Mohon tunggu...
Vincent Setiawan
Vincent Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - A person who loves to write and inspire others

I love to live a life that full with logic. I love to write for inspiring you and helps you escape this mystical night ride

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hai, Kita Bertemu Lagi

2 Januari 2023   11:49 Diperbarui: 2 Januari 2023   11:53 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kematian duduk termenung di samping ranjang, tangan-tangannya yang penuh racun mengelus rambut seorang wanita muda dengan lembut.

"Hai, kita bertemu lagi. Di pertemuan kita yang sebelumnya, kau lebih tua daripada saat ini. Apa yang terjadi? Mengapa perjalananmu begitu singkat kali ini?"

"Dunia menolakku. Dunia tidak suka terhadap wanita yang berusaha mendobrak batas-batas pengekangan terhadapnya. Dunia hanya ingin melihat wanita sebagai alat bagi hasrat dan nafsu mereka. Aku benci menjalani perjalanan kali ini." Tangis wanita itu.

Tubuhnya memang tidak bergerak, jarinya tidak terangkat, bahkan nafasnya masih tetap tersengal. Tubuhnya yang penuh dengan babak belur, menjadi bukti kekerasan yang ia alami. 

"Bukan Dunia yang menolakmu, banyak wanita di luar sana yang bisa terbang jauh. Hanya saja, memang ada beberapa lelaki bajingan seperti suamimu itu. Ini adalah salahku untuk memberimu suasana yang baru. Aku yang merancang supaya kau terlahir di negeri ini, di negeri yang belum bisa menghargai wanita. Aku pikir sebelumnya, kau akan bisa mendobrak norma yang ada, tetapi aku salah. Aku berjanji, perjalananmu selanjutnya akan berjalan seperti wanita-wanita itu." 

Wanita itu menghela nafas panjang.

Ia memandang baik-baik tubuhnya yang sedamg terbaring di tempat tidur rumah sakit tersebut. Baru kali ini Ia merasakan kesedihan untuk meninggalkan perjalanan kehidupan. 

"Diriku, aku berjanji. Di perjalananku selanjutnya, aku tak akan biarkan ada satupun manusia yang mengalami hal yang sama seperti  yang kita alami saat ini. Maafkan aku telah gagal memilih strategi untuk mewujudkan mimpi kita saat ini."

Wanita itu pun mengelap air mata yang ada di pipinya. Dia menggengam erat tangan kematian dan berjalan menuju kehidupan selanjutnya. 

Ia yang seharusnya meninggalkan kehidupan yang sekarang dalam usia yang lebih tua, harus dihentikan karena kebengisan seorang pria yang tidak bisa percaya diri ketika melihat seorang wanita berkembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun