Semalam adalah waktu begadang yang hampir saya sesali. Sebab, saya hampir dibuat menyesal menonton pertandingan Argentina vs Meksiko yang sangat menjenuhkan selama 45 menit.Â
Operan Argentina seringkali terpotong, sedangkan Meksiko hanya nyaman bertahan di babak sendiri. Di akhir babak pertama, jari saya rasanya sudah gatal untuk menutup aplikasi streaming Piala Dunia. Menonton film sepertinya lebih bermanfaat dibanding melihat De Paul menggiring bola.
Dengan logika saya berpikir, apa alasan saya untuk terus menonton pertandingan ini? Hiburan apa yang bisa saya dapat dari tim yang baru mampu melepaskan satu tembakan selama 45 menit? Itu pun meleset. Namun hati saya berkata: Lionel Messi. Hanya itulah alasannya, sambil berharap Argentina dapat membongkar pertahanan Meksiko yang memuakkan.
Padahal, sang kapten nyaris menghilang tak terlihat di babak pertama. Aliran bola dari lini tengah jarang bisa sampai ke kakinya, hingga ia pun harus rela sesekali turun ke tengah menjemput bola. Namun rapatnya pressing arahan Tata Martino membuat Messi mudah kehilangan bola, entah akibat kalah duel atau dilanggar oleh pemain Meksiko.
Namun harapan itu tak pernah hilang. Suara riuh penonton di stadion membuat saya yakin akan ada perbedaan terjadi di babak kedua. Walaupun sampai menit ke 60 masih membosankan, rasa penasaran saya tak pernah pergi, selama Lionel Messi masih berjalan di atas lapangan. Karena dialah harapan dari seluruh penonton di dunia yang menonton pertandingan ini.
Hingga menit ke 64 tiba. Messi yang berdiri di tengah luar kotak penalti sendirian, menerima umpan dari Di Maria dan mampu menyulapnya menjadi gol dengan sepakan datar khasnya.Â
Sang kapten hanya butuh satu momen, satu sentuhan, satu tendangan untuk menyelamatkan penonton di stadion dari kejenuhan yang penuh sesak bak pressing pemain Meksiko. Saya yang merasa telah ikut 'diselamatkan' pun meneriakkan namanya di kamar, sambil membayangkan diri sedang berada di Lusail Stadium. Harapan saya di tengah malam terbayar lunas olehnya.
Momen yang membuat saya merinding adalah ketika kameramen di sana menyorot selebrasi timnas Argentina dan para pendukungnya dengan sinematografi yang apik. Di bangku cadangan terlihat Pablo Aimar, asisten pelatih Argentina yang juga idola Messi, menutup wajahnya sambil menangis. Ditambah lagi dengan adanya Peter Drury, komentator pertandingan ini, yang memberi puja-puji untuk Messi dengan monolog puitisnya.
"Mereka (pendukung Argentina) bersyukur bahwa dia (Messi) adalah bagian dari mereka. Betapa seringnya mereka panjatkan doa syukur itu. Betapa seringnya kita melihat mata lebar yang cerah itu. Betapa seringnya kita melihat wajah lawannya yang cemas dia akan datang dan melukai mereka." ucap Peter Drury yang menjadikannya trending topic di Twitter semalam.
Kalimat indah dari Peter Drury yang sedikit berunsur religius membuat saya berpikir bahwa Messi bukan sekedar seorang pesulap yang bisa mencetak gol secara tiba-tiba, tapi juga sebagai sosok 'garam dan terang' bagi Argentina.
Garam dan terang adalah salah satu ajaran dalam agama nasrani untuk menjadi manusia yang berguna di saat dunia sedang membutuhkan. Sama halnya dengan Argentina yang butuh memenangkan pertandingan ini untuk dapat lolos dari fase grup.Â
Lionel Messi, walaupun ia lebih sering dijegal daripada membawa bola di sepanjang babak pertama, tapi ia tetap hadir untuk timnya. Di saat laga tersebut semakin dekat berakhir dengan skor kacamata, aksi Messi mengubah segalanya. Messi membayar seluruh harapan tim dan pendukungnya dengan gol tersebut.
Gol Messi membuat Meksiko mau tidak mau harus keluar dan mulai menyerang. Di saat garis pertahanan lawan mulai naik, peluang Argentina untuk menambah keunggulan semakin terbuka. Tak lama, Messi kembali berperan untuk timnya, dan gol Enzo Fernandez pun lahir berkat asisnya.
Skor 2-0 bertahan hingga peluit panjang berbunyi, Argentina akhirnya berhasil menang dan mendapatkan 3 poin setelah sempat dibuat kecewa oleh Arab Saudi. Para pemain dan penonton menangis berbahagia.Â
Gol mereka dicetak oleh pemain yang memainkan Piala Dunia terakhir dan pemain yang baru menjalani debut di turnamen ini. Argentina kini duduk di peringkat 2 dan akan menghadapi Polandia sebagai cobaan terakhir mereka.
Setelah menonton bola, biasanya saya mencoba menganalisa pertandingan berdasarkan pengamatan selama 90 menit. Namun pada kali ini, saya memutuskan untuk cukup enjoy the moment.Â
Pertandingan ini terlalu sayang untuk dianalisa, karena sebetulnya kedua tim bermain buruk. Secara statistik, pertandingan ini memang layak berakhir imbang tanpa gol. Momen ajaib Messi rasanya terlalu sulit untuk dijelaskan dengan analisa.Â
Secara matematika, tendangan Messi semalam hanya 11 persen kemungkinannya untuk menjadi gol. Analisa pertandingan hanya akan merusak keindahan dari pertandingan ini.
Hari ini, saya menolak untuk mendengar penjelasan dari pundit-pundit mengenai pertandingan semalam. Data tidak akan bisa menjelaskan kemenangan yang didapat dari harapan orang-orang yang percaya, melalui sang garam dan terang Argentina-Lionel Messi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H