Mohon tunggu...
Vincent Setiawan
Vincent Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - A person who loves to write and inspire others

I love to live a life that full with logic. I love to write for inspiring you and helps you escape this mystical night ride

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Senioritas: Hal Busuk Penanda Insekuritas

24 Juli 2022   21:42 Diperbarui: 26 Juli 2022   17:15 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita kematian mahasiswa akibat kaderisasi ataupun ospek di perkuliahan kembali terdengar setelah 2 tahun vakum akibat Covid-19. Eits, tetapi jangan lupa, saat pandemi menghajar dunia, dunia perkuliahan seakan tidak ada kapok-kapoknya dengan senioritas. Masih ingat dengan kejadian dibentak-bentak yang viral karena sabuk? 

Nah, sebenarnya kenapa sih senioritas harus ada? Kalau kita menelisik ke belakang, kemungkinan terbesarnya terjadi karena keadaan masa lalu yang kental dengan nuansa militerisme. Sehingga, apapun yang ada harus dikaitkan dengan militerisme. Kepatuhan terhadap senior, jiwa korsa, dan hal-hal semacamnya. 

Namun, masa kan sudah berganti ya, pertanyaan pun jadi muncul nih.

Kenapa senioritas masih saja dilakukan di dalam lingkungan kampus? Kok, seakan-akan tidak ada effort spesifik dan khusus untuk mengakhiri rantai setan satu ini? 

Inferiority Complex

Coba deh sesekali kalian analisa, lihat ke kating-kating kalian yang menjalankan senioritas. Lihat mereka secara baik-baik. Apakah mereka mahasiswa yang baik-baik atau mahasiswa yang urakan? Apakah mereka mahasiswa dengan IPK bagus atau mahasiswa dengan IPK biasa-biasa saja, atau bahkan cenderung buruk?

Juga lihat kehidupan sosial mereka. Apakah mereka adalah orang yang benar-benar disukai oleh banyak orang atau yang sebenarnya orang-orang di sekitarnya hanyalah para benalu yang memanfaatkan kating satu ini? Lihat juga dari logika verbalnya, apakah perkataannya masuk ke logika atau banyak menghasilkan logika bengkok?

Kemungkinan besar, kating-kating kalian yang melakukan senioritas adalah orang-orang yang memiliki bentuk urakan, IPK biasa-biasa saja, dan juga dikelilingi oleh benalu. Atau bahkan kating yang cenderung tidak lulus-lulus. Benar?!

Kalau benar, kita sudah bisa mengetahui kalau penyebab utamanya adalah Inferiority Complex. Sebuah keadaan seseorang melakukan cara-cara yang terkesan membuat mereka besar untuk menutupi kelemahan/kekurangan mereka. Sangat banyak orang atau golongan yang melakukan tatacara demikian untuk menutupi kesalahannya. 

Lemah Mental

Dan kalau kalian bertanya, apa yang menjadi penyebab atau apa kekurangannya? Salah satu hal yang paling mungkin adalah mereka sendirilah yang lemah mentalnya. Mereka sebenarnya pengecut yang malu dan menutupi kekurangan mereka sendiri. 

Kalau memang mental mereka kuat, tidak mungkin mereka melakukan senioritas untuk menutupi inferioritas mereka. Pasti mereka akan menerima hal tersebut secara terang-terangan. Atau, jika mereka dendam dengan senior mereka yang melakukan hal demikian, mereka pasti akan menghentikannya di zaman mereka jikalau mental mereka memang kuat. 

Bukankah orang yang kuat adalah orang yang berani melakukan perubahan dan menanggung tanggung jawab atas perubahan tersebut?

Solusi Lain

Daripada melanggengkan senioritas, ada banyak cara untuk mengentaskannya. Lakukan pelatihan keterampilan dasar, apalagi untuk anak teknik. Ingat, anda akan bekerja di ranah yang memerlukan kolaborasi loh, bukan kekerasan! Kekerasan di tempat kerja bisa menjadi sangat serius jika dibawa ke jalur hukum. Bagaimana kalian bisa menciptakan tempat kerja yang baik kalau dari bangku kuliah saja malah akrabnya dengan kekerasan?!

Pelatihan keterampilan dasar ini bisa diadakan oleh himpunan ataupun oleh pihak program studi. Ajarkan mereka hal-hal fundamental dalam bidang yang sekarang mereka pelajari di perkuliahan. Tunjukkan rasa bahwa kalian care terhadap mereka, sehingga rasa respect bisa ditumbuhkan secara utuh. 

Selain pelatihan, apa lagi yang bisa dilakukan? Dialog. 

Ajak adik-adik maba kalian untuk duduk melingkar dengan kalian. Sediakan kopi dan sediakan gorengan. Sharinglah sebaik mungkin, berikan kesan pesan terbaik kalian terkait himpunan, organisasi eksternal yang terhubung dengan himpunan, jurusan, atau apapun itu. Buat mereka juga mau bercerita, buat mereka mau terbuka dengan kalian. Berkenalanlah dengan pribadi mereka sebagai kawan, sebagai rekan sejawat. 

Jika fakultas atau jurusan kalian ada yel-yel, ada tradisi yang biasa dilakukan, beritahukanlah mereka. Ajak mereka untuk menghapalkan dan melakukan hal-hal tersebut secara baik-baik. Buat mereka enjoy dengan tradisi-tradisi dan yel-yel kalian. Buat mereka bangga kalau mereka memiliki kakak-kakak yang secara suportif berada di belakang mereka. Tidak usah dipaksa pun, kalau orang sudah bangga, mereka akan dengan bangga pula melakukan hal-hal tersebut. 

Epilog

Dan selain solusi-solusi di atas, masih banyak jalan lain. Alih-alih membangun kemah yang penuh dengan senioritas dan kekerasan, cobalah ajak mereka bersama-sama enjoy menjajaki alam. Tidak perlu dikeraskan, tetapi disupport dan didukung. Tidak perlu jauh-jauh atau yang medannya ekstrim, bisa pergi ke pantai atau bukit terdekat dengan kampus. 

Ah, nanti adik-adik mabanya besar kepala....

Besar kepala terjadi karena tiadanya respect. Jikalau rasa respect yang terbentuk malah sebuah respect yang semu, apakah itu bukan hal yang lebih busuk lagi? Lebih baik diajak mereka bersosialisasi bersama, bangunlah tim yang solid di atas fondasi yang solid pula. Bukan di atas sebuah fondasi semu yang dibangun oleh ketakutan. 

Ingat, tidak pernah ada diktator yang tidak pernah runtuh....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun