunia ini, bahwa sepak bola bukan hanya soal statistik. Sepak bola bukan hanya sekedar susunan pemain di atas kertas. Sepak bola tidak melulu soal skill dan strategi, tapi juga soal mental.
Dengan segala keterbatasannya, para wakil Asia menunjukkan daya juang mereka dan berhasil menang. Walaupun nanti tidak menjadi juara dunia, setidaknya mereka telah menjadi juara di hati para pendukungnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H